Prolog

50 10 0
                                    

Dimulai dari beberapa test yang amat menguji setiap kerutan dahi itu. Lulus ujian masuk, dan sertifikat perpindahan pelajar pun telah jadi milikku.

Jauh dari rumah memang sesuatu yang aku impikan. Pertukaran pelajar untuk lanjut S1 di Singapore menungguku.

Universitas juga sudah menyediakan semua fasilitas yang cukup untukku disana.
and,
Good bye home!

Hari ini mungkin bukan hanya tentang terbang. Aku memang suka bepergian. Namun bukan untuk menghabiskan waktu didalam pesawat. Sesuatu yang bisa membawaku terbang begitu tinggi ke angkasa. Melihat lagit, bahkan melintasi awan. Merasakan gejolak takut mati disetiap tarikan nafas. Yang seketika, hanya bisa berpacu pada apa yang sudah tertulis pada garis takdir seseorang hari ini. Mempersiapkan segala sesuatu yang mungkin saja terjadi saat berada diudara, atau berkeyakinan penuh akan hidup dan menunggu sampainya jiwa raga ketempat tujuan. Ya, rata rata dari mereka meminimalisir itu semua dengan mendengarkan satu demi satu musik offline diponsel mereka. Memikirkan sesuatu yang tak terduga sambil menatap keluar jendela.

Tapi tidak dengan kondisi tubuhku, suatu phobia mungkin, atau sesuatu yang bisa membuatku sesak napas apabila melihat sesuatu yang dalam, tinggi dan seakan akan bisa membunuhku.

Apapun itu, termasuk pesawat ini.
Aku benar benar bermimpi bahwa suatu hari nanti aku dapat merasakan bebasnya terbang dengan sayap ku layaknya merpati.
Setidaknya ia adalah burung yang pemberani dan tau diri. merpati tau, kapan dan kemana Ia akan pulang. Sayang, mustahil rasanya bagiku ingin jadi merpati. Karna disatu sisi, aku sangat benci tersesat,
apalagi jatuh.

. . .

PYARRR!! Benda beling itu benar benar terlempar di depan mataku. Tangan besar mengepal kuat dengan sorot mata si pemilik yang tampak begitu marah.

"Jangan pernah pukul bunda! Ayah butuh berapa banyak maaf lagi dari dari Alana biar ayah puas?!"

Seorang gadis umur 13 tahun dengan rambut coklat tua, mencoba menatap balik sorot mata seorang pria gondrong berkaus putih lusuh sambil terus memeluk bundanya.

"Saya nggak pernah butuh maaf kamu! Kamu liat dia?! Liat bundamu ini! Liat! menyedihkan! Semenyedihkan itu sampai saya pun muak dengan pelacur satu ini! Entah anak siapa lagi yang dia kandung sekarang."

Sentak pria itu sembari menatap Alana dan masih terus menuding nuding wajah bunda.

"Percuma! Anakku bukan orang yang berpikiran sempit kayak kamu! Aku sudah ceritakan kebenarannya, semua fakta yang nggak pernah mau kamu dengar! Ini anak kamu mas! Anakmu!"

"Argh!! Omong kosong! Penipu! Kalian sekongkol! saya tau semuanya, saya yang paling tau semuanya! Dasar wanita pembohong! "

CUIHH!! Bentak Pria itu meludahi wajah bunda.

Alana pun tenggelam dalam emosinya. Kata katanya tak mengenal siapa yang Ia katai. serasa masa bodoh, karna tidak ada yang boleh merendahkan bundanya seperti ini. Termasuk pria setengah mabuk yang selalu membuat bundanya menangis, tak ada kata pantas untuk menaruh banyak respect padanya. Dia bukan ayahku lagi. Batin Alana.

"Lebih baik saya terlahir sebagai anak haram dari pada punya ayah seperti anda! Kalo memang anda nggak butuh bunda, harusnya anda cerai kan dia dari dulu!"

CUIHH!! Balas Alana sembari meludah balik ke arah baju ayahnya. Nafasnya tak karuan. Ia duduk kembali lalu membersihkan ludah itu dari wajah bundanya. Perasaannya berubah drastis saat keadaan sejenak sunyi dan tenang, sesaat sebelum sang ayah menarik kerah bajunya untuk menghadap padanya kembali dan.

Sugar HeavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang