Bagian 16

19 5 0
                                    

.
.
.
.

"Aku dan Eg menunggumu tadi pagi." Andrew membuka suara. "Ponselmu tidak aktif. Apa yang terjadi? Kau tidak nampak di sekolah."

Sejujurnya, aku senang dia perhatian padaku, tapi tetap saja, saat ini aku merasa tidak nyaman dengan kehadiran Ivano. Aku menggaruk telinga. "Kesiangan."

"Oh, tidak biasanya. Katakan saja, Ana. Apa kau dan Bianca merencanakan ini jauh hari?" godanya. "Kalian pergi sejak kapan?"

Jadi Bianca juga tidak masuk sekolah hari ini dan Andrew baru saja menuduh kami membolos. Apa yang dia bicarakan pada ibuku tadi? Andrew tipe yang suka memprovokasi ibu dan ayahku.

"Apa kelihatannya seperti itu?" aku menyipitkan mata.

Andrew mengangkat alisnya. "Aku kan cuma menebak. Jadi kalian benar bolos? Ke pantai yang kau singgung waktu itu?"

"Kenapa kau terdengar seperti ayah yang cerewet?" celetuk Call.

Andrew terkekeh. "Aku tahu arah pembicaraanmu." dia menatap Call dan tersenyum bersahabat. "Omong-omong, aku Drew, dan ini Vano."

Mataku berkedut. Seharusnya akulah yang memperkenalkan mereka lebih dulu karena aku adalah Tuan Rumah.

"Aku Call." balasnya pendek. Kemudian badannya menghadapku. "Buatkan aku minum."

Aku menatap beberapa gelas yang ada di atas meja. Ada tiga. Dan punya ibuku belum tersentuh. Aku mengambilnya dan menaruh gelas itu di depan Call, lalu aku memberinya senyum kecut. "Bukannya malas. Kau sendiri tahu, dapur bukan tempat yang sering kukunjungi." ujarku. "Salah-salah aku bisa menaruh garam dan bukannya gula kedalam teh-mu." kataku serius.

Sebenarnya, aku tidak mau Call mengatakan hal yang buruk pada Andrew saat aku tak ada. Kalimat Call barusan memberi isyarat seperti mencoba mengusirku.

Andrew tertawa. "Waktu kecil kau bilang ingin jadi koki sehebat ayahmu."

"Masa'? Aku tidak ingat." kilahku. "Ya, waktu itu kan aku belum sekolah. Tumben, kau tidak bersama Eg."

"Kau sendiri tahu tabiatnya. Tidak ada tempat manapun yang menarik minatnya di bumi ini." Andrew mengeluh. "Eh, sepertinya aku pernah melihatmu, Call."

Jangan bilang kalau dia titisan paman Johan.

"Sungguh, Drew?" kata Ivano. "Kau tidak ingat kalau dia pemuda yang sama dengan pemuda yang dikepung di kelas Bahasa Asing semalam?"

Dikepung?

Andrew juga ada di kelas Bahasa Asing waktu aku membolos. Juga, lagi-lagi Call menguntit kelasku. Bahkan mengikutiku ke ruangan kesehatan.

"Kau mengingatnya?" Andrew meringis.

Aku melirik Call sejenak, dia terus memperhatikan Andrew dan Ivano seperti sebuah mangsa empuk. Dan aku tidak suka itu.

"Apa dia mendapat masalah di kelas?" tanyaku.

Andrew tersenyum miring. "Kejadiannya kacau. Kalau aku yang cerita, nanti kau tak percaya, Ana."

Aku melirik Call lagi.

"Bagaimana kelihatannya dari sudut pandangmu?" kata Call.

"Aku melihat sekelebat bayangan anak cowok yang terjebak dalam kerumunan murid perempuan, lalu saat aku berkedip, dia hilang." Andrew beralih menatapku. "Itu konyol."

"Kau melihatnya atau kau mendengarnya dari temanmu?" sindir Call.

"Lihat, tentu saja."

"Dia pasti melihatnya." aku membela. "Drew punya mata yang bagus." oh, aku salah bicara! Kumohon jangan hubungkan dengan yang itu.

Who Are You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang