"Ge..."
"Genia bangun!" Teriakan mama Genia sudah biasa berbunyi pada pagi hari di depan kamar Genia dengan sangat nyaring.
Tok.. tok.. tok...
"Geniaaa!" Teriakan mama Genia semakin menjadi - jadi.
Dorrr.. dorr.. dorr.. Suara ketukan pintu pun berubah bak suara tembakan dimedan perang, mungkin lama - lama akan terdengar seperti ledakkan bom.
"Hmmm iya maaa" Sahut Genia yang terdengar masih mengantuk.
"Kamu ini males banget ya. Udah jam 7 nih. Kamu telat ke sekolah" omelan mamanya Genia mulai keluar.
"Hah?" Ya ampun jam 7? Bisa - bisa gue digantung di tiang bendera. Batin Genia. Tanpa memikiran apa - apa lagi Genia langsung berlari ke kamar mandi. Yang biasanya mandi 30 menit, sekarang Genia mandi 2 menit.
Setelah semuanya siap Genia baru sadar bahwa jam dinding masih menunjukkan pukul 06.00 WIB.
"Yaampun mama.. mungkin saking sayangnya sama gue sampe bohongin gue" gerutu Genia.
Mama Genia hanya tersenyum jail mendengar gerutu anaknya.
"Genia ayo sini makan bareng ayah udah jam 6 nih. Kamu sekarang berangkatnya bareng ayah ya, motor kamu mau dipake dulu sama om kamu selama satu minggu" Kata ayah Genia
"Hah? Satu minggu yah?" Tanya Genia kaget.
"Iya Ge, lagian kan kamu ada ayah. Bisa bareng ayah berangkatnya, kalau pulangnya sama temen aja atau naik ojek atau taksi" jelas ayah Genia.
"Hmm yaudah deh" kata Genia singkat kemudian ia melahap sarapannya.
❄❄❄
"Ge lo baik - baik aja kan?" Bisik Vera yang khawatir melihat Genia yang memegang kepalanya, sepertinya dia pusing.
"Gue gapapa Ra, emangnya kenapa?" Tanya Genia keheranan.
"Abisnya lo dari tadi pegang kepala mulu. Gue takut lo pingsan ntar yang repot gue" Jawab Vera dengan senyum jailnya.
"Yeh gue kira lo care sama gue, dasar lo! Gue gini tuh panas tau, emang lo gak panas apa?" Omel Genia.
Tanpa mereka sadari di depan sana salah seorang guru mereka yang sedang berbicara mulai memperhatikan mereka.
"Genia, Vera kedepan!" Seorang guru berkacamata memanggil mereka dengan nada marah. Mereka kaget bukan main ketika namanya disebut oleh guru yang terkenal galak, tanpa mempedulikan apapun mereka pun langsung ke depan, karena jika tidak mereka akan mendapatkan hukuman yang lebih - lebih berat.
"Ini nih contoh yang tidak baik. Coba kalian perhatikan mereka. Mengobrol ketika upacara sedang berlangsung diwaktu amanat pula. Ayo semuanya tatap mereka! Ini nih yang tidak mengerti nilai perjuangan bangsa yang tidak menghargai jasa para pahlawan" ceramahan Pak Tomi berhasil membuat Genia dan Vera malu, wajah mereka memerah.
Genia sempat melirik ke barisan laki - laki, disana Ardi nampak sedang memperhatikan Genia lalu kemudian terlihat menertawainya. Baru kali ini Genia melihat Ardi berekspresi, tak seperti biasanya datar. Genia sangat malu dan juga sebal melihat Ardi dengan teganya menertawai. Tetapi dibalik itu, ada kebahagian yang terselip dihatinya.
"Kamu! Yang di barisan ke dua kemari!" Pak Tomi rupanya menemukan mangsa baru. Dia menunjuk ke barisan laki - laki. Dan mangsa Pak Tomi itu tak lain adalah Ardi.
"Ini nih satu lagi ketawa - ketawa. Kamu baris dengan mereka!" Perintah Pak Tomi kepada Ardi yang kembali memasang wajah datar tanpa ekspresi, tapi tak ada rasa bersalah yang tersirat diwajahnya itu, datar tapi enjoy mungkin dia memang seperti itu.
"Hai" sapa Ardi pada Genia dengan berbisik, tak luput dari wajah datarnya. Genia hanya tersenyum kemudian menunduk. Malu dan senang rasanya bisa kembali berada didekat Ardi, apalagi sekarang dia menyapanya.
Upacara pun selesai hal yang ditunggu - tunggu oleh Genia dan Vera, mereka sudah sangat malu berdiri di depan sana. Tapi lain dengan Ardi, kali ini dia ingin lebih berlama - lama berdiri disana. Ada sesuatu yang menjadi alasannya seperti itu.
"Gue tunggu diperpus istirahat pertama" Bisik Ardi tepat ditelinga Genia, bahkan bibirnya pun hampir mendarat di telinga Genia dan hidung mancungnya itu sudah tenggelam dalam rambut sebahu gadis manis itu. Memang bukan waktu yang tepat untuk berbisik disaat para siswa berhamburan dari lapangan.
❄❄❄
Bel tanda istirhat pertama telah berbunyi. Genia langsung membawa bekalnya menuju perpustakaan walaupun di perpustakaan dilarang makan tapi dengan tubuh kecilnya Genia bisa menyelinap dengan aman.
Sesampainya di perpustakaan Genia belum melihat adanya Ardi. Dia memutuskan untuk membaca buku sambil menunggu Ardi, walaupun sebenarnya dia bukan membaca buku melainkan makan siang. Baru satu suap Genia merasakan ada sesuatu, sepertinya ada yang duduk di hadapannya. Dan ketika dia menurunkan buku yang menjadi topengnya itu benar saja, sudah ada seseorang terduduk manis dengan wajah datar ciri khasnya itu.
"Hey, udah lama disini?" Tanya Genia salah tingkah dan langsung menghentikan makannya.
"Di perpus itu gak boleh makan" katanya datar.
"Yang penting gak ketauan aja" jawab Genia pura - pura santai, padahal sebenarnya dia malu.
Tanpa bicara apapun, Ardi membawa makanan Genia ke hadapannya dan langsung melahapnya. Genia juga tak berbicara dia hanya bengong terheran - heran melihat tingkah Ardi, tapi menurutnya lucu. Beberapa saat kemudian Ardi menatap Genia, entah apa yang dipikirkannya dan tak disangka, Ardi mengarahkan sesendok nasi abon itu ke mulut Genia, dengan keterkejutannya Genia melahapnya.
"Btw ada apa nih ngajakin gue ke perpus?" Tanya Genia penasaran.
"Pengen ketemu aja" jawab Ardi dengan sedikit senyuman, tak ada lagi wajah datar tergambar disana.
"Yeeee serius" Genia tertawa mendengar jawaban Ardi.
"Duarius" kata Ardi singkat dan serentak keduanya tertawa. Baru kali ini Genia melihatnya tertawa, karena biasanya Ardi memang jarang tertawa.
Di sisi lain Vera diam - diam mengintip di sudut lemari buku. Dia merasakan ada sesuatu yang mengganjal hatinya ketika melihat Ardi mulai mendekati Genia.
Mereka akrab banget. Padahal, dulu Ardi deket sama gue sebelum tiba - tiba dia ngejauhin gue. Batin Vera.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPUS
Teen FictionKetika seorang gadis bernama Genia tak sengaja terbawa ke dalam peristiwa seseorang, kemudian terjebak kenyamanan. Sampai pada saat dimana waktu berubah menjadi kejam membuat Ardi lupa akan dirinya sendiri. Lalu apa yang akan dilakukan Genia?