"Aku menyerah, Tuhan."
"Aku tak punya siapapun, untuk apa aku bertahan sedangkan tak ada siapapun yang menginginkan keberadaanku?"
"Aku memang bukan Tuhan yang tau kapan aku harus mati, tapi ... Aku punya perasaan yang bisa merasakan kapan aku harus pergi."
"Ibu, aku ingin bertemu dengan ibu."
"Ibu menungguku di atas sana, menunggu aku menyerah. Dan sekarang aku menyerah."
"Bagaimana pun, aku tak bisa sembuh. Sekalipun sembuh, aku mungkin akan cacat, dan itu akan semakin membuat semua orang susah. Sudahlah, aku mati saja."
"Tak ada satu orangpun di sampingku membuatku semakin dekat dengan ibu."
"Kakak, aku merindukanmu."
"Ayah, bagaimana kabar ayah?"
"Aku akan selalu mendoakan kesehatan dan kebahagiaan kalian, aku harap kalian tidak melupakanku."
"Tentang ayah...
....Tentang Kakak...
Jaemin sayang kalian."
"Ayah, kakak..tubuhku sakit semua."
"Ayah, kakak... aku ingin di peluk."
"Ayah, kakak ... Jangan lupakan Jaemin, yah?"
"Ayah, kakak ... Jangan benci aku, aku menyayangi kalian!"
"Sekali saja, aku hanya ingin mengatakan langsung pada kalian jika aku menyayangi kalian!"
Semua tertulis jelas di dalam buku harian bersampul cokelat tua dengan corak superhero favoritnya. Kekanakan memang, tapi dia memang seorang anak-anak saat itu. Tertulis jelas di atas setiap tulisan tangannya tanggal dan Tahun ia menulisnya.
Hanya tersisa tulisan tangannya saja dan beberapa barang lusuhnya. Anak itu tak punya barang baru atau barang yang bagus, hanya barang bekas yang sudah tak aku pakai saat itu, itupun mungkin sudah tak layak pakai.
'Kakak, aku membuat syal ini sendiri. Membeli bahan-bahannya dari gajiku bekerja di kedai paman Oh.'
Seharusnya ia belajar, bermain dan bahagia di usianya saat itu. Ia hanya seorang anak remaja lima belas tahun saat itu, tapi dunia terlalu kejam padanya. Tuhan seolah mempermainkan hidupnya.
"Kakak tidak apa-apa?"
"Pergi sana! Aku tidak butuh bantuanmu!"
Dan ia hanya akan mendapat siksa batin setelah itu, menusuk tepat di ulu hatinya dan menimbulkan rasa sakit yang jauh lebih sakit dari luka di tubuhnya. Sentakan, cercaan, makian selalu ia dapat setiap hari, anak itu sekali lagi hanya diam mendapatkannya. Aku memang tak berguna saat itu, tak ada sedikitpun rasa kasihan padanya.
Ia hanya akan berdalih 'tidak apa-apa, aku baik-baik saja.' yang ia ucapkan pada dirinya sendiri.
Menyedihkan memang, tapi anak itu menikmatinya. Itu yang ia tulis di buku bersampul cokelat itu.
'Sudah ayah, sakit.'
'Kau pantas mendapatkannya, manusia tak berguna sepertimu memang pantas mendapatkan perlakuan buruk, setidaknya kau sedikit berguna dengan menjadi alat untuk aku siksa!'
Selalu mendapatkannya hampir setiap hari, anak itu tak pernah sehari saja bernafas lega. Selalu mempunyai luka baru di tubuhnya. Entah itu tamparan, pukulan keras, tendangan atau cambukan, selalu ada bekas luka itu di tubuh ringkiknya. Dan sekali lagi ia berucap 'tidak apa-apa.'
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]Sad Story - Na Jaemin (Oneshoot)
Fanfiction"Ayo kita ke pantai besok?" "..aku tau penolakan seperti apa yang akan ayah berikan padaku." "Jadi keluarga yang bahagia, kan Yah?" "Setidaknya aku pernah merasakan bahagia sekarang." ........ Tarik napas dalam-dalam Sampai kedua sisi dadamu terasa...