PERJALANAN KE DIMENSI LAIN

125 7 1
                                    

Rani terbang bersama Aurora, menembus pekat malam, melewati jalanan sunyi, kabut dan dinginnya malam yang cukup mencekam. Lolong anjing dan kelelawar menemani perjalanan mereka. Hingga akhirnya mereka mendarat di belantara hutan yang entah berantah.
Rani membuka matanya, Aurora tersenyum puas.

" Aku ada di mana sekarang ? Kenapa ada di hutan begini. Oh My Good, ini di mana ? "

" Kamu tidak usah takut Rani, kamu sekarang berada di kehidupan kami, dimensi lain, aku membawamu menembus lorong waktu ratusan tahun yang lalu. "

" Oh tidak ... tidak ... tidak ... ini tidak mungkin, aku pasti sedang bermimpi. " Rani meraba seluruh tubuhnya bahkan mencubit lengan, menggigit bibir, memukul kepalanya, dan dia barulah yakin bahwa dirinya tidak sedang bermimpi.

" Ha ha ha ha ... ini bukan mimpi Rani, ini kenyataan yang harus kamu hadapi. " Aurora tertawa puas.

" Kembalikan aku ke asalku, aku tidak mau di sini, aku ingin pulang, aku ingin bersama ayah dan ibu. Kembalikan kumohon. "

Rani tersungkur menangis dan memohon pada Aurora. Tapi Aurora mengabaikannya.

" Kamu hanya akan kembali jika dendamku terbalaskan. Aku butuh kamu. Karena hanya kamulah yang bisa membantuku. "

" Kenapa harus aku, kenapa tidak orang lain saja ? "

" Kenapa ... ? ha ha ha ha. Apa kamu yakin ingin tahu kenapa ? Karena darahmu adalah darahku. Kamu keturunan ke tujuh terakhirku. Dan hanya kamu satu-satunya yang bisa melepaskan kutukan dan membantuku. Tetesan darahmu yang menetes pada lukisan itu telah melepaskan aku dari kutukan itu dan sekarang aku butuh kamu untuk membalaskan dendamku, agar hidup kita bisa tenang. "

" Apa ? Jadi kamu ... ? " Rani tersentak kaget.

" Ya aku nenek buyutmu Rani. Kau harus percaya itu. Dan aku tidak akan mencelakaimu karena kamu satu-satunya keturunan yang tersisa di keluarga kita. "

" Tidak mungkin, aku pasti bermimpi buruk lagi. "

" Sudahlah Rani, tidak usah menangis, terimalah takdirmu, aku sudah menunggu ratusan tahun untuk waktu ini tiba. Bantulah aku agar akhir hidupku tenang dan hidupmu juga tenang. "

" Jika kamu nenek buyutku, berarti aku harus memanggilmu apa ? "

" Panggil aku oma atau Aurora juga tidak apa-apa, terserah kamu ingin memanggilku apa, bebas. "

Rani berpikir sejenak, memandangi Aurora yang terlihat tidak beda jauh dengan usianya.

" Baiklah aku akan memangil namamu saja, Aurora. Karena kamu terlihat muda tidak berbeda jauh dengan usiaku. "

" Good dear Rani. Ayo berdirilah kita harus mencari tempat untuk beristirahat. "

Aurora mengulurkan tangannya dan menuntun Rani untuk berjalan didekatnya. Sepanjang jalan Rani terdiam, di kepalanya ada banyak pertanyaan, dan akhirnya tibalah mereka di sebuah pohon besar yang berlubang.

" Kita harus memasuki lubang di pohon itu, di sana ada lorong jalan menuju kediamanku dulu. "

" Kesana ? Masuk ? " Rani menghentikan langkahnya.

" Ya masuk kesana, ke lubang pohon itu. Kenapa ? Kamu takut ? Ada aku bersamamu, jadi tidak usah takut. "

" Baiklah, " kata Rani.

Dan mereka pun masuk ke lubang pohon besar itu. Rani terkesiap melihat keunikan di dalamnya. Lentera yang dibawa Aurora memancarkan cahaya kemilau berwarna warni di sepanjang lorong pohon tua itu.

" Wah cantik banget. Aku suka. "

Aurora tersenyum tipis, satu tangannya mengusap pucuk kepala Rani.

" Kamu suka ? Syukurlah jika kamu suka. Sebentar lagi kita akan sampai di istana. "

-----------------------------------------------------------------------------

" Rani ... bangun sayang sudah siang. Ayo turun kita sarapan dulu. "

" Huam ... hmmm " Maya membuka matanya mendengar ketukan dan suara panggilan mamanya Rani, lalu dia beranjak dan segera membuka pintu.

" Iya tante tunggu sebentar. "

" Ceklek, " pintu pun terbuka, mamanya Rani masih berdiri di sana.

" Raninya mana May ? "

" Gak tahu Tante, mungkin lagi di kamar mandi. Nanti Maya panggil dulu ya. "

" Gak usah, nanti bilangin aja suruh siap-siap sarapan. Kamu juga segera bersihkan dirimu terus kita sarapan bareng-bareng. "

" Siap Tante, nanti Maya sampaikan dan kita turun untuk sarapan, hehehe... " Maya tersenyum penuh semangat. Dan mamanya Rani tersenyum tipis mendengar jawaban Maya.

" Baiklah, Tante tunggu dibawah ya. " Mamanya Rani segera turun.

****

" Ran ... kamu di mana ? " Maya mencari Rani ke kamar mandi, tapi di sana kosong.

" Rani kemana ya ? Kok kamar mandinya kosong. Jangan-jangan dia tidur di dalam lemari. " Maya berjalan menuju lemari baju lalu membukanya.

" Kok kosong, apa dia lari pagi ? Tapi tadi pintu kamar kan masih terkunci waktu aku membukanya. Dan kuncinya menggantung di dalam. Duh dia kemana sih bikin mumet aja tuh anak. " Maya mengacak rambutnya sendiri. Seisi kamar dia mencari Rani. Jendela kamar terkunci dan terhalang teralis tidak mungkin Rani keluar lewat jendela, apalagi kamarnya berada di lantai atas.

" Pusing gue, tuh anak dari kemarin emang aneh. Tidurnya ngigau terus, sekarang malah ngilang gitu aja. Ran ... Rani kamu dimana ? Jawab gue dong ? "

****

" Tunggu ! Aku mendengar suara temanku memanggilku " Rani berhenti.

" Sudah abaikan saja, kita tidak punya banyak waktu. Ingat Rani kita hanya punya waktu 3 jam, sekarang tinggal 2 jam 45 menit lagi. Ayo kita lanjutkan perjalanan kita. Jika 3 jam kita tidak bisa menyelesaikannya, maka selamanya kamu akan di sini bersamaku. "

" Hah ... yang benar saja Aurora ? Nanti bagaimana dengan kuliahku ? "

" Makanya kamu harus fokus membantuku. "

" Baiklah kalau begitu. " Mereka pun melanjutkan penjalanannya.

****

" Tante ... Rani tidak ada di kamarnya ? "

" Tumben ? Dia kemana ya ? Semua pintu masih terkunci, lalu dia kemana ? "

" Maya juga tidak tahu Tante. Maya hanya menemukan bingkai lukisan tua ini di lantai dan ada bercak darah di sana. " Maya memperlihatkan bingkai lukisan itu. Tangan Clarissa bergetar menerimanya. Lalu dia berteriak memanggil suaminya.

" Ayah ... gawat yah. " Clarissa memanggil suaminya.

" Apanya yang gawat Bu ? "

" Rani hilang Yah. "

" Maksudnya gimana Bu ? Ayah gak ngerti. "

" Rani tidak ada di kamarnya Yah. Ibu sama Maya sudah mencarinya tapi tidak ada. Dan ini yang ada di kamarnya. " Clarissa menunjukkan lukisan tua itu pada suaminya.

" Deg ... "

Robert tersentak kaget melihat lukisan tua itu.

" Kenapa lukisan itu bisa ada di kamar Rani ? Bukannya ayah sudah bilang supaya lukisan itu disembunyikan, dan jauhkan dari pandangan anak kita. "

" Ibu juga gak ngerti kenapa lukisan ini bisa ada di kamarnya. Dan wanita di dalam lukisan ini menghilang, begitu juga dengan anak kita. Hiks " Clarissa tersedu menahan tangis.

LUKISAN HIDUPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang