Hellenina, Ndoro Guru Jawa.

295 14 0
                                    

Kring... Kring... Kring

Hellenina mengayuh sepedanya melintasi kerumunan orang-orang yang sudah sangat hapal betul dengan ciri khas kedatangannya. Suara bell itu pertanda untuk anak-anak desa berkumpul disebuah gubuk untuk belajar.

"Sugeng enjing." Dengan mengayuh sepedanya Hellenina menyapa orang-orang kampung yang menyapanya dengan ramah. Anak-anak kecil keluar rumah dan mengejar Hellenina hingga ke gubuk belajar. Hellenina adalah guru yang baik yang sangat dicintai oleh murid-muridnya.

Bermodal papan dan batu Digubuk itu sudah banyak anak-anak pribumi yang sangat bersemangat belajar. Meski tanpa tapak kaki, mereka mungkin datang dari barat kota Soerabaja. Melihat semangat anak-anak itu, Hellenina menjadi merasa memiliki tanggung jawab bukan hanya untuk mengajar tapi juga untuk mendidik.

Tidak banyak guru perempaun yang mengajar di Volkschool, kebanyakantenaga pendidik adalah orang pribumi itu sendiri.  Hellenina banyak mencetak guru-guru muda untuk membantunya mengajar anak-anak yang makin tahun kesadaran orang tua akan pendidikan meningkat seiring dengan tuntutan kehidupan urban yang semakin cepat pertumbuhannya.

"Selamat Pagi semua. Hari ini kita belajar membaca ya." Seru Hellenina yang disambut sorak sorai dari anak-anak kecil yang sudah siap menyerbu koper besar dibelakang sepeda Hellenina. Koper itu berisi buku-buku cerita yang ia beli dari Toko Buku Ta Chen Soe Tji di kembang jepun.

"Ndoro guru kenapa kita belajar buku cerita dari cina?" Tanya seorang ananda murid mengoyak gengsi Hellenina. Tidak mungkin ia akan menjawab bahwa harga buku di kawasan pecinan jauh lebih murah di banding toko buku belanda di jalan tunjungan misalnya.

Hellenina memutar otak. "Nak, buku dari manapun itu sama. Yang terpenting adalah ilmu yang kau dapatkan setelah membaca." Jawab Hellenina diplomatis sembari mengelus kepala salah seorang muridnya itu. Guru-guru lainnya mengajari anak-anak membaca, kelas dimulai dari pukul 9 hingga pukul 12 lalu sesi kedua akan dilanjutkan pukul 1 hingga 4 sore dengan guru yang berbeda.  Bukan Hellenina namanya kalau ia tidak bertahan hingga sore.

Dipenghujung kelas anak-anak akan membacakan cerita yang ia pelajari didepan. Ciri khas dari sekolah desa adalah kelas itu adalah kelas yang terbuka, anak-anak duduk lesehan ditemani beberapa guru. Tidak semua dari mereka memulai sekolah pada usia 7 tahun. Banyak diantara orang tua yang juga ikut belajar bersama anak-anak. Mereka diajar sesuai tingkatannya, ada 3 tingkat yang mereka tempuh 3 tahun hingga lulus. Selain membaca dan berhitung, kelas desa juga mengajari kesenian dan kerajinan tangan. Adapun Dipinggiran pendopo dipasang pagar bambu untuk mengikat sapi atau kambing selama mereka belajar. Setelah kelas usai mereka angon untuk melanjutkan hidup.

Hellenina selalu menunggu penghujung kelas, ia selalu terkesima dengan hasil belajar murid-muridnya. Hari ini ada 5 orang murid yang mendapatkan hadiah buku bacaan baru dari Hellenina karena ia bisa membaca dengan sangat lancar.

Tak terasa kelas telah usai. Hellenina segera berpamitan untuk pulang, beberapa ibu-ibu menyuguhinya singkong rebus dan teh hangat sebelum ia pulang. Bahkan ibu-ibu itu membungkus singkong rebus untuk dibawa Hellenina pulang.

Hellenina tak tega sebetulnya menerima ubi rebus itu. Ia tahu, ibu-ibu itu mungkin lebih kekurangan daripadanya.  Tapi ibu-ibu desa memaksnya untuk membawa. Bahkan mereka mengancam Hellenina untuk tidak boleh kembali mengajar kalau ia tak mau menerima pemberian ibu-ibu itu. Sehingga dengan berat hati Hellenina menerimanya. Hellenina tumbuh diantara Kebaikan orang indonesia membuat hati Hellenina terpaku, indonesia memang bukan miliknya tapi Nederland juga bukan kampung halamannya. Apabila disuruh untuk memilih  bagi Hellenina ia tidak akan rugi untuk membela kedaulatan bangsa ini.

"Indonesia berhak menentukan masa depannya sendiri", hal itu yang selalu ia tanamkan kepada murid-muridnya.

Seusai mengajar Hellenina memiliki janji dengan rekan-rekan belandanya disebuah kedai di jalan tunjungan.  Kawasan elit bagi masyaralat belanda berada di tunjungan yang dekat dengan kawasan darmo. Kawasan darmo adalah kawasan yang banyak dihuni oleh konglomerat belanda.  Hellenina dengan sepeda untanya mengayuh dengan santai, terlihat memang perbedaan yang mencolok antara kampung pribumi dan rumah-rumah belanda yang menguasai pinggir jalanan dan menutupi perkampungan.

Memasuki wilayah jembatan merah, dua buah kebudayaan nampak bersebrangan. Belanda dengan bangunan tinggi nan kokoh di sisi kanan dan etnis tionghoa yang banyak diisi oleh pedangang. Menikmati sore duduk diatas jembatan merah dengan ditemani hembusan angin sepoi dan matahari yang hangat adalah hal yang selalu dilakukan Hellenina. Tak heran bila kulit Hellenina tidak seputih kulit perempuan belanda pada umumnya.

Puas menikmati suasana sore , Hellenina melanjutkan perjalanannya menuju jalan tunjungan. Disana 4 orang kawannya telah menunggu. Hellenina menjagang sepedanya dan segera masuk kedalan kedai yang meski nampak ramai namun terasa kondusif. Yeah, type kedai mahal yang mana hanya orang-orang belanda yang menyukainya. Menyeruput kopi di kala sore adalah budaya barat, meskipun mungkin nasib orang-orang itu sama seperti Hellenina. Orang Belanda yang tidak pernah melihat kincir angin di Belanda.

"we hebben lang gewacht" Sapa Chatrine menyambut Hellenina sembari menempelkan pipinya ke pipi Helleninan. Aroma tubuh Hellenina seperti biasanya, bau keringat dan matahari. Gadis cantik yang selalu nampak lusuh dan tidak rapih.

"Aku harus mengajar tadi." Jawab Hellenina menerima secangkir teh dari pelayang yang berdiri sedari tadi melayani teman-temannya.

Mendengar jawaban Hellenina teman-temannya tertawa. "Untuk apa kau mengajari monyet-monyet bodoh itu, sebagaimana keras jij mengajari mereka memanjat mereka tetap hanya akan memakan pisang dan mencari kutu." Olok Ruth terbahak.

Tidak sekali dua kali Nederlander mengolok Hellenina dan kelurganya. Tak jarang Hellenina naik pitam dibuatnya, ingin rasanya gelas teh yang di cengkramnya ia buang ke muka Ruth kalau bisa sekalian dengan tekonya. "Inlander bukanlah monyet." Bela Hellenina.

Ketiga temannya tertawa dengan ucapan Hellenina. "Darwin mengatakan manusia berasal dari kera. Kalau inlander adalah monyet maka kalian adalah kukang." Olok Hellenina dengan nada sentimentil.

"Sudah-sudah jangan bertengkar." Lerai Joanique. "Aku mengumpulkan kalian disini bukan untuk bertengkar."

Joanique tersenyum, ia memamerkan cicin berlian yang ada di jari manisnya. Membuat teman-temannya bersorak ria. Akhirnya kisah cinta Joanique dan Carlos Konnings berlanjut kejenjang pernikahan. Kelurga Konnings adalah pemilik pabrik gula terbesar di jawa timur. Membina hubungan selama 3 tahun memantapkan mereka ke jenjang yang lebih serius. "Akhirnya aku akan ke belanda." Beritahu Joanique membuat Ruth dan Chatrine iri. Tapi tidak dengan Hellenina.

"Sebagian aset suamiku telah dijual ia berkata hindia-belanda sedang dan mungkin akan bergejolak. Inlander sedang melakukan aksi-aksi bodohnya yang entah apa tujuannya, mungkin mengusir kita. Tapi itu tidak mungkin. Kekuatan militer kita tidak tertandingi." Sombong Joanique, yang dianggukkan oleh Ruth dan Chatrine.

"Kau tau apa yang membuat sinyo-sinyo dan anak-anak keturunan begitu angkuh ingin disetarakan dengan kita. Itu adalah karena orang-orang sepertimu, seperti kalian. Terlalu pongah." Olok Hellenina muntap. "Kau mungkin beruntung di lahirkan sebagai Netherlander di tanah jajahan, tapi bukan berarti harga dirimu berada di atas awan. Kecuali jika kau adalah keturunan langsung dari ratu wilhelmina"

"Baiklah-baiknya, guru jawa. Berdebat denganmu seperi berdebat dengan orang dungu." Olok Chatrine.

"Yeah aku setuju, semakin tua kau semakin terlihat gila. Ku pikir kau butuh lelaki untuk bisa meredam kegilaanmu itu." Beritahu Ruth dengan pedas.

Hellenina tertawa. "Tak perlu memberitahuku itu. Aku sudah memiliki lelaki tampan dan berintelektual, lelaki baik yang bukan kutemui di Concordia." Sombong Hellenina.

"Oh ya, siapa dia. Apakah ia seorang dokter?" Tanya Chatrine antusias.

Hellenina mengangguk dengan pongahnya. "Dia seorang Netherlander?" Tanya Chatrine. Hellena tersenyum, tentu saja bukan.

Usai Fajar KemerdekaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang