8. Penjelasan

393 12 0
                                    

Diusahakan gak ada drama:))

🔥🔥🔥
Dari, sekian banyaknya manusia di bumi ini. Kamu satu-satunya yang telah menggoreskan luka terdalam.

***
Novel sudah siap dengan tampilannya sekarang. Jika ia memang tak sanggup nanti ia bisa pergi tanpa kata. Ada banyak kata dan amarah yang ia simpan sekarang. Sampai suara klakson motor menghentikkan lamunannya di teras rumah.

"Bun, Novel pergi dulu ya. Jaga diri baik-baik. Novel kayaknya bakal pergi lama."

Tak lama Novel pergi, beberapa menit kemudian. Pemuda kemarin yang mengintip Novel dan Mona bersama  Lula itu pun masuk menghampiri bunda Novel. "Bun."

Bunda yang sempat akan masuk pun berbalik. "Loh, kamu?!. Ngapain kamu kesini?!!."

"Guntur bisa jelasin, bun."

***

"Ngapain lo bawa gue kesini?." Magenta hanya bisa menghela nafasnya gusar. Pemuda itu tampak risih dengan tatapan Novel yang tajam menuntut segalanya agar dijelaskan. "Gue mau jelasin sesuatu."

"Jelasin apa?!!! Bukannya udah jelas semuanya?!."

Magenta mencoba menggenggam tangan gadis itu tapi segera tangan lembut itu menghindar. "Kenapa? Jelasin ke gue kalo lo belum puas nyakitin gue. Gue siap kok. Bahkan, yang lebih sakit gue pernah ngrasain. Lo gak bakal tahu gimana rasanya."

Memejamkan mata sejenak lalu menatap wajah Novel datar tapi dari sorot matanya tampak menunjukkan kelembutan. Novel gugup. Sebenarnya, ia belum siap jika di jelaskan seperti ini. Tapi, bagaimana pun juga ia juga ingin mendengar alasan pemuda yang di cintainya selama satu tahun itu.

"Lo udah tahu segalanya kan? Jadi, itu lah gue. Bener apa yang di omongin lo sama Salsa di kantin. Seenggaknya, hormati rasa gue buat dia. Kar--"

"Gak usah di lanjutin. Lo mau kita putuskan? Oke, gue kabulin. Gue cabut."

Novel berjalan tergesa-gesa. Magenta hanya menghela nafas gusar di tempatnya. Banyak pasang mata yang menatapnya kesal, kasihan dan tersenyum sinis. Awan di luar caffe itu tampak menghitam. Sepertinya akan hujan. Ah, bukan sepertinya tapi memang hujan sekarang.

Novel yang hanya memakai celana jins dan kaos biasa di lengkapi jaket itu pun hanya bisa menunduk. Menatap tanah yang mulai di genangi air hujan. Air matanya menyatu dengan hujan. Ia sampai di gang kecil lalu duduk di depan teras sebuah panti di ujung gang yang tampak luas.

Sepi. Apa sudah ditutup?

Novel tak sadar sampai ia memilih menidurkan badannya di lantai dingin itu. Meringkuk. Membiarkan tubuhnya di lingkupi air dan udara. Terlebih ia sudah kebal. Kepalanya pusing saat sindrom itu mulai menyerang. Membuatnya terlelap dalam jangka waktu panjang sekarang. Yang Novel tahu sekarang hanyalah, ia butuh istirahat. Ia butuh menenangkan hatinya yang mulai membeku seiring dinginnya hujan.

Membiarkan darah itu keluar dari hidungnya perlahan.

***

"Maafin, mama Guntur, bun. Yang Guntur punya sekarang cuma amanah ayah biar jagain kalian."

Bunda terisak pelan mendengar penjelasan Guntur. Guntur adalah anak dari mendiang suaminya dan istri siri nya. Bunda tahu saat Guntur masih bayi. Lalu, semuanya ia tutup rapat-rapat dari Novel. Bahkan, gadis itu tidak tahu bahwa punya adik tiri.

"Ayah,,, cuman bilang buat jagain kalian selagi mama sama ayah pergi ke luar kota. Bun,,, maafin mama, Guntur udah jaga amanah itu satu tahun ini. Yang Guntur punya itu cuma kalian sekarang."

Guntur bersimpuh di depan wanita yang sudah di anggapnya bunda itu. Guntur terisak di kaki wanita itu. "Percaya sama Guntur, bun. Tapi, entah bunda percaya atau nggak. Guntur bakal awasin kalian dari jauh."

Bunda terduduk lemas di sofa ruang tamu. Menatap putra istri lain dari suaminya. Mereka berdua meninggal dalam kecelakaan setahun lalu. Dan saat itulah Novel tahu bahwa perempuan yang bersama ayahnya itu adalah istri sirinya selain bunda. Tetapi, Novel tidak tahu masalah Guntur yang sebenarnya adalah adiknya. Satu ayah beda ibu.

"Guntur bakal jagain kak Novel, bun. Bunda pasti tahu masalahnya sekarang."

Bagai disambar petir. Bunda menegang, mencengkram bahu pemuda didepannya itu. "Selamatin Novel, Gun."

"Kenapa, bun?."

"Dia sama Magenta tadi."

Guntur mendongakkan kepalanya reflek ke arah bunda. "Kemana, bun?."

"Bunda,,, gak tahu."

Lalu, wanita itu ambruk di sofa. Pingsan. Segera Guntur menelfon gadis di seberang sana agar datang ke rumahnya. "Lul, cepetan. Gue tinggal bunda di ruang tamu. Abang lo bikin masalah anjing."

Guntur geram. Segera melajukan motornya keluar dari rumahnya. Menuju kemana pun. Pasti Magenta membawa mereka tidak jauh dari tempat nongkrong anak muda jaman sekarang.

Pemuda itu segera turun. Menggedor pagar hitam yang menjulang tinggi itu. "Woyyy,,,, Magenta. Sini lo!!! Woyyy Anjingggg."

Yang membuka pagar itu adalah wanita setengah abad namun masih cantik. Bella. "Kenapa kamu gedor-ged---."

"Loh, Guntur?. Ngapain kamu disini?."

Guntur tahu, pasti semua ini akan terjadi cepat atau lambat. Perlahan semuanya akan terungkap. "Tante. Bisa jaga anak tante. Dia udah buat kakak saya hilang!!! Ah,,, Guntur gak tahu lagi harus gimana!!! Tolong mulai saat ini, jauhin anak tante dari kakak saya."

Bella linglung. Kakak siapa? Apa? Bagaimana ada hubungannya dengan Magenta?. "I-ini maksudnya apa? Tante Bella gak paham."

Guntur memijit pelipisnya. "Kakak saya sudah di pacari anak tante. Dan sekarang kakak Guntur hilang. Guntur gak tahu harus kemana lagi,,,"

Ah, sekarang Bella paham. Kenapa anaknya tadi tampak rapi. Ternyata, anaknya itu membuat masalah. Lihat saja nanti, ia akan menghukum anak laki-laki nya itu. Tak lama, suara derum motor terdengar. Magenta turun dengan alis menaut dalam.

"Lo!! ANJINGGG,,, Dimana kakak gue!???."

Magenta kalap saat di serang Guntur tiba-tiba. Tunggu. Apa tadi? Kakak? Dimana?. Jadi, Novel belum pulang. Magenta pasrah saat badannya di tinju, di tendang dan di injak. Bella yang menyaksikan itu hanya diam. Saat Guntur sudah lelah dan memilih meninjukan tangannya di tanah, tetap di samping Magenta yang tergeletak tak berdaya. Dengan mata kosong.

"Udah. Biar nanti Magenta yang tante urus. Sekarang kamu cari kakak mu. Siapa tahu dia masih di sekitar mereka bicara tadi."

Guntur mencengkram kerah Magenta. "Lo bawa kemana tadi kakak gue?!!!."

"Caffe Sides."

Guntur membanting Magenta lagi. Lalu, bergegas pergi ke arah tempat yang di sebutkan Magenta barusan. Semoga saja kakaknya tak apa-apa. Sebab, hujan sudah reda tapi hawa dinginnya masih melingkupi raga.

***

[A/n]: Yuhuuuu,,,

Gak mau comment, ah.

Hayo tebak-tebakan mulu ya:)))

Jangan lupa Vote and Comment.

Thank you,
Guntur:***

My Lovely Girl [SEQUEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang