https://youtu.be/ODEjeTw1OCg
Baghdad Maret 2006,
"Zee apakah ini penerbangan pertamamu ke Baghdad?" Pramugari berkulit sawo matang itu terkejut mendengar suara atasannya. Ia tidak mendengar suara langkahnya ketika menuju ke forward station, tempatnya berdiri kini.
"Ya Mr. Diab, ini adalah pertama kalinya saya terbang ke conflict zone"
"Tenang saja, tidak ada yang perlu kamu khawatirkan, bersikaplah seolah-olah kita sedang terbang ke salah satu negara Eropa yang indah atau ke salah satu negara di Asia yang eksotis, negara asal kamu, Indonesia contohnya"
Pria berdarah Mesir itu membesarkan hati crew-nya yang terlihat cemas membayangkan akan menghadapi keadaan di daerah konflik.
"Ok Sir, terima kasih sudah menghibur saya"
"Baik, saya akan mengecek apakah Captain memerlukan sesuatu" Mr. Diab beranjak menuju flight deck untuk melakukan apa yang ia katakan sebelumnya.
Pesawat yang berawak 3 pramugari dan 1 purser ini, melayani hanya 50 penumpang yang akan mendarat di Baghdad.
Semua penumpang adalah relawan yang dikirimkan oleh penguasa Libya, termasuk juga pesawat dan beserta crew-nya.
"Cabin ready for landing Sir" Setelah selesai melakukan final check di galley depan Zee me-report kepada purser Diab.
"Ok mari kita duduk, oh ya Zee saya lupa memberitahu kamu, tolong jangan menatap terlalu lama kepada para cleaner nanti pada saat kita transit di Baghdad"
"Maaf maksudnya bagaimana, saya kurang mengerti Sir"
"Kamu akan tahu nanti, please just don't stare okay"
"Okay Sir"
Pesawat Boeing itu mendarat setelah 20 menit melakukan prosedur untuk landing di zona konflik. Pintu pesawat telah di buka, para penumpang turun dengan membawa semua barang kabinnya dan para crewmelakukan security check di seluruh area kabin, galley dan lavatory. Mereka memeriksa apakah ada suspicious item yang dapat membahayakan penerbangan ini. Setelah semua area dinyatakan secure, Mr. Diab memperbolehkan cleaner untuk masuk ke dalam pesawat.
Zee mulai mengerti apa yang dikatakan oleh atasannya tadi, agar ia tidak menatap para cleaner terlalu lama dari seharusnya. Akan tetapi bagaimana ia tidak menatap mereka, jika pemandangan di hadapannya sangat menyayat hati.
Semua cleaner yang bekerja membersihkan pesawat, mayoritas adalah anak kecil dan wanita tua, tetapi bukan itu yang menyentuh hatinya. Yang membuat hati Zee terenyuh adalah sebagian besar dari mereka memiliki luka atau cacat permanen, tanda mata dari perang yang berlangsung di negerinya.
Seorang wanita tua yang kehilangan satu matanya sedang bekerja mengumpulkan sampah di waste bin yang ada di lavatorydepan. Ia menggunakan penutup mata yang terbuat dari kayu untuk menutupi matanya yang rusak akibat penyerbuan kelompok pemberontak di desanya. Karena merasa di perhatikan, ia berbalik dan berbicara menggunakan bahasa asalnya.
"..."
Karena tidak mengerti apa yang dikatakan, Zee bermaksud memanggil Mr. Diab untuk menterjemahkan kata-kata wanita tua itu.
"Apakah anda membutuhkan sesuatu? Itu adalah maksud dari perkataan nenek itu Madam"
Zee menoleh mendengar suara yang datang dari belakangnya. Seorang anak kecil, berusia sekitar 8 tahun sedang tersenyum kepadanya.
"Thanks God, kamu bisa berbahasa Inggris?"
"Sedikit" ia kembali tersenyum.
"Tolong katakan kepada nenek itu bahwa saya tidak membutuhkan apa-apa dan hanya ingin berterimakasih karena telah membantu membersihkan sampah di sini"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bandara, Pesawat dan Cinta (TAMAT)
Short StoryKumpulan cerita pendek based on true story dari rekan-rekan kerja di udara. Bandara, Pesawat dan Cinta mereka adalah saksi bagaimana cinta itu dapat tumbuh, berkembang dan mati. Ini adalah sebuah Cerita Pendek based on true story dari tokoh-tokoh ya...