Ayah (II)

13 2 0
                                    

Mencurigakan kalau seorang ayah yang telah meninggalkan keluarganya datang tanpa permisi. Sekalipun rumah yang dibangunnya adalah hasil jerih payahnya sendiri. Nami, sembari menyipitkan mata, menatap ayahnya lekat-lekat. Pada sosok yang baru saja ia lihat di layar internet. Kerutan wajah itu semakin bertambah. Mata itu dulu pernah begitu sejuk, namun telihat begitu angkuh dan tajam malam ini. Tangan itu dulu pernah begitu lembut, namun sekarang digunakan untuk merebut, menghancurkan, dan menyakiti. Apa ini semua berkat perempuan berpayung itu?.

Tak puas dengan pemandangan yang dilihatnya, Nami keluar dari pagar mendekati wanita tersebut. Padahal ia belum berhasil mengenali wanita itu. Namun nampaknya, orang ini berusaha mati-matian menutupi identitasnya.

"Hei, kenapa orang ini begitu mencurigakan?. Apa dia malu, atau mengenaliku?. Lalu, apa hubungannya orang ini dengan Ayah. Rekan kerja atau?...".

Sementara terus mengamati Nami mencoba mencatat ciri-ciri target dengan gesit dalam hatinya. Rambut digelung ke samping, bermasker, badan ramping, berkacamata, dan lebih tinggi 7 cm darinya. Sepatu yang dikenalinya kemudian menjadi perhatiannya. Bahan kulit dari sepatu itu tanpaknya sudah agak koyak, namun dipaksa untuk dipakai. Warnanya juga sudah mulai memudar ditelan waktu. Ini sepatu yang pernah Ibu pakai saat berjalan-jalan ke pantai, sekitar beberapa tahun lalu. Benar, ia tak salah lagi.

Orang ini tampaknya seorang guru, Nami punya perasaan begitu. Ia mengenakan seragam coklat khas PNS dibawah jaketnya. Sebelah tangan dipakai untuk membawa tas laptop. Juga, petunjuk lain, tas bergambar logo instansi pendidikan.

Ah, benar, papan Nama, pasti ia punya!. Nami masih sabar dan tak mau terburu-buru. Orang ini semakin sering menunjukkan gerak-gerik aneh. Selain malu, ia juga pasti risih karena Nami terus menatap seluruh bagian badannya. Maka Nami memindahkan pandangan pada kacamata itu. Kemudian semakin mendekat saat orang itu berpaling. Kesempatan yang bagus karena ia dapat melihat papan nama itu.

Tertulis, DIAH LARASATI.

Lagi-lagi nama yang tak asing.

Nami yang merasa cukup dengan semua petunjuk kemudian semakin tak sabar. Diangkatnya masker wanita itu.

"Hei, lancang sekali kamu membuka masker wanita itu, Nami!. Bukankah Ayah tak pernah mengajarinya?!", Ayah Nami langsung mendekat. Sementara Nami memperhatikan wajah yang sudah tersingkap itu. Itu Bu Diah, guru Fisika yang dibencinya. Beberapa hitangan kemudian, tamparan keras, dari tangan besar Ayahnya mendarat di pipinya.

Dosakah Nami yang telah berusaha mengungkap kebenaran?.

Ia berusaha mengangkat wajahnya. Ada rasa takut disana, namun ia mencoba untuk melenyapkan.

"Tolong jelaskan... Apa hubungan Anda dengan Ayah?. Jelaskan. Tolong Jelaskan!", Suaranya meninggi menantang desir angin malam itu. Sekaligus pada Ayahnya, yang memiliki suara menggelegar. Biar saja semua orang tahu, bahwa Ayahnya adalah lelaki yang benar-benar bodoh.

"Cukup anak sialan. Tak tahu diri!!!", sergah Oxale. Sambil menarik keras tangan putrinya.

"Aku hanya membongkar kebenaran. Kemana Ayah selama ini?!. Kenapa Ayah meninggalkan kami?. Apa aku salah?!"

"Salah!!!. Karena kamu telah mempermalukannya!!!."

"Ayah lah yang bersalah. Ayah meninggalkan kami. Ayah menelantarkan Ibu. Juga aku. Satu-satunya anak Ayah."

"Ayah tak pernah punya anak kurang ajar sepertimu. Sepertinya kau sudah lama tak dapat pelajaran dari Ayah. Terima ini!!!", Kali ini tak disertai dengan tamparan. Oxale menggenggam baju Nami hingga terangkat sedikit. Meremasnya kuat, lalu membanting ayah semata wayangnya itu entah kemana hingga jatuh.

Wreackonfix [VERY SLOW UPDATE]Where stories live. Discover now