BAD TYPE SIDE B: Chapter 2

1.1K 192 10
                                        

BACA JUGA BAD TYPE SIDE A by Sekareare

GO FOLLOW INSTAGRAM & TWITTER: Zeeyazeee, Sekareare, badtype_project

Elodia memilin-milin pinggiran kaus oversize-nya. Perasaannya benar-benar tidak karuan. Di dalam kepalanya, berkecamuk banyak opsi yang bisa dia ambil dalam situasi ini. Pertama, selalu meminta Rachel menemaninya setiap tiba waktunya belajar bersama Edzard, kedua, bersikap 'masa bodoh’ dan mengabaikan rasa malu—yang ia yakini sudah lama tidak ia rasakan kehadirannya, namun ternyata masih berdiam di dalam dirinya—atau ketiga, telepon mamanya dan memohon agar guru lesnya diganti.

Nah, masalahnya… Elodia juga tidak rela kalau Edzard diganti. Bayangan ala-ala alur cerita di sinetron juga ikut memenuhi isi kepalanya saat ini. Iya, bayangan tentang Edzard yang bisa jadi suka sama Elodia setelah menghabiskan waktu beberapa hari lamanya, dan pada suatu hari mereka tidak sengaja hendak mengambil penghapus yang sama, saat mengerjakan soal matematika.

Saat ini, Elodia dan Edzard sama-sama duduk berhadapan di lantai, di ruang tamu. Mereka berdua hanya dipisahkan dengan meja tamu, yang di atasnya sudah tersedia dua botol jus jeruk dingin, yang Elodia ambil dari kulkas beberapa menit lalu.

Rachel yang duduk di sofa dan tengah berhadapan dengan Elodia, menggerakkan mata dan alisnya seakan sedang memberi kode. Ia menyuruh sahabatnya itu fokus mengerjakan soal-soal fisika yang dibawakan Edzard.

Elodia menghela napas panjang, lalu memajukan bibirnya.

Mendengar helaan napas Elodia, Edzard yang sedari tadi memainkan HP-nya, sontak mendongak. “Gimana? Udah dikerjain? Sampe nomor berapa?” Edzard mengalihkan pandangannya ke kertas hitung Elodia yang masih mulus kayak bihun. “Yailah, belom? Yang kayak gini berani-berani demen sama gue?”

Rachel menutupi mulutnya sendiri, mencoba menahan suara tawanya agar tidak bocor. Edzard benar-benar savage. Kalau sampai anak-anak di sekolah tahu gimana tampang Elodia sekarang, rasa takut mereka yang paling tidak mau berurusan dengan Elodia, bakalan seperti air yang kelamaan direbus; menguap, hilang.

“J-jangan kepedean!” Tiba-tiba Elodia memaksa nyalinya keluar. “Gue suka sama lo tuh udah lamaaaaaa banget. Sekarang gue udah punya pacar lagian!”

Edzard menyengir meremehkan. “Oh, jadi ada yang mau sama lo ceritanya? Gue doain, semoga pacar lo itu segera tobat.”

Elodia akhirnya mendapatkan kembali kepercayaan dirinya. “Pacar gue bermilyar-milyar kali lebih ganteng daripada lo.” Gadis itu terdengar lebih bersemangat membumbui pernyataannya. Yah… kapan-kapan juga Elodia punya pacar? dan Hanya Rachel yang tahu, kalau yang ia maksud adalah Suga BTS.

Edzard lalu mengeluarkan setumpuk kumpulan soal lagi dari dalam tasnya. Elodia nyaris memuntahkan jantungnya sendiri begitu mendengar suara berdebum, kala laki-laki itu meletakkan kumpulan soal lainnya di hadapannya.

“Belajar hari ini gak bakal efektif. Mending gue balik. Besok gue bakalan ke sini lagi di jam yang sama. Pastiin lo udah selesein semua soal ini. Yah… kecuali kalo lo pengen uang jajan lo dikurangin.” Edzard memasukkan alat tulis miliknya ke dalam tas ransel hitam yang ia bawa.

Elodia mengangkat sebelah tangannya. “Tunggu, tunggu…. maksudnya apaan nih? Kok jadi bawa-bawa uang jajan?”

Edzard mengangkat kedua bahunya, acuh tak acuh. “Nyokap lo bilang, kalo lo susah diatur, uang jajan lo dikurangin.”

Elodia seketika bangkit dari duduknya. “WEITS, GAK BISA GITU DONG!" serunya, sementara Rachel yang memperhatikan, menunjukkan antusias tinggi seakan-akan Elodia adalah tokoh film dari film, yang mulai memasuki babak-babak seru.

Edzard dengan santai bangkit dari duduknya. “Bisa gitu kok. Makanya, behave.” Ia menyempatkan menoyor kepala Elodia, sebelum menginjakkan kakinya keluar dari ruang tamu.

Elodia memandangi kepergian Edzard dengan tatapan sengit, sementara Rachel menepuk-nepuk punggung sahabatnya itu.

“Yhang sabhar yha,” ujar Rachel, dengan logat ke-jawa-jawaan. “Kadang… hidup… memang… tidak… adil,” lanjutnya, kemudian dihadiahi Elodia dengan cubitan di kedua pipinya.

***

“BISA-BISANYA GUE SUKA SAMA COWOK RESE GITU!”

Rachel dengan tampang datarnya, mendengarkan ocehan Elodia. Kalimat barusan sudah lima belas kali diucapkan oleh Elodia, sepanjang ia menghabiskan waktu setengah jam lamanya menuntaskan amarah yang tak kunjung reda.

Elodia memang begini kalau harga dirinya tercoreng. Sudah dipastikan ia benar-benar dendam kesumat dengan Edzard. Namun, di satu sisi Elodia juga sadar, kalau keberlangsungan hidupnya tergantung kepada Edzard. Bayangin kalau uang jajannya benar-benar dikurangi… wah, bye-bye album BTS baru…. That's why, Elodia benar-benar gak berdaya kali ini.

“Ya…. yaudalah, El. Lagian, dia niat loh jadi guru les lo. Dia bawain lo banyak soal buat lo kerjain.” Rachel menunjuk tumpukan soal yang menetap di sudut meja belajar Elodia. Ralat, meja dandan maksudnya. Soalnya, alih-alih untuk belajar, Elodia malah sering menggunakan meja itu untuk berdandan dan memvideokan dirinya saat sedang berdandan, lalu diunggah ke Youtube.

Elodia ikut menatap objek yang sedang ditatap Rachel. Ia melengos, kembali menjatuhkan pandangannya kepada Rachel. “And… bahkan saat dia super nyebelin gitu. Gantengnya gak turun, Sist.”

Rachel yang sedang tiduran di kasur Elodia, langsung melemparkan bantal ke arah Elodia. “Ganjen lo.”

Elodia menangkap bantal itu. “Coba aja dia sama ramahnya kayak bapaknya.”

Rachel manggut-manggut. “Hmm… ngomongin soal bapaknya, jadi nyadar kalo kita udah lama banget gak ke kafe.”

Kafe yang mereka bicarakan adalah kafe milik ayahnya Edzard. Letaknya dekat dengan sekolah mereka. Dulu, Elodia dan Rachel pernah bekerja part time di kafe itu, lalu berhenti begitu ayahnya Edzard dengan polos menceritakan Elodia yang suka dengan Edzard. Ia bahkan menunjukkan foto Elodia yang sedang melayani salah satu pembeli. Waktu itu, Elodia beruntung karena hanya Rachel yang datang ke kafe. Coba kalau dirinya juga ada di sana…. Duh, gak kebayang.

“Apa kata Om Bagas kalau tahu anaknya sekarang ngajar gue? Bisa ngakak dua hari tiga malem gak kelar-kelar, sih, itu….” Elodia melipat kedua lengannya di depan dada, lalu menjatuhkan bokongnya ke kasur.

“Kalo kata gue, sih, anaknya juga bakalan langsung cerita ke doi,” timpal Rachel. “Tapi, belum tentu juga. Lagian apa peduli lo, kan? Cuek aja kali. Daritadi kuping gue udah berasa budeg, dengerin lo yang sibuk ngoceh kalo lo udah gak suka Edzard lagi. Berarti, gak masalah kalo pun itu cowok cerita ke bokapnya.”

Elodia diam, kehabisan kata-kata.

Rachel menarik Elodia, hingga gadis itu ikut berbaring bersamanya di kasur. “Besok pulang sekolah, mampir bentar ke sana. Oke?” tanyanya, menumpukan kepalanya dengan menekuk tangan kirinya. “Kalo lo gak mau… ya, berarti… lo emang masih ada rasa sama di—”

“Duu, bawel! Iya, iya, gue mau!”

Rachel pun tersenyum puas.










BAD TYPE: SIDE BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang