◽◾◽
Jangan menduga sesuatu. Karena bukan berarti dugaan itu benar adanya.
◽◾◽
Andara tampak tertawa melihat Afira yang masih saja menggerutu sambil memegang kedua pipinya yang memerah. Bukan karena malu atau marah.
Tapi karena ulah tangan Andara yang gatal untuk mencubit gemas kedua pipi gembul milik Afira yang menggoda. Kalau kata Andara, Pipi Afira itu cubitable. Enak saja katanya kalau nyubit Pipi Afira karena empuk.
Afira itu kecilnya memang terbilang gendut. Tapi saat ini, tubuhnya sama sekali tak bisa disebut gendut. Berat badannya saja jika dibandingkan dengan berat badan Andara malah berat Andara. Afira itu kurus tapi juga tidak terlalu kurus. Pipinya saja yang gembul kelebihan beban.
"Gue heran deh, Ra. Lo hobi banget nyubitin pipi gue. Sakit tau! Pokoknya lo kudu tanggung jawab kalau pipi gue melebar, ya!" gerutu Afira sebal sambil menatap Andara yang masih saja tergelak.
"Biar aja pipi lo tambah lebar. Makin enak gue nyubitnya," balas Andara santai sambil meneruskan langkahnya melewati koridor.
"Alana kemana, Ra?" tanya Afira yang baru sadar kalau Alana tidak ikut dengan Andara menyusulnya ke lapangan tadi.
"Lagi disita sama Levin. Katanya mau ke perpus tadi," balas Andara. "Omong-omong, kenapa tumben sepi banget? Perasaan istirahat masih lama, deh?" kata Andara heran karena baru sadar kalau koridor terlihat sangat sepi.
Afira membenarkan perkataan Andara. Dia baru sadar kalau koridor sangat sepi. Tak biasanya. "Iya juga. Gue lagi sadar. Anak-anak yang lain emang pada kemana? Tumben banget koridor sepi," balas Afira.
"Mungkin mereka—"
"Lihat deh, Ra!" sela Afira sambil menunjuk ke arah depan. "Di ujung koridor banyak yang ngerubungin apaan, tuh? Kita lihat, yuk!" sambung Afira kemudian menarik Andara menuju kerumunan tadi.
Saking banyaknya siswa, membuat mereka kesusahan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Andara yang tinggi saja susah untuk melihat, apalagi Afira yang pendek.
"Ada apaan, sih?" tanya Andara pada salah satu siswa di sebelahnya yang tak ia ketahui namanya.
"Si anak baru katanya ditembak Nerada. Tapi gue juga gak yakin, sih. Gak kelihatan dari sini," jawab siswa tadi.
"Si anak baru? Maksud lo Firgo?" tanya Andara lagi. Siapa lagi kalau bukan Firgo anak baru di sini. Tapi, bagaimana bisa Firgo yang baru saja pindah ke sini langsung ditembak seorang perempuan. Nerada lagi. Benar-benar tak terduga.
"Iya kayanya. Gue gak tau namanya siapa. Yang penting, kata yang lain sih, gitu," balas siswa tadi.
Andara mengajak Afira untuk masuk ke kerumunan agar ia dapat melihat langsung apa yang sebenarnya dilakukan Nerada kepada Firgo.
Heran dengan dirinya sendiri sebenarnya. Untuk apa dia bersusah payah melewati kerubungan para siswa yang nyatanya tak bisa dibilang sedikit itu. Untuk apa dia melakukannya? Lebih baik dia kembali ke kantin lalu bergabung dengan Alana dan Levin untuk makan batagor. Lumayan, dia kan bisa meminta levin untuk membayarinya.
Daripada dia harus berdesakan dengan siswa lainnya hanya untuk melihat drama picisan yang menurutnya tak menarik sama sekali.
Afira sendiri heran dengan Andara yang tak seperti biasanya. Andara sebelumnya tak pernah peduli dengan apa yang biasanya dilakukan Nerada CS. Atau, ini ada hubungannya dengan anak baru yang dikatakan siswa tadi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Love
Novela JuvenilPada akhirnya, mereka tak pernah tau pada siapa hati mereka akan menetap. Mereka tak pernah tau hati mereka sebenarnya untuk siapa. Mungkin mereka telah menemukan masing - masing pujaan mereka. Tapi hati siapa yang tahu kemana dan pada siapa akan me...