My heart

4.1K 286 35
                                    

Sore ini aku duduk di teras cafe dengan secangkir kopi di meja. Di tempat pertama kali aku bertemu dengan Livia, gadis kecilku. Sudah hampir seminggu sejak kejadian di kantor aku tidak bertemu dengannya. Pesan dan telpon pun diabaikannya. Aku hampir gila dibuatnya. Belum lagi diunggahan Instagramnya selalu berdua dengan bajingan kecil itu. Aku semakin sakit dibuatnya.

Aku sudah mencari tahu melalui orang kepercayaanku siapa Daniel. Dia bajingan kecil yang suka menjual gadis muda kepada hidung belang. Aku semakin ingin memiliki gadis kecilku. Melindunginya dan selalu membuatnya bahagia. Bukannya tidak tahu aku dimana dia saat ini. Tapi aku sengaja tidak menemuinya. Aku ingin dia menyadari sendiri perasaannya. Ponselku berdering, nama Livia terlihat di layar. Aku tersenyum.

" Hallo Uncle." Suara disebrang terdengar begitu aku menggeser tanda hijau di ponselku.

" Yes, baby." Ucapku lembut.

" Uncle dimana, aku di kantor nih."

Suara itu terdengar merajuk. Aku tertawa.

" Di Cafe." Ucapku ringan.

" Di Cafe, sama siapa. Trus Uncle balik ke kantor ga?"

Kali ini merengek. Aku tersenyum.

" Sepertinya aku tidak kembali ke sana, aku harus ke luar kota." Ucapku dengan senyum. Aku ingin menggodanya.

" Maksudnya?" Tanyanya dengan suara penasaran.

" Setelah dari sini langsung ke luar kota." Jawabku tenang.

Sambungan terputus, aku yakin gadis kecil itu kesal. Dia akan cemberut. Pasti terlihat lucu. Aku segera saja membawa langkahku menuju kantorku yang hanya terpisahkan dua bangunan saja. Aku menatap seorang gadis berjalan sambil menunduk keluar dari lobby kantorku. Aku sedikit mempercepat langkahku. Setelah aku berada dibelakangnya. Aku langsung menggendongnya.

" Hei...what are you doing, put me down, Bastard." Umpatnya galak.

" What..baby?" Ucapku di telinganya.

" Oh my gosh, Uncle..jahat...jahat."

Tangan kecil itu mengepal dan memukul mukul dadaku. Aku membawanya kembali ke kantorku.

Sepanjang koridor yang di lalui, karyawanku menatap dengan senyum. Aku tidak peduli. Bahkan ketika Angela melihatnya dan menatap dengan kilatan mata kesal. Aku malah sengaja mencium bibir gadis yang tidak lagi meronta dalam gendonganku. Tangannya kini melingkar nyaman di leherku.
Aku mendudukkan Livia di sofa begitu masuk ke ruangan. Lalu aku duduk disebelahnya. Dengan manja dia menyenderkan kepalanya di dadaku.

" Ada apa menemuiku." Tanyaku sambil mengusap kepalanya.

Wajah itu menoleh galak. Dia menatapku dengan mata menyipit.

" Emang ga boleh ya ketemu." Tanyanya ketus. Aku tergelak.

" Nanti pacarmu marah." Ujarku cepat.

Dia menggeleng. Tangan melingkari tubuhku.

" Udah putus." Jawabnya pendek. Aku menatapnya.

" playboy." Ucapnya lagi.

Aku tersenyum menatapnya. Aku membalas pelukannya.

" Aku mau jadi pacar Uncle saja." Ucapnya manja.

Aku tertawa. Dia menatapku. Wajahnya cemberut. Matanya mendelik.

" Aku sudah punya pacar." Ucapku dengan senyum.

" Uncle..ish..pacarnya tante jelek yang tadi melotot judes ya, yang pakai baju hitam trus roknya kependekan, iya kan." Ucapnya sambil menatapku judes.

" Namanya Angela, dear." Ucapku tenang. Dia berdecih.

" Ehm, benarkan. Ya sudah, aku pulang." Ucapnya sambil bangun dari duduknya.

" Sudah?" Tanyaku sambil menatapnya.

" Ya, sudah. Aku ke sini cuma mau bilang itu. Tapi langsung patah hati karena Uncle sudah punya pacar." Ucapnya sambil cemberut.

Aku menatapnya sambil mengulum senyum. Aku senang sekali melihatnya cemberut seperti itu.

" Boleh aku kasih saran, Uncle?" Tanyanya pelan. Matanya menatapku dengan bias kesedihan.

" Yes, of course." Jawabku singkat.

" Angela tadi tidak pantas untuk Uncle." Ucapnya sambil menunduk.

" Kenapa?" Tanyaku, kali ini aku menghampirinya dan mendongakkan wajahnya agar menatapku.

" Terlalu tua, pakaiannya ga sopan, dandannya menor, satu lagi..ehm,..ehm.." Ucapnya takut takut.

" Apa satu lagi?" Tanyaku, sebenarnya aku ingin tertawa. Tapi aku menahannya.

" Dadanya serem, kegedean."

Aku tergelak. Aku tidak lagi sanggup menahannya.

" Trus yang pantas buat Uncle siapa dong?" Tanyaku menggodanya.

" Yaaa..yang lebih muda, dandannya ga menor, bajunya sopan trus dadanya normal." Ucapnya dengan mata mengerjap.

" Ehm, gitu ya..kalau yang seperti barusan itu berarti kamu dong." Ucapku sambil mengusap pipinya yang terlihat membarutkan rona merah. Cantik sekali.

" Ah, aku tadi sudah ditolak." Ketusnya.

Aku tertawa. Aku kembali mendudukkan diri. Lalu aku menarik pinggangnnya dan mendudukannya dipangkuanku. Dia meronta.

" Diam sayang. Duduk yang tenang, jangan bergerak gerak begitu." Livia menurut. Dia duduk dengan tenang.

" Dengar, Aku sahabat Uncle mu, tapi usia kami beda lima tahun dan usia kita beda tujuh tahun. Dari kecil kamu memanggilku Uncle, tapi sekarang kamu sudah dewasa. Tolong jangan panggil lagi Uncle, okay. Itu satu, yang kedua lebih penting. Tolong dengarkan." Aku menghela napas sebentar.

" Kamu satu satunya orang yang mampu menghadirkan tawa dihidupku. Kalaupun aku harus menghabiskan waktu sepanjang hidupku, itu haruslah denganmu. Jadi mana mungkin aku bisa mencari pacar atau istri sementara aku ingin menghabiskan hidupku ini bersamamu. Dua belas tahun bukan waktu sebentar untukku menunggumu agar menjadi seorang gadis dewasa. Kamu mengerti."

Livia menatapku. Aku menatap lekat mata cantik di depanku.

" Lalu Angela?" Aku tertawa pelan.

" Angela itu sahabatku. Dia kesal dan marah begitu tahu bahwa aku menginginkanmu."

Livia mengernyitkan keningnya. Aku mengulas senyum.

" Menurutnya..you're too young for me." Livia mengulas senyum.

" Bukan..bukannya aku yang terlalu muda tapi Uncle yang terlalu tua." Kami tertawa bersama.

" No more Uncle, baby." Ucapku pelan.

" Ah, ya..Thony. Anthony. How are Anthony, everything's fine?" Livia menggodaku. Aku menjadi gemas.

" Always fine when I'm with you, dear." Aku mengecup lembut bibirnya.

My Little Girl ( COMPLETED )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang