10. Sadar

572 17 0
                                    

Sebab aku buat cerita ini gak pake karena. Karena juga aku gak pake cerita ini buat apa-apa. Ya gitu lah:)))

🍭🍭🍭
Aku harap nanti saat matahari terbit kembali kamu sadar. Bahwa aku memang di takdirkan menahan luka. Bukan memberikan luka.

***
Magenta terdiam. Memandang bayangannya sendiri di cermin. Mematut apakah ini dirinya? Lalu, bayangan senyum gadis itu muncul di cermin. Seakan mengajaknya bernostalgia bersama sang gadis di masa lalu.

Kini ia siap jika disalahkan atas segalanya. Memang ia bukanlah seseorang yang pantas di kagumkan. Karena itulah ia pasrah kepada gadis itu. Yang akhir-akhir ini memenuhi isi lamunannya. Bahkan, Sekar juga ia abaikan karena lamunannya.

"Maafin gue. Bukan maksud gue kayak gitu, Vel," ucap Magenta lirih lalu bersimpuh di depan pigura yang ia simpan di atas nakasnya. Memandangnya setelah itu tersenyum tipis. "Sesakit ini ya?."

***

"Bun, bunda. Kak Novel bangun..."

Guntur menjerit histeris saat tangan Novel mulai bergerak menandakan bahwa gadis itu sebentar lagi akan siuman. "Dok,,, Woyyy,,, Dok. Mana sih lo?!!!. Ini kakak gue bangun."

Guntur protes saat pria tua itu berjalan lambat ke arah ruangan Novel. Dia memang begitu, karena memang ia hanya besar dari tangan sang mama tanpa adanya sang ayah. Suka dimanja, bukan dididik tegas oleh ayahnya.

"Sabar, nak."

Bunda mengelus punggung Guntur saat pemuda itu bersemangat menyambut Novel. "Gun." Bunda mulai berucap serius. Maka, Guntur akan menahan kegembiraannya sebentar. "Apa,,, kamu bisa menyimpan identitasmu dulu? Bunda belum siap jelasin ini semua ke Novel."

Guntur tersenyum. "Pasti dong, bun. Guntur mau. Masa gak mau demi kebaikan bersama."

Bunda ikut tersenyum saat pemuda itu memeluknya erat. Menyalurkan kesenangan juga ketentraman. Bahwa semuanya akan selalu berakhir baik-baik saja.

Novel bangun dengan wajah pucatnya. Perlahan ia meminum air putih yang di sodorkan bundanya. Guntur tadi pamit pergi membeli buah agar bisa menjenguk dengan alasan tahu dari Lula.

"Uh, Novel lama ya bangunnya?." Bunda hanya tersenyum lalu mengelus rambutnya sayang. "5 hari itu lama,,, banget,,, bagi bunda. Kamu tahu, ada banyak orang yang khawatir sama kamu."

Bunda menunjuk sebuah bingkisan yang menumpuk di ujung ruangan. Memang lima hari itu banyak yang mengunjungi Novel. Dari, anak-anak sekelas, guru-guru serta anak MPK kecuali Erlan dan Magenta. Sebab mereka berdua sama. Hanya saja waktunya yang berbeda. Kalau Erlan takut tak bisa menahan kenangan. Dan Magenta takut jikalau gadis itu tiba-tiba siuman dan pingsan lagi saat melihatnya. Ah, jangan sampai.

"Mona mana?."

"Kayaknya itu dari Mona."

Bunda menunjuk sebuah kertas di samping Novel. Pelan Novel mengambil kertas berwarna biru laut itu.

Ketika senja nanti berubah malam.

Jangan lupa bahwa aku ada.
Saat nanti matahari mulai ikut bersinar.
Ingatlah bahwa aku tetaplah sama.

My Lovely Girl [SEQUEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang