Epilog

438 36 13
                                    

CRAAASSSHHH!!!!







































Seketika terdengar suara tangis Alice dan Emily yang pecah di iringi teriakan Mark dan Noah.

Mereka yang sedang berjejer sambil menempelkan kedua telapak tangannya ke dinding seketika langsung tersadar dan melepaskan tangannya.

Napas mereka begitu terengah, keringat dingin juga sudah membasahi kening sampai tubuh mereka seolah mandi keringat.

Mereka saling memandang dengan tatapan bingung lalu menatap telapak tangan mereka yang luka seperti lebam.

Ini aneh.

Sangat aneh.

Mereka perlahan berjalan mundur dan berdiri berdekatan.

"T--tadi itu apa?" tanya Emily gemetaran. Wajahnya begitu pucat.

Mereka hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban. Mereka juga masih belum percaya pada apa yang mereka lihat barusan.

Itu benar-benar kejadian yang sangat buruk.

Bagaimana mungkin mereka berakhir tragis dengan mati satu persatu dan berakhir dengan Mark dan Noah yang saling membunuh agar keluar dari tempat ini.

Grey menghembuskan napas lelah lalu menarik rambutnya frustasi. "Ini benar-benar gila!"

"Darah ... potongan tubuh ... suara pria itu ...," isak Alice.

"Max, rasanya sangat menjijikan saat melihat kepalamu menggelinding mendekati kami," kata Noah sambil mengusap wajahnya gusar.

Max segera memegang kepalnya seolah memastikan bahwa kepalanya menempel, juga memeriksa bagian tubuh yang lain.

Di rasa lengkap, Max segera menghembuskan napas lega.

"Sayang, kau tidak apa-apa?" tanya Sam dan langsung mengecek kondisi tubuh Alice yang saat di bayangan mereka tadi, tubuh Alice sangat terkoyak di bagian leher dan isi perutnya sampai keluar.

Alice hanya menggelengkan kepala lalu memeluk Sam erat. "Aku takut, Sam. Kau mati tertembak."

"Benar, keningku pasti berlubang gara-gara peluru sialan itu," balas Sam sambil mengusap keningnya.

"Bahkan sebuah dendam bisa menjadi sangat membahayakan. Bukan begitu, Mark?" tanya Grey sambil menatap Mark dengan sebal.

Tapi Mark hanya mendecih sebal tanpa berniat membalas. Biarlah itu menjadi pelajaran tersendiri untuknya bahwa dendam itu bukanlah hal yang baik.

Justru itu akan menyesatkan dan merugikan diri sendiri dan orang lain.

Tiba-tiba tanah yang mereka pijaki bergetar dan rerentuhan dari atas pun mulai berjatuhan.

Mereka saling berpegangan dan di serang rasa panik.

"A--apa ini?" tanya Alice.

"Sial! Ayo cepat keluar dari sini sebelum terlambat," kata Noah.

Dia segera memimpin berlari sampai akhirnya yang lain pun mengikuti.

Mereka berlari sekuat tenaga yang mereka bisa. Jangan sampai kejadian mengerikan tadi menjadi kenyataan.

Dari kejauhan, mereka mulai melihat setitik cahaya. Itu membuat Noah mengulas senyumnya.

"Sebentar lagi kita akan keluar!" teriak Noah.

"Ayo lari lebih cepat!" kata Mark.

Tak peduli kaki yang mulai lelah, tak peduli dengan degup jantung yang berpacu cepat hingga membuat napas mereka terengah.

Mereka harus secepatnya keluar dari gedung tua ini.

Titik cahaya itu semakin besar membuat mereka berlari makin cepat.

Sampai.

Akhirnya mereka keluar dari tempat terkutuk itu.

Mereka berhenti di depan gedung dengan napas yang terengah, bahkan Sam dan Mark sampai terkapar di rerumputan liar karena terlalu lelah.

"Astaga, tadi itu hampir saja!" kata Emily sambil memegang dadanya.

"Kau benar! Kita hampir terjebak di sana, Em," balas Grey.

"Lain kali, aku takkan pernah mendengar ucapan bodohmu lagi, Max!" ketus Sam yang berbaring di samping Max.

Max meringis mendengarnya. Semua ini memang idenya tapi dia juga tidak tahu bahwa akan seperti ini akhirnya.

Jika benar berlian itu ada, itu pasti tidak akan sepadan dengan nyawa semua sahabatnya.

"Games Hellevator. Games itu benar-benar membawa kita pada neraka."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hellevator ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang