Eight

1.9K 47 2
                                    


Jam menunjukan pukul 13.00
Hari ini langit mulai mendung,angin berhembus menggugurkan daun daun. Daun dari pohon angsana berguguran layaknya musim gugur,terhembus angin hingga jatuh dilantai lantai balkonku.

Mataku terbuka sedikit demi sedikit merasakan sentuhan angin dingin, terlihat bayang bayang seseorang sedang menutup jendela balkonku rupanya dr Janu.

"Sudah baikan mel?" tanya dr Janu berjalan ke arahku

Sejauh ini sedikit lebih baik daripada pagi tadi.walau masih sedikit pusing.

"Baikk dok,kan ada dokter ganteng disini hehe" jawabku sambil berusaha bangun dari ranjang

"Hehe seganteng apa doktermu?.Sini biar aku bantu duduk" ucap dr Janu membantuku bangun dari ranjang

"ganteng pokoknya hehe" jawabku cengengesan

"Kakak dari tadi nunggu aku disini?" tanyaku penasaran

"Hehe iya habisin kamu belum bangun,belum bisa tenang" jawab dr Janu

"Kak kalau aku panggil kamu Kak andrean saja gimana?" Tanyaku

"hehe boleh dengan senang hati tuan puteri" jawab dr Janu sambil mengelus rambutku

"Hehe iya kak" rasanya memanggil dr Janu serasa begitu canggung,aku lebih suka memanggilnya andrean ketimbang Janu. Begitu juga dr Janu lebih suka memanggilku Amel hehe.

"Mel,kalau sakit bilang minta obat istirahat.kakakmu dokter sayangkuu jangan seperti itu " ucap dr Janu dengan tegas

"Hehe iya kak pasti " jawabku sambil senyam senyum menatap matanya yang tajam

"Hipotensi! Kalau capek istirahat, Jangan ngeremehin sakit Mel" ucap dr Janu tegas

"Aku mencium aroma aroma obat obatan hehe,bau etanol kamu abis ngapain dokter ganteng" jawabkku sambil mengendus enduskan hidungku menggoda dr Janu

"iss amell" dr Janu sebel

"hahaha"

"Minum obatnya jangan lupa!" perintah dr Janu

"siap,hehe" jawabku sambil
cengengesan

Heningg seketika

"Tau tidak kenapa? "tanya dr Janu memecah keheningan

"Apa kak?"

"Cita citaku ingin menjadi dr spesialis bedah tapi baru jadi dokter umum aja uda mundur hahaha" jawab dr Janu tertawa lepas

Akan tetapi aku melihat tawanya tidak lah tawa seseorang yang senang melainkan putus asa .

Aku hanya terdiam,karna hal itu sama sekali tidak lucu.aku lebih senang melihatnya memakai jas putih berkalung stetoskop memakai kaca mata dan beraroma obat.

"Dahuluu Ayahku adalah dr spesialis bedah umum,ayahku meninggal saat usiaku 8 tahun. Aku memakai nama Janu sebab Januartha adalah nama marga ayahku.aku lebih senang dipanggil Janu ketimbang yang lain" ucap dr Janu berdiri menghadap jendela

Seketika aku langsung terenyuh mendengar cerita dr Janu.

"Lalu kenapa sekarang kamu memilih melakukan pekerjaan lain kak" tanyaku ironis

"Karna ayah tiriku tidak suka aku menjadi dokter ia lebih suka aku memimpin perusahaan yang ia bangun dan besarkan" jawab dr Janu

Ia tampak murung raut mukanya memperlihatkan kekecewaan.

"astagaa" aku hanya terdiam merasa sedih,sesuatu hal yang seharusnya ia miliki telah dirampas sepenuhnya. Sesuatu hal yang mewarnai hidupnya telah sirna

"Membuat setiap orang tersenyum,merasa tenang,senang akan kehadiran dokter adalah kebahagiaan tersendiri bagiku mel" ucapnya

"Jadilah dokter untukku kak,kapanpun kau inginkan!"

"Jangan pernah pergi dariku mel" tungkasnya

Tak pernah aku melihat ia serapuh ini seputus asa ini, yang aku tau dr Janu selalu tersenyum membawa ketenangan kedamaian setiap orang yang melihatnya.

***

dr andrean radita Januartha pov

Hari sudah sore ketika aku memutuskan untuk pulang dari rumah Amel,aku tentu sangat khawatir dengan keadaanya. Bagaimana tidak wajahnya pucat suhu badanya tinggi. Hanya dengan istirahat keadaanya akan mulai membaik,aku tau itu. Tapi rasa khawatir tetap saja tak bisa disembunyikan. Amel bagaikan cahaya ku yang tak pernah sirna seperti lentera dimalam yang gelap.

"Darimana saja kamu Andre?! Jam segini baru pulang! Kamu lupa hari ini ada meeting" ucap seseorang

"Apa urusan ayah" jawabku singkat bergegas menaiki tangga menuju kamar

"Kak andre bisa sopan gak sih sama ayah!" sahut Clarissa tiba tiba datang entah darimana

Ya seseorang yang keras tersebut adalah ayah tiriku,Ranca Mahendra seorang pemilik perusahaan besar di Solo. Ayah tiriku menikahi ibuku (Yulistika Dewi) saat usiaku 9 tahun dengan membawa saudara kembar tiriku yang sekarang sudah seusia Nadira amelia arisya yaitu Rio Mahendra dan Clarissa Mahendra.
Beruntung mereka lebih muda dariku sehingga kepemimpinan perusahaan jatuh ketanganku,bukan Rio. Tapi aku tak pernah ingin mewarisi kepemimpinan itu,Rio yang lebih berhak atasku.

"Biasalah si pemberontak,gak punya sopan santun sama orang tua! Haha" Rio datang dengan wajah sarkasnya

Setiap hari setiap saat rumah seperti neraka bagiku. Apapun keputusan ayahku harus selalu aku jalankan,ucapan ucapan Rio yang seakan akan aku telah merebut hak nya selalu keluar dari mulutnya.

Dirumah dimana aku dibesarkan tak pernah ada yang menghargai keputusanku,harga diriku selalu diinjak injak.
Walau Rio dibesarkan oleh kasih sayang ibuku tak pernah dia menghargai aku sebagai saudara nya.

"Sungguh apa yang kalian sedang ributkan,kalian ini sudah besar ya Tuhann" ucap Ibuku

"Andre tidak datang ke rapat penting siang ini mah,dia kelayapan kesana kemari.sungguh sangat disayangkan" sahut Rio memicingkan matanya

Apa yang bisa aku harapkan dari kekisruhan setiap hari,dirumah aku selalu berusaha mengabaikan dan tak memikirkanya.tentu saja aku tau telah mengecewakan ayah tiriku tapi semua itu bukan tanpa sebab.sebelum aku memasuki kamar betapa bergetar hatiku mendengar perkataan Ayah..

"Aku akan menjodohkanya besok!" ucap ayah dengan tegas dihadapan ibu dan adik adik tiriku

Apa? Jodoh? Dijodohkan? Batinku semakin tersiksa rumah ini seperti gubug penderitaan bagiku. Ingin aku memberontak tapi sungguh sangat tak berdayaa

Hingga pernah terbersit dalam benakku.
Kenapa tidak meracik racun untukku mati?


:)

Cintaku Seorang DokterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang