Pukul Tujuh

196 17 2
                                    

Hellenina sampai dirumah pukul tujuh petang. Rumahnya sudah ramai, bahkan sepeda-sepeda sudah berjejer di halaman. Tak ingin kehilangan kegembiraan Hellenina segera masuk kedalam rumahnya.

Disana telah berkumpul 11 orang calon dokter dimana dua diantaranya adalahpribumi(terlihat dari kostum yang digunakan, kaum intelektual menggunakan pakaian adat bagi inlander). Tunggu, tuggu. Ya harusnya 11, Namun mata biru Hellenina masih menyusuri ruang tamu. Tidak ada dirinya disana, seseorang yang telah memikat hati Hellenina sejak lama.

Hati perempuan itu gusar, para pemuda kaum intelektual masih sibuk berbincang. Beberapa diantaranya sedang bersantai mendengarkan lagu sendu dari piringan hitam. Tapi lelakinya tidak ada diantara mereka,  kapan lagi ia bisa bertegur sapa dengan pria jawa itu bila bukan saat-saat seperti ini. "Hellenina, je pulang sangat larut." Pergok ibunya yang keluar dari dapur sembari membawa nampan.

Hellenina berbalik, lelaki itu sedang berdiri di belakang punggung ibunya. Lelaki yang selalu membuat hati Hellenina terperajat. Lelaki jawa dengan kulit sawo matang, dengan wajah kampungannya yang menawan. Rambut hitamnya sangat klimis dan disisir menyamping. Kala ia tersenyum, gigi kelincinya membuat peringai lelaki itu nampak lugu. Jantung Hellenina berdegup kencang, kakinya gemetar tak sanggup menatap lukisan tuhan itu lebih lama.

"Kau sudah disini dokter syailendra?" Tanya Hellenina malu-malu.

"Dia sudah disini sejak pukul 5. Kau kemana saja?" Omel ibunya menaruh nampan diatas meja. Helleninan tidak akan menjawab ibunya, ia tahu betul omelan ibunya akan lebih lama jika ia menjawab dan jawaban itu tidak sesuai dengan kehendak ibunya.

Hellenina tersenyum dan segera berlari dengan tertunduk kekamarnya. Nampak wajahnya yang berantakan didepan cermin, ia pasti nampak buruk sekali di hadapan Dokter Syailendra. Hellenina segera mandi, dan segera berdandan. Malam ini ia menggunaka dress hitam ketat yang menampakkan kemolekan tubuhnya dengan kerah hingga ke leher. Sarung tangan putih dan rambut yang di tata sedemikian rupa. Wajahnya makin menggoda dengan lipstik merah yang menyala.

Semua mata tertuju pada Hellenina yang keluar dari kamarnya. Tak terkecuali dengan dr. Ralph ayah Hellenina yang merasa putrinya telah tumbuh menjadi gadis cantik yang anggun. "Mau berdansa Hellenina?" Ajak Ralph pada anaknya yang segera disetujui Hellenina mengawali pesta malam itu. Suara musik keroncong yang syahdu menemani kehangatan malam itu. Semua orang menari, semua orang nampak bahagia, semua orang terlihat menikmati suasana yang tercipta.

Kaki Hellenina begitu lincah, melangkah kesana kemari. Dokter-dokter belanda banyak menaruh hati pada paras ayu Hellenina, tapi hati Hellenina hanya tertancap pada seseorang saja. Ya siapa lagi kalau bukan dr. Syailendra Poernomo, anak kedua dari adipati tumenggung keresidenan boyolali. Syailendra masih duduk di sofa panjang, tak pernah memang ia menghentakkan kaki diatas lantai dansa. Tubuhnya terlalu kaku untuk bergerak, meski demikian ia masih menggerakkan kepala meniknati alunan musik yang mendayu seirama.

Tangan Hellenina menjulur kepada Syailendra. Tatapan dari Syailendra kembali mendesirkan hati Hellenina, tangannya menelok dengan kepala yang menggeleng. "Kom op" Ajak Hellenina.

"Ik kan het niet (aku tak bisa menari)" Tolak Syailendra dengan sopan. Kemudian memilih pergi meninggalkan Hellenina. Tanpa permisi dan tanpa tersenyum.

Ya, dia adalah Syailendra yang nampak hangat tapi sebenarnya begitu dingin. Dia adalah Syailendra lelaki yang begitu sulit ditakhlukkan. Hellenina tertunduk dengan gusar, ia tahu ia tidak terlalu cantik dan pantas untuk mendapatkannya. Bahkan setelah bertahun-tahun, Hellenina hanya akan menjadi pengagum.

Seorang lelaki hendak mengajak Hellenina berdansa, tapi Hellenina menolak. Moodnya telah berubah, ia segera duduk di kursi tempat Syailendra terduduk. Menatap Syailendra yang memilih berbincang dengan orang lain. Beberapa kali teman-teman Syailendra berbicara sembari menatap Hellenina, Syailendra terlihat tersenyum terpaksa tangannya seolah menapih menyepelekan.

"Hellenina adalah gadis yang cantik juga baik, ia berasal dari keluarga Veenhuis yang terhormat." Ucap Roger pada Syailendra.

"Ya. Lalu?" Tanya Syailendra.

"Sepertinga sudah lama ia mengagumimu." Beritahu Roger.

Syailendra tersenyum, dari kejauhan ia menatap Hellenina yang sedang duduk dengan gusar. Tangannya menapik anggapan Roger, tidak mungkin bagi perempuan cantik seperti Hellenina suka dengan lelaki kampung seperti Syailendra. "Tidak mungkin, selama ada Raphael Chastelein kita tidak akan mendapatkan wanita manapun." Canda Syailendra. Yang ditertawakan dan disetujui oleh Roger.

Syailendra sebenarnya sudah lama tahu bahwa Hellenina mengaguminya, namun ia harus menolak perasaan perempuan belanda itu. Bukan karena ia sok kecakepan atau apapun itu. Hanya saja ia terlalu minder dengan latar belakang Hellenina yang apabila dibandingkan dengannya, bagaikan langit dan bumi.

Syailendra adalah salah satu dari sekian banyak pribumi yang beruntung. Iya dia beruntung karena di lahirkan dari keluarga bangsawan dimana darah biru mengalir deras dalam dirinya. Meskipun ia tidak berhak akan tahta, karena kangmasnya yang lebih berhak. Syailendra adalah segelintir pribumi yang bisa mencicipi bangku Europesche lager School dan melanjutkan ke  Hoogere Burger School. Tidak semua orang bisa masuk ke sekolah orang belanda. Intimidasi tentu makanan sehari-hari bagi Syailendra. Namun untung saja Syailendra adalah anak yang paling cerdas sejak kecil, dia bahkan lebih cerdas dari anak-anak belanda meskipun makanannya bukan roti dan susu.

Enggan Merasa pongah ia di dekati oleh anak dokter Ralph Veenhuis yang terkenal Mahsyur, Syailendra memilih mengabaikan perhatian Hellenina. Masih ada banyak hal yang harus dilakukan oleh Syailendra sebagai salah seorang kaum intelektual pribumi. Ia tidak ingin bermain-main apalagi memercikkan api dengan orang-orang belanda. Apa yang akan dilakukan teman-temannya nanti apabila ia mengencani Hellenina. Lebih baik baginya belajar.

Selain belajar Syailendra diam-diam ikut dalam golongan organisasi nusantara (jong Java dan PPPI) yang memperjuangkan kemerdekaan.  Itu adalah golongan yang sangat di benci oleh belanda. Mengencani Hellenina adalah bunuh diri bagi Syailendra.

Tidak ada seorang belanda-pun yang setuju kemerdekaan hindia-belanda. Semakin kuat golongan itu bertindak, semakin membuat belanda terbahak. Bagi orang belanda kemerdekaan indonesia hanyalah lelucon semata. Tapi pemuda indonesia tak gentar, dibawah PPPI banyak pemuda yang telah bersumpah membawa hindia-belanda membuka masa depan negara yang merdeka.

"Dr. Syailendra." Panggil Hellenina sebelum mereka pulang.

Syailendra berhenti dihadapan Hellenina, ia berusaha tersenyum meskipun ia merasa sungkan dengan teman-temannya yang sedang berkicau mempoyakkinya. "Hati-hati" Ujar Hellenina, Syailendra mengangguk dan pergi setelahnya.

Usai Fajar KemerdekaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang