5_Part-time Sleepiness

111 49 18
                                    

Unknown message for Alyce
Simpan nomorku, aku mendapatkannya dari orang terdekatmu.

Unknown message for Erhard
Malam adik kelasku, simpan nomorku ini ya, Brianna. Oh ya, maaf karena tidak memberitahumu lebih dulu. Aku tahu nomormu dari orang yang kamu percayai. Sampai jumpa besok (⁠♡⁠ω⁠♡⁠ ⁠)⁠ ⁠~⁠♪

Alyce bingung bagaimana membalas pesan tersebut sedangkan Erhard sudah mengetik walaupun tidak memilih untuk mengirimnya. Si pengirim masih menunggu balasan dengan melakukan kegiatan lain, seperti Niall sibuk bermain game online dan Brianna yang bersantai setelah membantu dokter di ruang operasi.

Alyce tidak berkutik dan melempar ponsel ke tempat tidurnya. Di posisi lain, Erhard frustasi lalu beranjak ke kamar dan bergumam samar melihat atap. Keluarga dengan marga Calesthane kesal terhadap kondisinya saat ini, bersamaan menarik selimut sampai menutup wajah dan memaksakan diri agar terlelap setelah mengalami overthinking yang mengacaukan pikiran mereka masing-masing.

~•~

Cahaya terang nan hangat menyoroti kamar Alyce yang langsung mengarah pada wajahnya di mana tempat tidurnya berada di samping jendela. Hari masih berlanjut untuk meneruskan ujian praktek di kampus, semua kegiatan yang dilakukan setelah mengambil S1 sebagai dokter umum membuatnya lelah karena bukan jurusan keinginannya.

Sebagai mahasiswi yang terbaik di kampus tersebut, beberapa Profesor dan dokter baru ingin mengujinya lagi bahkan memberikan ilmu yang belum diajarkan dengan kata lain Alyce diizinkan untuk berdiri di atas panggung sebagai wisudawati. Entah keajaiban apa sehingga pengajar kampus sangat menyayangi Alyce sebagai penerus Prof. Richard.

"Padahal semua proses untuk menjadi dokter sudah aku jalani, tapi kenapa aku harus melakukan hal repot lagi? Suatu saat aku akan kuliah lagi dengan jurusan yang sesuai minat bakatku!!" ucapnya gigih sambil termenung menunggu adiknya keluar dan sarapan bersama.

Pagi yang tenang di dalam rumah bersama roti panggang hangat buatan Alyce, Erhard keluar dan bercengkerama manis di ruang makan. "Pagi, kak. Aku yang bawa atau kakak?" Kendaraan roda dua ini selalu menjadi andalan mereka setiap bepergian.

"Kamu saja yang bawa. Ayo berangkat." Bangkit kakaknya, menepuk pundak Erhard yang tangannya penuh remahan roti.

"Ahh kak Alyce!!" rautnya kesal. Setelah diantar oleh adiknya, dirinya berjalan menelusuri koridor utama dalam tatapan kosong tidak memperhatikan jalan.

'BuGh.' Keningnya menabrak sesuatu, terdengar dehaman maskulin yang tidak sengaja ditabrak menyadarkan semua pikiran sunyi dalam kepalanya.

"Kamu baik-baik saja?"

"Niall, apa kamu salah jalan? Seharusnya aku tidak sampai menabrakmu soalnya posisiku tidak berlawanan arah." Usaha membela diri walaupun dirinya juga salah karena berjalan sambil termenung.

"Tidak, aku benar kok. Matamu saja yang tidak melihat ke depan." Alyce tertegun. "Perhatikan kemana kamu akan pergi, untung aku yang menabrakmu." lanjutnya bangga sampai berani tersenyum sombong.

"Kau ini! Untungnya kita bertemu, ada yang ingin aku tanyakan. Semalam ada yang mengirim pesan dan kurasa itu–"

"Benar, itu aku. Pasti kamu penasaran dari mana aku mendapatkannya, carilah orang terdekatmu. Nah, pastikan jika orang tersebut mengenalku juga."

The Dream That I ExpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang