II

573 87 16
                                    

Disclaimer: Masashi Kishimoto.

.
.
.
.

Toneri melepaskan Hinata disaat Hinata sudah kehabisan napas, Toneri menatap gadis itu gemas.

Ia mendekatkan kepalanya ke leher Hinata, memberikan gigitan kecil di sana.

"Berdoalah agar tempat ini dilewati manusia, jika tidak--"

Hinata memeluk punggung Toneri dengan bingung, kuda yang berjalan membuat keseimbangannya terganggu. Ia tak punya pilihan lain selain memeluk Toneri.

"Aku akan memperkosa mu!" lanjut Toneri yang membuat Hinata menutup mata.

.
.
.
.

"Aku bohong." lanjutnya, Hinata menatap pria itu.

"Aku bohong," Ia menyipitkan mata, tersenyum tanpa dosa. Hinata menghela napas.

'mungkin,' batin Toneri.

Setelah mengatakan lelucon yang hampir benar, keadaan kembali canggung. Toneri dan Hinata memilih bungkam, menikmati perjalanan mereka.

"Ja, sudah sampai." katanya, Hinata menoleh ke belakang, melihat kediaman besar jendral perang.

"Sa," Toneri melompat dari kuda,"Tangan mu." lanjutnya, ia mengulurkan tangan, Hinata meraihnya. Turun dari kuda perang yang mereka gunakan.

Hinata yang pertama kali memasuki kediaman Toneri hanya diam memperhatikan, halaman yang luas. Rumah dengan beberapa petak, Hinata yakin--ada beberapa rumah khusus untuk pelayan dan Tuan rumah.

Hinata menahan napas, ia dengan setia mengekori Toneri.

"Eum, bisa kah kau berjalan dengan lebih cepat? Aku sudah lelah." kata Toneri, Hinata hanya menganggukan kepalanya dan berjalan dengan irama lebih cepat.

"Ah, kau lama sekali. Kemarikan tanganmu!" tanpa aba aba, Toneri menarik tangan Hinata. Hinata tersentak, tapi ia hanya menerima perlakuan itu.

Beberapa menit kemudian, Hinata mengerinyit, pria di depannya ini sangat aneh. Tadi--katanya harus cepat, entah kenapa sekarang langkah kaki mereka semakin melambat.

Terkadang Hinata menubruk tubuh pria itu dikarenakan ritme jalannya yang lambat.

"Toneri-sama?"

"Shh, kemari!" Toneri tiba tiba menarik tangan Hinata. Hinata hanya mengikuti.

Entah kenapa mereka bersembunyi di balik semak semak jalan,

Hinata yang tidak mengerti apa apa hanya bisa terdiam, melihat gerak gerik pria yang sekarang menggenggam erat tangannya.

'Sakit.' batinnya.

"Cih." Hinata tersentak, ia menunduk dalam. Tidak lagi memperhatikan wajah pria di hadapannya.

'Aku sudah lancang,'

"Hah, Ayo. Kuantar kau ke tempat mu." katanya, kemudian mereka melanjutkan jalan mereka yang terhenti.

Sebuah rumah berdiri kokoh di hadapan Hinata, jaraknya cukup jauh dari rumah utama. Tempatnya cukup sempit dibandingkan dengan rumah rumah utama, tempatnya juga terpencil. Diapit danau kecil dan hutan di bagian kirinya, Hinata menatap rumah tak terawat itu.

SINNERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang