invitation card

918 188 47
                                    

"eh, eh! udah denger soal kak langit sama kak kayla belum? ih, sumpah deh, gemes banget gue sama mereka!"

suara memekik tertahan itu membuatku refleks berhenti membaca. tubuhku menegak bersamaan dengan mataku yang menatap kosong. buku Garis Waktu karya Fiersa Besari sudah tak lagi menjadi fokusku. atensiku teralih pada dua orang siswi kelas sepuluh yang duduk tepat di belakangku.

"ih, iya bener! lo udah liat belum postingan instagramnya kak kayla? gemes banget masa mereka foto rangkulan sambil senyum lebar gitu! huhu, kapalku!"

oh, tentang kayla dan langit. aku sudah mendengar banyak tentang mereka lewat omongan-omongan siswa di kelasku. bagaimana tidak, mereka berdua sama-sama siswa populer di sini.

"katanya mereka mau tunangan, ya? lo diundang gak?"

"enggak, lah. emang gue siapa? tapi gue penasaran deh, kayak gimana pertunangannya. secara mereka 'kan, masih sekolah. emang gak menimbulkan kontroversi gitu?"

benar juga, mereka masih sekolah.

suasana kantin yang ramai membuatku harus menajamkan pendengaran. bukan maksudku ingin menguping pembicaraan mereka tapi entah kenapa rasa penasaranku membuncah saat mendengar nama langit.

"guru-guru gak pada tau, sih. ya masa dikasih tau."

"eh, eh!" seru salah satu dari mereka. "cek grup kelas buruan! katanya fanisa dikasih undangan sama kak kayla!"

lalu selanjutnya, yang dapat aku dengar dari mereka adalah pekikan-pekikan iri.

mataku mengedar ke penjuru kantin. beberapa orang yang ada di sini sibuk dengan urusannya masing-masing. ada yang sibuk mengerjakan tugas, ada yang sibuk berbincang dengan teman-temannya, dan ada juga yang sibuk makan.

aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku. sudah sekitar lima belas menit namun aku tak kunjung mendapatkan pesananku. padahal biasanya tidak selama ini. apalagi sekarang tidak seramai hari-hari sebelumnya.

baru saja aku hendak bangkit untuk menanyakan pesananku pada penjual makanan, pemuda bersurai hitam sudah lebih dulu menarik kursi di depanku. tangannya meletakkan sepiring nasi goreng di atas meja.

"loh?" aku mengerutkan kening samar. "kok, makanannya dianterin sama lo?"

langit mengulas senyumnya. ia mendorong piring nasi goreng tersebut mendekat ke arahku. dagunya mengendik.

"kamu makan aja dulu. nanti keburu bel. saya tau kamu belum sarapan," ujarnya.

meski sedikit bingung, aku memilih meraih sendok lalu menyuapkan nasi tersebut ke dalam mulut. ekor mataku sesekali melirik langit yang sedang sibuk memainkan ponsel.

setelah beberapa saat hening tanpa ada suara selain dentingan sendok dan piring, aku mengangkat wajah. bibir bawahku kugigit pelan karena gugup.

"kenapa gak balik ke kelas?" tanyaku ragu. aku takut pertanyaanku malah terkesan mengusir.

langit tersenyum lagi, mengeluarkan sesuatu dari saku seragamnya. "ini, saya sengaja ngasih sendiri ke kamu. saya gak mau kamu diundang sama orang lain selain saya."

sebuah undangan dengan desain elegan berwarna putih yang berpadu warna keemasan membuatku tertegun. di atas kertas tersebut tertulis nama langit althafandra dan kayla syahila prameswari. bersanding dengan indahnya.

"datang, ya? saya mau kamu ada di sana," pinta langit dengan tatapan memohon.

aku bergumam tak jelas, berdebat dengan pikiranku sendiri. jika aku datang, berarti sama saja aku membiarkan hatiku patah di sana. tapi jika aku tidak datang, aku hanya bisa mendengar informasinya dari orang lain.

"gimana, ya. gue gak tau. gimana nanti aja, deh. emang acaranya tanggal berapa?" ujarku sedikit gamang.

"tiga hari lagi. saya harap kamu mau datang."

"gue gak bisa janji."

entahlah apa yang membuat langit bersikukuh aku harus datang ke acaranya nanti. apakah ia mau menunjukkan padaku bahwa ia sudah punya kayla? bahwa aku tak seharusnya menaruh hati padanya.

langit beranjak dari duduknya, mengusak rambutku lembut. ia mengulas senyum yang menurutku terlihat sangat manis. jarang-jarang wajah datarnya tersenyum selebar itu.

"ada beberapa alasan kenapa kamu harus datang ke sana. saya bakal kasih tau itu besok. kalau kamu berpikir saya lebih memilih kayla, kamu salah. kamu harus tau kebenarannya."

keningku berkerut semakin dalam. kebenaran? memangnya selama ini langit menyembunyikan apa dariku?

aku membuka mulut, hendak melontarkan pertanyaan yang sedari tadi menumpuk di pikiranku.

namun terlambat, langit sudah lebih dulu berlalu pergi meninggalkan kantin. meninggalkan aku yang masih termenung sembari menatap undangan putih keemasan di hadapanku.

apakah aku benar-benar harus datang? atau tidak usah saja?

tanganku bergerak mengacak rambutku asal-asalan. aku pusing, sungguh. kalau saja tidak berhubungan dengan masalah hati, aku akan dengan senang hati datang ke sana. tapi karena ini menyangkut perasaan sepihakku (entahlah, aku tak yakin), semuanya terlihat rumit.

aku mengerjap, teringat sesuatu. sagara datang tidak, ya? sudah beberapa hari ini pemuda itu tidak berbicara denganku. ia seakan-akan menghindar tiap bertatap muka atau berpapasan di koridor sekolah maupun saat di lapang parkir.

sebenarnya, sagara marah atau bagaimana, sih? memang ya, manusia bernama laki-laki itu terkadang membingungkan.

karena tidak ingin membuat otakku bekerja keras memikirkan semuanya, aku memilih menghabiskan nasi goreng yang tinggal seperempat. dengan cepat, aku mengunyahnya sampai tak bersisa. lalu setelah itu, aku bangkit dari dudukku untuk membeli sebotol air mineral.

"ih, siapa sih, itu? kok, keliatan akrab sama kak langit?"

namun sepertinya, niatku harus diurungkan setelah mendengar dua adik kelas di belakangku sekarang berganti membicarakanku yang jelas-jelas ada di depannya.

"gak tau, tuh. jangan sampe jadi pho, deh. cantikkan juga kak kayla kemana-mana."

wah, sepertinya mereka mulai mengajak ribut padaku. hell, melihat wajahku saja belum sudah seenaknya menyimpulkan.

"iya, lah. tapi tadi katanya kak langit lebih milih dia? ih, apaan, deh! gue gak setuju kalau gitu caranya!"

dengan sekali gerakan, aku berbalik. dapat kulihat dua adik kelas itu berjengit kaget. aku mengulas seringai, mengangkat dagu menantang.

"kalau mau ngomongin mending di depannya, deh. gak usah bisik-bisik, gak guna. masih kedengeran," sinisku.

mereka terdiam, meneguk ludah dengan mata bergerak gusar. aku memilih melangkah pergi.

"oh, ya. lain kali, sebelum ngatain orang ngaca dulu, ya. siapa tau lo lebih buruk dari pada gue."

setelah mengucapkan kalimat seperti itu aku benar-benar keluar kantin. tawa sarkasku menguar di udara. mereka belum tahu saja aku paling tidak suka ketenanganku diusik.
























_____
a/n:

udah lama gak update. chapter depan berarti acara pertunangan langit sama kayla!

oh, ya. aku lupa belum ngasih tau faceclaim kayla.

lee seoyeon as kayla syahila prameswari.

kata dan kitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang