Ini udah hari ke berapa sih? Kok kagak kelar-kelar nih cerita:(((
***
Ada yang harus dipertanyakan. Ada yang harus di simpan. Dan ada juga yang harus di abaikan.***
"Eh, bebebnya akohhh, udah cekulah lagi." Mona tersenyum dan berkata dengan lebay seperti itu membuat Novel geli. Ada yang harus ia pastikan.Novel menaruh tasnya. Sedangkan, Mona sekarang sibuk mengoceh selama seminggu belakangan ini ketika ia sakit. Sebenarnya, Novel tidak terlalu peduli tapi melihat keantusiasan Mona, Novel rela harus mendengar ocehan gadis itu.
"Gak ada yang asik sih selama seminggu ini. Tapi, ya lo tahu sendirikan gimana si tuh mantan lo."
Mona tampak cemberut dan melipat tangannya di depan dada. Novel menaikkan sebelah alisnya. "Semenjak lo sakit. Gue gemes pengen jadiin dia tumbal. Udah berulang kali gue lihat dia jalan sama si cabe. Eh, maksudnya Sekar. Dan akhir-akhir ini juga gue jarang lihat si Erlan."
Novel mengkerutkan alisnya dalam-dalam. "Udahlah biarin. Lo malah manas-manasin gue sih, Na? Kan gue nya jadi gemes sama lo." Mona cengengesan. Bel pun berbunyi, membuat seisi kelas senyap karena ada sosok pemuda datang bersamaan dengan guru.
Novel paling malas jika sudah begini. Jadi, ia memilih menidurkan diri. Kemarin juga dia kurang tidur karena pulang tengah malam dengan bundanya. Di temani Guntur. Mata Novel yang tertutup sekarang alisnya juga itu mengkerut. Gimana bisa ceritanya tuh tuyul nganterin gue kemarin?. Itu yang ada di benak Novel sekarang. Tak lama kemudian, ia telah tenggelam di alam mimpi.
***
"Na, jangan ngoceh terus. Pusing nih kepala gue lama-lama."Novel menyentil dahi gadis itu agar diam. Karena sejak mereka datang di kantin Mona tak henti-hentinya menceritakan sosok pemuda yang sekarang menjadi teman sekelas mereka.
"Iya-iya tahu dia ganteng. Tapi, reaksi lo berlebihan Mona." Novel gemas sendiri melihat Mona tetap memuji pemuda itu.
Tak lama kemudian, sosok pemuda yang mereka bicarakan berada tepat di depan mereka. Mona cengoh, Novel tak paham. "Boleh gabung gak?."
Badan tinggi, rahang tegas dan senyum ramah itu membuat Mona tersipu. Novel lagi-lagi hanya bisa pasrah. "Oke, lo boleh gabung kok." Pemuda itu tersenyum. Mona senyam-senyum sendiri di hadapan Novel dan Jonathan.
Mereka bertiga hanya diam. Mona asik memandangi Jonathan. Sedangkan, Jonathan asik memandang Novel yang sekarang hanya mengaduk kuah baksonya yang tersisa. Lamunan mereka berhenti, ketika kantin jadi tambah ramai. Saat Novel mendongakkan kepalanya, dia berisi tatap dengan Magenta.
Novel menyipitkan matanya ketika melihat Magenta memburam. Novel menggelengkan kepalanya, berharap dengan itu ia bisa mengembalikan pengluhatannya yang buram. Tapi, tetap saja. Bahkan, pandangannya menggelap ditambah sayup-sayup Mona yang menjerit histeris.
Novel tergeletak lemah di UKS sekarang. Bersama Mona dan Jonathan. Tadi saat di kantin, Mona memaksa Jonathan agar menggendong Novel. Sempat terjadi cekcok, karena Jonathan hanyalah murid baru yang tak boleh sembarangan menyentuh anak orang.
"Semenjak dia pergi. Kenapa lo sakit-sakitan begini, Vel?."
Mona menggenggam tangan Novel erat. Jonathan hanya berdiri tidak tahu harus bertindak bagaimana. "Erlan. Dia lagi di luar negeri ngurus kematian neneknya. Gue tahu lo cari dia."
Jonathan yang tahu diri pun memilih beranjak pergi mengajak Mona sekalian. Menenangkan gadis itu di kantin mungkin lebih baik. Selama kepergian mereka, ada sosok yang melihat Novel dari kejauhan. Dia tersenyum sakit. Senyumnya tidak melambangkan keadaan hatinya.
"Lo sakit apa? Apa sesakit itu gue nyakitin lo sampai kayak gini?."
Magenta merapal doa dalam hati demi kesembuhan gadis di dalam UKS itu.
Selang beberapa kemudian, Magenta gelagapan saat mendengar derap kaki mendekat. Dan ia memilih bersembunyi di balik tembok UKS sebalah kanan. Itu Erlan. Tapi, kenapa pemuda itu baru muncul sekarang?.
Tadi, saat Erlan akan ke sekolahan mengurus perpindahan sekolahnya. Ia di kagetkan oleh pesan Mona bahwa Novel pingsan di kantin. Cepatlah dia sampai disana. Dengan baju rumah dan wajah kantuk yang kentara. Baru tadi subuh ia tiba di rumah. Dan di kagetkan dengan kabar seperti ini. Padahal ia juga sedang menyiapkan hatinya agar sanggup memberi tahu Novel tentang perpindahannya ke Amsterdam.
Tadi, saat di depan juga ia masih berdebat dengan satpam. Akhirnya, ia bisa lolos dengan memanjat tembok belakang sekolah. Demi Novel.
Erlan mendudukkan bokongnya dengan kasar. Mengatur pernapasannya sambil menggenggam tangan Novel. "Vel, lo buat gue khawatir tahu gak? Maafin gue gak kabarin lo kemarin-kemarin. Ponsel gue di sita. Gue harus pindah ke Amsterdam seminggu dari sekarang. Ayah gue kasih pilihan. Lebih baik disini tanpa siapapun atau disana dengan apapun. Gue bingung, Vel."
"Disini." Lirih Novel. Menggenggam erat tangan Erlan. "Lo udah bangun?."
Saat Erlan ingin beranjak, tangannya di genggam. "Disini, temenin gue."
Erlan menghela napasnya saat Novel kembali tak berdaya dengan kenangan masa lalunya. Ini semua salahnya. Ia tidak bisa memilih dengan pasti. Dia bingung antara mengikuti akal atau perasaannya. Akalnya meminta disana, karena jelas disana pendidikannya terjamin. Tapi, hatinya berontak ingin tetap disini. Bersama kenangan dan tanggung jawab atas kesalahan yang pernah ia buat.
"Lo mau apa? Air putih? Nasi goreng? Atau bubur ayam?."
"Gue mau lo disini. Nemenin gue sampai waktunya tiba nanti."
Erlan mengernyitkan alisnya. "Maksud lo?." Novel tertawa lirih. "Ah, enggak. Bukan apa-apa." Sekilas Novel baru sadar bahwa Erlan masih dengan wajah polos dan baju rumahnya. "Elo gak niatan buat ganti baju?." Novel sekarang tertawa walau lirih tapi tak terpaksa.
Magenta diluar sana yang mengamati hanya bisa pasrah. Saat gadisnya itu memilih bersama orang lain bukan dengannya. Memangnya dia siapanya Novel sekarang? Magenta tertawa sinis dalam hati.
"Ya ini kan juga gara-gara elo gue gak ganti baju. Padahal juga gue belum mandi."
"Masak belum? Udah cakep aja tuh muka."
Erlan tersenyum. Bangga terhadap diri sendiri. "Ya ya dong. Siapa? Erlan gitu loh." Novel terkekeh lagi. Ia senang jika dekat dengan Erlan, maka masalahnys sejenak bisa terlupakan.
Tapi, itu tak bertahan lama saat ada keributan di luar UKS.
"Elo ngapain disini Magenta Putra?!!!." Jelas itu suara Mona.
***
[A/n]: Aku merasa paling dusta di dunia ini. Huhuhu:"(
Minal aidzin walfaidzin ya... Mohon maaf lahir dan batin.
THRnya Vote sama comment dong.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Girl [SEQUEL]
RandomCerita lanjutan Fake Nerd Girl ya:))) Baca dulu gak papa. Kalo gak baca juga gak papa. Mungkin gak berpengaruh juga:))) ----- Baru setahun mereka menjalin sebuah hubungan khusus. Tapi, hubungan itu berangsur renggang. Cinta yang dulu mereka pertahan...