ciga-perhitungan

239 31 3
                                    


Besok merupakan hari pertama puasa. mami Seokjin tampak sibuk memasak untuk santap sahur keluarganya nanti. Malam ini pun mereka menjalankan tarawih pertama di masjid terdekat. Semua telah bersiap, tapi tampaknya masih ada yang kurang.

"Loh, satu, dua, tiga, empat. Adek kamu mana Tae?"

"Lah iya, Ugi kemana Mi?"

"Kamu nih kalau ditanya malah balik tanya. Cari gih, keburu telat ini."

Setelah ditugaskan oleh Mami tercinta, Taehyung sesegera mungkin mencari adiknya yang paling manis itu. Ia mencoba mencari diseluruh penjuru rumah, kamar tidur, kamar mandi, bahkan kolong tempat tidur pun tidak luput dari pencariannya itu.

"Udah? Mana adek?" Kini ganti papi Namjoon yang menanyakan keberadaan anaknya.

"Belum nih, pi. Tae udah cari di lemari, bukain semua tirai, belakang kursi, kolong meja, kolong kasur, adek nggak ada."

Takk!

"Yang bener aja kamu, kamu kira adek kucing apa?"

"Hehe, Tae gak tau adek ada dimana, Pi." Sang korban jitakan hanya nyengir dan mengelus kepalanya.

Papi menugaskan seluruh anggota keluarga untuk mencari anak kesayangannya itu. Selang beberapa menit kemudian, pencarian itu pun membuahkan hasil.

"Ugi, kenapa Ugi tidur di karpet?" sang papi mengelus kepala anaknya dengan lembut.

"Ungg? Hoaamm..Ugi antuk, Pi." Anaknya menjawab di sela tidur lelapnya.

"Ugi lupa kah? Besok hari pertama puasa lho, Ugi tidak mau tarawih dulu? Semua sudah siap, tinggal menunggu Ugi turun."

"Tayawih? Seyakang?" Ugi mulai membuka mata sipitnya dan berkedip polos.

"No, Ugi. Mungkin kita tarawih minggu depan."

"Minggu jepan?"

Takk!

"Jangan bilang yang tidak-tidak, Tae. Sekarang Ugi, tuh dengar sudah adzan." Papi Namjoon yang gemas nyerempet kesal pada Taehyung pun menjitak anaknya sekali lagi.

"Hum..hum..Ugi au tayawih. Endong, ne?" Anak kesayangan papi pun mengangguk dan merentangkan tangannya untuk digendong.

"Anak pintar." Papi Namjoon mengecup puncak kepala anaknya sayang. Membawa Ugi kedalam gendongannya dan menggantikan baju Ugi dengan baju koko.

Sesampainya di masjid, mami, papi, dan kelima putranya menempati tempat yang telah disediakan. Mami berkumpul dengan rombongan ibu-ibu, papi dengan bapak-bapak, sedangkan Hoseok selaku kakak tertua ditugasi oleh sang papi untuk menjaga adik-adiknya di belakang.

"Alamat aku nggak bisa sholat." Batin Hoseok dalam hati. Menjaga empat bocah yang hiperaktif sama saja menguras seluruh tenaga dan konsentrasinya.

Setelah sang imam mulai takbir, Hoseok pun mencoba fokus dan mengikuti setiap gerakan sholat dengan tuma'ninah. Tetapi tampaknya hal tersebut tidak bertahan lama, karena keempat adiknya itu tidak bisa diam barang sebentar saja. Setelah sholat isya', Hoseok berniat menasihati adiknya agar tidak bertingkah lagi.

"Ugi, yang lain kemana?" Hoseok terbelalak kaget, adiknya kini hanya tinggal satu. Sudah dapat dipastikan adiknya yang lain itu pergi bermain atau entah kemanalah itu.

"Ugi cidak tau, yung. Capi Kookie yung au beyi melcon belbentuk aiyen men, ceyus Taetae yung au peygi jauh ke pyanet yain kalna ada peytemuan penting."

"Jimin kemana?" Hoseok berusaha menahan sabarnya. Ia telah diamanahi untuk menjaga keempat adiknya itu.

"Chimmy yung? Cadi katanya uyang, au ke kamal andi di yumah kalna tanen ainan bebek na. Bebek na beyum matan, kacian kata na."

"Baiklah kalau begitu, Ugi disini saja ne? Hyung takut disini sendirian." Hoseok menepuk jidatnya keras, bagaimana bisa ketiga adiknya itu malah kembali pulang dan melakukan hal-hal yang sama sekali tidak penting.

Setelah tarawih selesai, Hoseok bergegas menghampiri kedua orang tuanya dan membawa serta Ugi di gendongannya. Ingin segera pulang dan memberi perhitungan kepada ketiga adiknya itu.

"Hoseok, adek yang lain kemana?" Mami tampaknya kaget karena anaknya itu kini hanya tersisa dua biji.

"Tau tuh, Mi. Sudah pulang semua kali." Hoseok menjawab dengan bersungut-sungut.

Keluarga bahagia itu pada akhirnya pulang. Terimakasih kepada mami yang telah membawakan squishy dengan berbagai macam warna dan bentuk sehingga Ugi bisa tenang pada saat di masjid tadi. Papi dan Mami yang sudah hafal diluar kepala tingkah anak-anaknya pun memaklumi ketiga anaknya itu. Masih kecil batin mereka.

"Heh kalian bertiga!" Hoseok bersandar di dinding markas ketiga adiknya itu.

"Hehe, Seokie hyung"

"Waah, hyung sudah pulang rupanya."

"Bagaimana tadi hyung? Sudah minta tanda tangan pada pak Ustad Bambang?"

Mereka bertiga berusaha mengalihkan pembicaraan. Hoseok memang jarang sekali marah, tetapi jika dirinya sudah marah berarti sikap mereka keterlaluan. Mereka sebisa mungkin menyengir lebar berharap kakaknya itu luluh.

"Aku serius! Aku ingin membuat perhitungan kepada kalian bertiga."

"Hah? Perhitungan Hyung? Hyung kan tau sendiri kalau matematika Taetae paling banter hanya dapat enam." Taehyung hanya menanggapinya dengan mulut menganga dan pandangan bingung.

"Jangan Hyung, uang saku Kookie hanya tinggal dua ribu. Tidak pakai dihitung lagi." Kookie mulai menangis.

"Chim tidak bisa hitung-hitungan hyung, kalau Chim sudah besar saja ne? Nanti Chim temani hyung menghitung sampai puas." Jimin meggerakkan tangannya dengan cepat mengisyaratkan kalau dirinya tidak mau.

"Sabar, Seok, sabar. Susah kalau ngomong sama bocah."

Hoseok yang kesal pada akhirnya meninggalkan kamar tersebut dengan membanting pintu keras-keras. Dia hendak mandi lagi untuk menjernihkan pikirannya. Percuma juga mengajak ngobrol ketiga adiknya yang masih bocah itu. Paham tidak, makan hati iya.


190508

/chubikoncinyu

Kim Family Ramadhan Stories [BTS,  Islamic ver.]Where stories live. Discover now