surat dari si hina

126 20 4
                                    

Kau tahu? Selama hidupku, aku belajar banyak hal. Aku ini orang gila hahaha. Sebagai korban pengucilan rakyat, aku mengerti bahwa semuanya akan berubah, meskipun mereka bersumpah berkali kali untuk tetep menjadi orang yang sama. Semuanya.

Aku pun berubah. Aku yang dahulu tidak seperti ini, lebih ... hidup. Ya, aku dulu hidup. Oksigen kebahagiaan masih bebas keluar masuk paru paruku, tertawa tawa tanpa kepalsuan. Sekarang, aku hanya bisa tertatih tatih menatap kebengisan dunia, aku ringkih, aku lumpuh. Bahkan untuk berpura pura bahwa aku baik baik saja pun aku tak mampu lagi.

Aku tak ingat apa penyebabnya, bagaimana mulanya, seperti apa perubahanku. Aku tak ingat. Aku tak ingat mengapa aku pertama kali menyayat diriku. Aku tidak tahu mengapa aku merasa sedih setiap saat. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiranku ketika aku mencoba menenggelamkan kepalaku dalam bak air di kamar mandi.

Yang aku tahu aku adalah iblis kecil. Sejak dulu, aku selalu dikambinghitamkan, bahkan ketika aku tak menyentuh apa apa barang sedikit pun. Sebuah kesalahan. Untuk apa aku dilahirkan sebenarnya? Hanya untuk menghadapi kehidupan yang seperti ini? Bahkan aku menyesal telah bernapas hingga detik ini. Yang kulalui hanya mimpi buruk, yang aku harapkan akan cepat selesai dan aku bangun, lalu melihat dimana hidup baru yang indah akan dimulai. Tapi itu halusinasi, haha aku hanya bergurau.

Aku sendirian. Kepada siapa lagi aku mengadu? Kadang kadang hidup ini tak masuk akal. Aku bertanya tanya, dimanakah keadilan? Masih banyak sekali pertanyaan. Tak akan cukup ku jelaskan dengan kata kata. Dunia ini terlalu rumit, iya kan? Bahkan seorang pelukis handal tak bisa melukiskannya. Apalagi oleh si orang gila ini yang hanya mengadu pada tulisan sederhana selagi masih diberi napas.

Mentalku rusak. Yah, semudah itu hancur dan diberikan padaku, secara cuma cuma dari Tuhan yang amat baik kepadaku. Namun, sayangnya, aku tidak lagi percaya padanya. Maafkan aku, Tuhan. Kemana ia saat aku disakiti omong omong?

Penyakit itu mengambil semuanya, bahkan ia dengan berani beraninya merenggut aku yang dulu dan menggantinya dengan pribadi yang berbeda sama sekali. Aku mulai merasa putus asa, pikiran mengakhiri hidup selalu ada setiap detik, aku membenci kaca dan segala bayangan yang dipantulkannya ketika aku di depannya.

Tak ketinggalan, diriku selalu memiliki bekas luka. Entah bekas pisau, bekas tonjokan, memar, luka terbuka, bengkak, rambut tipisku, semuanya karna diriku sendiri. Badanku lemas tanpa sebab, tak ada energi membangkitkan lagi dalam tubuhku, yang tersisa hanyalah aura kematian dan kebencian menguar dalam wajah murungku. Pusing mencengkram kepalaku meski sebanyak apapun aku menelan obat.

Aku mulai merasakan gatal gatal tanpa alasan yang tadinya kukira karna alergi, namun itu adalah gatal psikogenik, yang dipicu oleh gangguan mental. Aku mulai sakit perut dan pegal pegal di seluruh badan. Rambutku rontok dan mataku mulai berubah kuning. Jam tidurku hancur, terkadang aku tidur seharian, sesekali aku tidak tidur sama sekali hingga tiga hari. Aku makan bukan lagi karena rasa lapar, tapi karena aku hanya merasakan kekososngan.

Aku tidak tau apa yang harus kulakukan, aku mencontoh makhluk hidup lain yang makan, maka aku mengikutinya. Ketika aku sedang malas maka aku biarkan diriku kelaparan hingga terpucat pucat selama seminggu. Aku tak ubahnya seperti orang cacat yang menunggu ajal. Air mata terus mengalir sepanjang malam, tidak jelas alasannya apa, menciptakan kantung mata hitam abadi di sekeliling mataku.

Aku hanya menatap langit langit, keheningan membawa segala mimpi burukku yang berusaha aku kubur dalam dalam. Namun semua itu hidup didalam benakku, tumbuh dewasa bersamaku, aku tak akan bisa lepas dari kejaran luka lama itu.

Aku mulai berhalusinasi, bagaimana aku akan mati, bagaimana jika aku terkena bencana alam dan aku mati karenanya, bagaimana jika aku membunuh diriku sendiri, bagaimana jika aku malam ini tertabrak, bagaimana, bagaimana, dan bagaimana. Lalu kurasakan bagaimana jantungku berdentam dentam panik, kurasakan sensasi kematian di ujung kakiku, setelahnya aku sadar.

Aku tumbuh menjadi seorang pemberontak, namun aku tak punya daya untuk melawan. Aku adalah si pecundang yang meminta pertolongan. Aku hanya serigala terluka yang hanya bisa melolong pada bulan, memohon.

"Tunjukkan rumahku! Kemana aku harus pergi? Dimana semua orang?" ucap si Serigala pada dewi purnama.

Aku hanya bayangan, yang tak akan pernah dilihat mereka, meskipun aku menghilang nanti. Aku terjebak, antara memiliki mimpi buruk, atau tidak mempunyai mimpi sama sekali.

Tak ada lagi yang tersisa untuk ku harapkan. Diriku sendiri? Tidak, dia sendiri lah yang memintaku untuk mengakhiri semuanya.

Kalian tahu? Apa yang kulakukan selama ini, memang tak akan membuat bebanku hilang, semuanya membaik. Tidak. Aku tahu. Aku tahu itu salah, aku tahu itu perbuatan bodoh. Namun disaat saat aku tengah terjatuh ke dalam lubang keputus asaan sendirian, apa lagi yang bisa aku lakukan?

Aku bahkan tidak puas sama sekali ketika melihat darah mengalir dari tanganku, memegang memar biruku yang nyerinya luar biasa, menatap tumpukan rambut yang baru selesai kujambak.

Aku tidak merasakan apa apa. Aku hanya TIDAK TAHU apa yang aku lakukan. Aku TIDAK TAHU. Ini kosong. Perasaanku kosong. Aku tak tahu kapan aku merasa sedih, kapan aku merasa bahagia, kapan aku merasa kesal, kapan aku merasa marah. Semuanya, hanya mengikuti yang lain. Aku mengikuti kehidupan orang lain, hal hal apa yang biasanya dilakukan orang normal? Karna pribadiku sendiri menyuruhku diam di tempat hingga aku dimakan kematian. Aku harus bertingkah seperti orang normal. Jadi aku mengikuti mereka. Makan, minum, tidur, bahagia, sedih, marah, belajar, berbicara. Semuanya. Agar aku tetap terlihat seperti manusia.

Kalian mengira diri kalian pintar? Tidak, kalian bodoh. Aku tersenyum setiap hari dan kalian mempercayainya. Kalian bodoh. Aku melihat video sex terus menerus, meluapkan kekosonganku. Aku melihat hal hal sadis, namun aku tidak merasakan apa apa. Aku berusaha membuat diriku tertarik pada sesuatu, namun tak berhasil. Pada kehidupan pun aku tak berminat. Aku hanya ingin semuanya selesai.

Mengapa begitu sulit? Apakah lebih sulit untuk mengakhiri semuanya atau bertahan hidup? Satu satunya cara adalah menghilang; mati. Namun aku tak cukup mempunyai nyali, aku masih punya harapan.

Namun harapan yang seperti apa? Aku tak bisa menemukannya. Ada di sana, namun aku tak cukup kuat untuk bangkit dan meraihnya. Aku terlalu buta untuk melihat wujudnya. Bagaimana bisa? Aku hanya orang miskin, aku tak bisa membayar ahli untuk menyembuhkanku. Aku tak punya obat antidepresan, salah minum bisa bisa aku malah menjadi setingkat lebih parah.

Siapa yang akan menolongku? Yang bisa membantuku tanpa mengenal lelah, yang benar benar menginginkanku untuk bertahan di sela sela erangan pedihku.

Aku tak bisa lagi. Aku lelah. Aku nyatakan aku menyerah pada semesta. Maafkan aku selama ini berusaha melawanmu, aku kali ini tak berdaya. Berikan saja takdir buruk itu padaku, aku akan menerimanya.

Apapun yang terjadi, aku akan menerimanya. Sekuat apapun senjata, sekeras apapun bencana, aku akan menerimanya. Selalu. Dan kali ini, aku tetap menerimanya, seiring dengan tumbangku.

Aku adalah raga terhina dan aku pantas mendapatkannya.

Regards, Auri.

Tamat.

Tbh idk wat is dis

If I Killed Myself, What Would They Call Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang