"Jadi Zee ayo cerita ke ibu gimana bisa kamu semalem dipanggil polisi daerah? Apa kamu melakukan tindakan kriminal?"
Zee masih menggeleng benar-benar tidak menyetujui kalimat itu. Dia tidak menyangkal dan juga tidak dapat membela diri karena dia menganggap itu adalah rahasia tim dan tidak ada yang berhak tau tentang apa alasan sesungguhnya kenapa dia bisa pergi ke kantor polisi semalam. Zee hanya menundukan kepalanya lesu, dia cukup lelah dengan kegiatannya semalam yang lumayan menguras energi. Dia menghabisi tiga orang sekaligus untuk melindungi dirinya dan temannya.
Semalam tiba-tiba saja dia mendapat panggilan mendadak dan buru-buru pergi meninggalkan Dorm menuju daerah Tanggerang. Teman akrabnya sedang dikeroyok oleh beberapa preman daerah sana, hanya karena salah paham berebut daerah kekuasaan dan juga lokasi yang rawan untuk mereka jadikan tempat bisnis rahasia mereka.
"Ayo ngomong Zee.. Ibu gak akan marah"
Zee menarik nafasnya sedikit kesal, bagaimana bisa dia begitu kehilangan modnya secara drastis pagi ini. Ini artinya tidak baik, karena siapa saja yang ada didepannya akan habis. Begitu bahayanya tingkatan mod didalam dirinya.
"Ada kesalah pahaman saja bu, dan lagi polisi tidak akan menanggkap saya kok. Mereka hanya menanyakan saya sebagai saksi.."
Sang guru itu pun sedikit paham dengan perkataan Zee. Kini dia menyuguhkan selembar kertas dengan tulisan berwarna hitam dengan cetakan hangat tampak baru saja keluar dari printer.
"Tanda tangan disini, dan besok..kuharap ibu bisa bertemu dengan wali-mu"
"Apa? Wali?"
"Iya..orang tua mu"
"Ibu menyebalkan sekali, hanya karena masalah sepele seperti ini saya harus membawa orang tua?"
Yang dipanggil Ibu itupun menganggukan kepalanya, seolah menekankan pernyataanya.
"Iya, memang. Sama sepertimu.. Jadi silahkan keluar dan bawa surat panggilan orang tuamu"
Sesampainya dikelas, Zee melihat Brielle gadis yang entah beberapa hari ini begitu mengusik pikiran dan juga fisiknya. Pertama gadis itu begitu ramah kepada dirinya, Kedua gadis itu berhasil membuat tangan dan kakinya bisa lumpuh dalam satu waktu. Tapi Zee disana melihat, kalau ketua kelasnya yang dia rasa sok perfect tampak ramah menggoda gadisnya. Dia benar-benar membenci hal itu, ketika teman atau siapapun direnggut dari tangannya tanpa permisi. Lalu disana Zee mendekat kearah kelas, sedikit memasang wajah malas. Lalu Brielle justru mendekatinya dengan senyum sedikit melebar.
"Kau.." Brielle mulai mendekati Zee lalu benar-benar khawatir dengan kondisi Zee.
Zee hanya melihat Brielle dengan pandangan yang begitu risih, karena keadaan hatinya tidak terlalu baik akhir-akhir ini. Tapi memang saja sifat Brielle yang sedikit agresif ini membuat Zee tidak terlalu suka. Mata mereka bertemu membuat sedikit kontak. Ada rasa ingin marah ketika Brielle menyentuh pipi kirinya.
"Kau tidak habis bertengkar lagi kan?" Tanya Brielle cukup khawatir.
Tapi disaat waktu yang bersamaan, Zee membuang telapak tangan dari Brielle. Kesal memang karena Brielle begitu bawel, membuat telinganya begitu sakit. Sebenarnya Brielle hanya ingin mengetahui dimana semalaman Zee tidur dan bagaimana cara dia bisa tidak mengenakan seragam sekolahnya.
"Jawab Zee..Brielle tanya!"
"Diem bisa gak sih lo? Hah?"
Bentak Zee begitu keras membuat seisi kelas melihat kearahnya. Mereka sesekali tertawa melihat perlakuannya kepada Brielle. Disaat itulah Zee langsung melihat reaksi dari Brielle yang baru saja tanpa sadar dia bentak begitu keras. Sial batinnya, dia sedang mempermalukan dirinya sendiri dan juga. Lihat Brielle tampak begitu sedih saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WORD HARD TO SAY
RomanceGadis polos dan lugu itu bernama Gabrielle Angelina dia pendiam dan begitu lembut, dia sensitif dan juga penyabar. Hidupnya berantakan setelah mengenal Azizi Shafa Asadel seorang siswa pindahan yang begitu petakilan hobi membuat onar dan kericuhan...