SATU

64 4 0
                                    

Jakarta, Mei 1998

Hari itu matahari tidak tampak, awan menggulung, dan langit berwarna abu gelap. Sebuah mobil sedan hitam dengan desain klasik elegan melewati jalan yang sisi kanan dan kirinya berderet pohon, laksana tentara yang menyambut seorang raja. Mobil hitam itu berhenti depan pintu rumah yang keliatan biasa saja namun memiliki lahan yang luas.

Charles, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, turun sambil di gandeng pengasuhnya, setelah Pak Adi-sopir yang hampir 10 tahun mengabdi di keluarga itu-membukakan pintu. Pintu mobil di buka, pengasuhnya menggandengnya masuk ke dalam rumah kemudian mengganti pakaiannya. Setelah berganti pakaian rumah dia berlari ke ruang tengah, memainkan mobil dengan remote kontrol yang baru di belikan mamanya kemarin. Crystal Adijaya-mama Charles- sedang duduk  menonton TV, sebentar memperhatikan anaknya kemudian pandangannya kembali layar TV. Sedangkan susternya sedang ke belakang mengurus sesuatu.

Beberapa lama ia bermain, Charles menjadi bosan. Charles menghampiri mamanya. Kemudain  naik ke sofa, dan dengan manja mendekat ke mamanya, seperti biasa mamanya memeluknya dengan hangat. Charles melihat apa yang di tonton mamanya. Layar TV itu memperlihatkan kerumunan orang yang masuk sebuah mini market yang kacanya sudah berhamburan di lantai dan membawa keluar barang-barang yang ada di dalamnya. Sebelum anaknya bertanya apa yang terjadi, Crystal  mengganti saluran televisi, kali ini terlihat jalanan yang di hiasi dengan mobil yang sudah terbakar, dan berganti dengan gambar orang-orang yang berkerumun di depan sebuah gedung berwarna hijau dengan membawa spanduk sambil berteriak-teriak. Crystal mematikan televisi,memeluk Charles dan mencium dahinya.

Suster Ina membawa keluar tas koper yang besar. Bagitu besarnya sampai Charles bisa bersembunyi di dalamnya jika main petak umpet.

"Semuanya sudah siap, Bu", Suster Ina memberi tahu Crystal. Crystal mengamati barang yang sudah di bawa Suster Ina, 

"Sudah ga ada yang ketinggalan? ”

"Ga ada, Bu,jawab Suster Ina yakin.
Pasport?" Tanya Crystal. Suster Ina memberikan passport ke Crystal.

"James sudah langsung ke bandara?"

"Iya, bu."Jawab suster Ina sambil mengoper barang-barang ke Pak Adi untuk di bawa ke mobil.

Satu hal yang di ingat Charles jika mamanya menyebut kata Passport, ia akan melihat hal-hal yang tidak ada di tempat ini, seperti salju. Dan ia memang menyukai salju, mirip es serut. Membayangkannya salju, ia sudah bahagia. Ia tidak ingat  nama tempat yang ada saljunya itu karena terlalu sulit di ingat, ia hanya ingat kata Passport dan Salju. Sekali lagi ia akan melihat es serut yang banyak sekali. Ia menjadi antusias.

"Ma kita mau lihat salju ya?"Tanya Charles masih memeluk mamanya.

"Iya." Kali ini Crystal menggendong Charles.

“Asikk. Kita nanti makan es yang banyak ya ma.”

"Iya sayang."

Crystal tersenyum melihat anak laki-lakinya yang sedang berceloteh.

Merekapun berangkat. Charles melalui jalan yang rimbun di daerah itu dengan perasaan senang karena akan melihat salju.
Mobil yang di kendarai Charles tiba-tiba berhenti.

"Ada apa ,Di?"tanya Crystal sambil melihat ke depan. Beberapa meter di depannya muncul laki-laki yang menghadang jalan sambil membawa besi panjang dan pedang. Mereka berlari ke arah mobil sambil mengayunkan apa yang di tangannya. Pak Adi memutar mobil ke kanan, untuk berbalik arah. Tapi seorang yang berlari paling cepat, berhasil memukul kaca belakang mobil dengan tongkat, dan kaca mobil itu retak. Crystal melindungi kepala anaknya,dan Charles memeluk mamanya erat-erat. Mobil itu melaju secepat mungkin meninggalkan orang-orang anarkis itu di belakang.

 LOVE & HATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang