Rutinitas Hari Sabtu

10 2 0
                                    

Tok.. tok.. tok..  suara ketukan pintu.

"Itu pasti Vera.. Bentar Ra" Teriak Genia lalu melahap potongan telur terakhir dari piring yang ada dihadapannya.

"Cepetan buka, kasian temen kamu" kata ayahnya yang bersiap meninggalkan meja makan.

"Iya Yah bentar dulu dong Genia kan belum minum" kata Genia kemudian minum dengan terburu - buru.

"Yah aku berangkat dulu ya, Assalamualaikum" Genia pamit dan mencium tangan ayahnya.

"Waalaikumsalam. Ayah juga berangkat sekarang. Mah... Ayah berangkat dulu" Teriak ayahnya.

"Iya Ayah hati - hati dijalan" kata mama Genia yang menghampiri ayah dan mencium tangan ayah yang kemudian dibalas dengan kecupan hangat dikeningnya.

"Lama ya nungguin? Maaf ya" kata Genia pada Vera dengan cengiran lebar yang membuat gingsulnya kelihatan.

"Yaudah gapapa kali udah biasa" jawab Vera sambil memutar bolamatanya.

Vera Jericka teman dekat Genia yang selalu menjadi tempat penampungan curhatan Genia. Menurut Genia, Vera adalah teman terbaik yang bisa memberikan saran yang tepat untuk setiap masalahnya, gak setiap juga sih kadang - kadang tapi tetap saja menurut Genia dia teman terbaik. Dia juga satu kelas dengan Genia, lebih tepatnya satu meja.

30 menit perjalanan akhirnya mereka sampai di Toko alat tulis. Genia dan Vera langsung memasuki toko itu dan seperti biasa, Genia lansung meluncur memilih alat - alat untuk melukis atau hanya sekedar mencari cat air dan kanvas, sedangkan Vera meluncur ke tempat novel. Vera sangat menyukai cerita, apalagi tentang cinta di rumahnya saja sudah menumpuk ratusan novel layaknya perpustakaan.

Brukk... Seseorang telah menabrak Genia. Isi keranjang yang dibawa Genia pun tumpah. Dengan rasa bersalah, lelaki yang menabraknya itu pun langsung membereskan beberapa kanvas dan cet air yang berserakan di lantai. Genia terkejut melihat orang yang telah menabraknya.

"Sorry ya, gue gak sengaja, lo gapapa?" Tanya lelaki itu sambil bangkit memberikan barang yang telah ia bereskan. Kemudian, ia tersadar setelah melihat wajah gadis dihadapannya itu.

"Genia? Yaampun sorry ya gue bener - bener gak sengaja." Permintaan maaf itu terlontar lagi dari mulut lelaki yang akrab di sapa Ardi.

"Eh Ardi" Sapa Genia yang salah tingkah dan spontan memasang cengiran yang gak jelas.

"Ge, udah belum?" Suara Vera tiba - tiba mengagetkan keduanya. Genia pun segera membawa barang yang akan ia beli ke kasir.


❄❄❄



Baru saja mereka keluar dari toko itu, tiba - tiba hujan turun. Vera melirik ke kanan kiri mencari tempat duduk, karena menurut perkiraannya hujan akan lama redanya. Sementara itu, Genia malah memainkan gemercik air hujan yang bercucuran dari pinggir atap toko. Genia memang suka hujan, entah bagaimana hujan bisa menghipnotis seorang gadis manis seperti Genia, katanya hujan bisa menyejukan pikirannya. Dimana pun Genia berada, jika hujan turun Genia selalu memainkan gemercik air yang mengalir dari atap, entah itu di rumah, di sekolah, bahkan di kantor ayahnya. Menurutnya, hujan selalu mengembalikan memori masa kecilnya yang indah dimana hujan memberikannya kesenangan meskipun terkadang hujan membuatnya jatuh sakit.

Beberapa menit telah berlalu, hujan belum juga reda. Genia memutuskan untuk duduk bersama Vera, Genia kaget karena kursi panjang yang beberapa menit lalu kosong kini penuh diduduki orang - orang yang juga menunggu hujan reda, hanya tersisa sedikit tempat kira-kira untuk dua orang kurus mungkin cukup.

Hujan deras yang mengguyur kota kecil dalam waktu yang lama telah mengantarkan Vera menuju curhatan Genia. Panjang lebar Genia menjelaskan bahwa dirinya telah menyukai seorang pria yang beberapa pekan lalu membuatnya lolos dari surat izin masuk yang akan mengantarkanya menjemur di lapang bendera.

Tanpa Genia sadari, dibalik kecerian dan antusiasnya si pendengar curhatan diam - diam menyimpan keterkejutannya, ada titik kekhawatiran dan kegelisahan dibalik binar matanya. Cerita sahabatnya itu berhasil membuat hatinya retak. Ya, Vera juga sudah lama menyukai Ardi. Lama sekali, bahkan sebelum Genia mengenal Ardi.

"Hey" Tiba - tiba Vera menyapa sesorang di belakang Genia, dengan spontan Genia menoleh.

Tunggu.. sejak kapan dia ada disitu? Batin Genia yang tersadar jika orang yang dia ceritakan sudah ada di dekatnya.

"Hey Ra!" Lelaki itu menjawab sapaan dan menatap Vera sekilas dan langsung memalingkan pandangannya kepada Genia dengan tatapan datar. Sikap Ardi ini berhasil membuat Vera semakin khawatir, entah apa yang dikhawatirkan perempuan cantik itu. Disamping itu, Genia sangat senang setelah kemudian Ardi duduk di sebelahnya.

"Lo suka melukis?" Tanya Genia yang sedari tadi memberanikan diri untuk melontarkan pertanyaan itu saat melihat Ardi membawa kanvas.

"Heem" Jawab Ardi singkat dan datar tanpa menoleh Genia sedikitpun.

Vera sudah tak bisa lagi menahan kekhwatirannya. Dia mengajak Genia pulang, ada sesuatu yang penting katanya. Vera berbohong, baginya lebih baik pulang dengan basah kuyup daripada membiarkan Genia berlama - lama di dekat Ardi.

HAPUS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang