Ramadhan Ke-2

406 51 9
                                    

-Awali dengan Bismillah, dan akhiri dengan Alhamdulillah-

☁☁

Bukan aku tidak ingin sembuh. Hanya saja aku ingin menunaikan kewajibanku. Untuk kali ini saja. Izinkan aku berdamai dengan takdirku, walau ku tahu, itu terlalu sulit untukku. Tetapi aku yakin, Allah akan mempermudah segala sesuatu yang memperjuangkan suatu kewajiban.

☁☁

"Sayang, minum obat dulu ya."

Bunda datang ke kamarku dengan segelas air putih dan obat-obatan yang hampir setiap hari aku minum.

Bosan?

Ya, memang. Tetapi, ikhtiar harus aku lakukan dengan di iringi usaha dan doa.

"Bunda. Shanum boleh minta sesuatu sama Bunda?" ucapku. Aku berharap, semoga bunda mengizinkanku tetap berpuasa hingga adzan maghrib nanti.

"Minta apa, Sayang?" jawab bunda.

Aku tersenyum menatap bunda. Kilatan mata itu suatu saat akan aku rindukan. Mata teduh itu, sangat membuatku nyaman.

Allah. Aku sangat menyayanginya.

Sangat.

Bahkan untaian kata yang aku ucapkan tidak cukup untuk mengungkapkan sayangku padanya. Aku menyayanginya lebih dari aku menyayangi diriku sendiri.

Allah. Aku ingin melihat dia selalu bahagia. Senyumnya adalah surga bagiku. Dan air matanya adalah cambukan terhebat untukku. Aku mohon, perkenankan ia selalu bahagia.

Senyum itu tak akan lama lagi dapat aku lihat. Tak akan lama lagi dapat aku tatap, tak akan lama lagi dapat aku rasakan hangatnya hatiku saat melihat senyumnya.

Allah. Izinkan aku dapat melihat senyum sendu itu di sisa-sisa usiaku. Dan, jika Engkau ingin mengambilku, izinkan aku melihat senyumnya, sebelum aku menutup kedua mataku.

Dia. Wanita terhebat yang aku punya. Yang selalu mengajariku tanpa kenal lelah. Dia yang selalu menopangku di saat aku jatuh.

Menatapnya bagai menatap rembulan yang bersinar.

Menenangkan.

"Shanum mau minta apa sama Bunda, Nak?" Bunda mengulangi pertanyaannya.

Aku tersadar dari lamunanku. Bulir air mata tak dapatku tahan lagi.

Ya, aku menangis. Aku menangis di hadapan bunda. Padahal aku sudah berjanji pada diriku sendiri, bahwa tak ada air mata lagi di hadapan bunda.

Tetapi, ini bukan air mata kesedihan. Bukan air mata kesakitan. Melainkan, sebuah air mata ketenangan.

"Bunda. Izinkan Shanum berpuasa untuk ramadhan kali ini. Bunda, Shanum ingin menjalani kewajiban Shanum sebagai muslim, Bun. Ramadhan datang, hanya sekali selama satu tahun. Shanum mohon, Bunda. Shanum ingin tetap berpuasa. Karena kita tidak tahu, apakah ramadhan selanjutnya Shanum tetap dapat bertemu. Atau...,"

"Shanum. Tatap mata Bunda."

Deggg,

Hatiku semakin pilu. Mata itu adalah surgaku. Surgaku saat melihat ketenangan dari mata dia, bidadariku. Bunda, Shanum sangat menyayangi bunda.

Sangat.

Bahkan sulit untuk Shanum ucapkan dengan kata-kata. Terlalu berarti untuk dirangkai dengan sebuah kalimat.

Perlahan, aku menatap kedua mata bundaku. Hatiku tenang, damai, seakan rasa sesakku berubah menjadi sebuah ilusi.

"Bunda menginginkan yang terbaik untuk Shanum. Dan Bunda tidak ingin melihat Shanum sakit. Bunda sangat menyayangi Shanum, Nak. Bunda tahu, ini berat untuk Shanum. Namun, satu keinginan Bunda..., Bunda ingin agar Bunda bisa terus bersama Shanum, hingga Bunda tua nanti. Hingga Shanum yang akan mengurus masa tua, Bunda, Nak." ucap bunda.

Catatan Bersama RamadanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang