Seoul dingin hari ini, suhunya bahkan mencapai -2°C dan waktu menunjukan pukul sembilan lewat dua puluh menit, malam.
Sekarang aku berdiri, mematung di depan sebuah ruangan bernuansa putih, bau khas nya sangat menyengat indera penciumanku, hingga rasanya aku ingin muntah saja.
'Lily Room, 127'
Nama ruangan itu, tertera jelas di atas pintu bercatkan senada dengan warna ruangannya. Aku menghela nafas pelan sebelum masuk ke dalam.
Aku merapatkan mantelku sebelum benar-benar masuk ke dalam dan kembali menghela pelan. Jantungku mungkin berpacu lebih cepat dari biasanya. Rasanya aku ingin lompat saja dari lantai dua ini.
"Jaemin, aku datang." sapaku yang jelas takkan ada jawaban darinya. Sangat jelas sekarang ia terlelap, sangat lelap hingga mungkin lebih dari tiga bulan ia enggan untuk membuka matanya.
"Belum bangun juga?" tanyaku berbasa-basi, berjalan pelan mendekatinya dan duduk di samping brankarnya.
Aku tak mengerti, kenapa para dokter dan perawat itu menempelkan begitu banyak peralatan yang aku sendiri tak tau apa fungsi mereka pada tubuh Jaemin. Tapi yang jelas anak itu masih bisa bernafas dengan semua alat-alat itu. Aku bersyukur, setidaknya Jaemin masih ada di dekatku.
"Tak berniat bangun sekarang apa?" cibirku pelan, memainkan telapak tangannya yang masih terasa hangat.
Aku hanya takut jika suatu saat nanti telapak tangan ini akan tiba-tiba dingin saat aku genggam. Sangat takut. Apa yang akan aku lakukan jika itu memang benar terjadi?
Tidak tidak, berpikiran apa aku ini. Jaemin pasti akan segera bangun. Anak nakal ini pasti akan segera membuka matanya yang kecil itu. Iya, pasti dan itu harus!
"Haechan?"
Paman Na memanggilku, entah sejak kapan ayahnya Jaemin itu ada disini, sedang memperhatikanku dengan senyum khasnya.
Oh, aku tau sekarang, senyuman Jaemin ternyata sangat mirip dengan ayahnya. Pantas saja aku merasa kenal senyuman itu.
"Paman? Sejak kapan disana?" aku berdiri, berjalan menghampirinya dan memberinya salam. Bagaimana pun, ayah Jaemin adalah ayahku juga. Tak ada bantahan, itu kata Taeyong Hyung.
"Harusnya paman yang bertanya, sejak kapan kau disini? Sudah malam, Chan. Kau pulang saja, ibumu pasti khawatir."
Suaranya lembut, berbeda dengan suara cempreng Jaemin saat berbicara, Paman Na mengusap rambutku pelan "tidak paman, aku mau menginap disini saja. Lagipula besok tidak ada jadwal, dan lagi aku sudah meminta ijin pada ibu."
"Tapi--"
"Tidak apa-apa. Paman saja yang pulang, biar malam ini aku yang menjaganya." potong ku, paman Na menghela. Dia sedikitnya tau seberapa keras kepalanya aku.
"Kau yakin?"
Aku mengangguk ribut, berusaha meyakinkannya. Sekali lagi Paman Na tersenyum lembut "baiklah, besok pagi paman akan kemari lagi. Telepon paman jika terjadi sesuatu, hm?"
'Siap komandan." kami berdua terkekeh renyah, setidaknya ini yang bisa aku lakukan untuk menghiburnya.
Aku tau, jika paman Na sedang sendiri dia pasti akan menangis pelan, mengatakan hal-hal yang- entahlah, tapi aku tak suka mendengarnya.
Paman Na pamit, setelah sebelumnya mengambil tas kerjanya. Sepertinya ia baru pulang kerja dan langsung kemari, kasian.
Hening kembali menyelimuti, aku menghela. Berjalan pelan dan kembali duduk di samping brankarnya, melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]Sad Story - Na Jaemin (Oneshoot)
Fanfic"Ayo kita ke pantai besok?" "..aku tau penolakan seperti apa yang akan ayah berikan padaku." "Jadi keluarga yang bahagia, kan Yah?" "Setidaknya aku pernah merasakan bahagia sekarang." ........ Tarik napas dalam-dalam Sampai kedua sisi dadamu terasa...