Bab 15

16 4 0
                                    

Nadia terus-menerus, memikirkan kejadian kemarin. Dimana ia bertemu dengan calon istri Dani, Nadia kira Dani sudah melupakan Syifa. Tetapi nyatanya Dani ingin menjadikan Syifa sebagai pendampingnya.

Ko nyesek sih, sumpah gue harus bisa! Gue harus relain Dani buat orang lain. Toh gue bukan siapa-siapanya dia. Gumamnya.

Di sisi lain, Dani sedang merenung memikirkan Nadia. Ia takut jika nanti Nadia tau kebenaranya, Nadia akan membenci dirinya. Dani sangat mengkhawatirkan itu.

maaf nad, maafin gue. Dani membantin

Tak lama, Syifa datang memasuki kamar Dani dengan duduk di sebelah Dani. Namun Dani hanya menatap Syifa kosong.

"Dan, lo bener mau nikahin gue kan?" tanya Syifa dengan senyuman yang sangat senang.

"Gak, maaf. Gue cuma mau ngetes Nadia. Gue sayang dia, gue Cinta dia. Gak mungkin gue ngecewain dia." Balas Dani.

"Lo brengsek! harusnya lo nyatain perasaan lo ke Nadia, bukan malah bikin dia sakit hati dan ngecewain perasaan gue."

"Sorry, gue gak ada maksud bikin lo atau Nadia kecewa."

"Gue, gapapa lo mau milih Nadia. Tapi liat cara lo ke dia, apa lo pantes dapetin Nadia? cara lo tuh kampungan Dan! lo gak gentle, dan cara lo itu salah besar."

"Gue, gak ada cara lain. Syif, masa iya gue nyatain perasaan gue ke dia sekarang. Gue gak siap!"

"Siap gak siap, itu resiko. Lo sayang dia nyatain! kalo dia tau lo gak serius sama dia. Jangan harap lo pernah dapetin dia dan." Syifa menasehati.

"Gue permisi." Pamitnya dengan meninggalkan Dani yang sedang menatap arah lurus kosong.

*****

Hari demi hari, Dani sudah tidak menghubungi Nadia lagi. Nadia semakin yakin jika sehabis mereka lulus, Dani segera melamar  syifa.

Sakit? itu yang ia rasakan, Cinta tapi tak dicinta. Ketika dia berjuang habis-habisan untuk Dani, namun Dani lebih memilih orang lain. Dengan begitu, Nadia  berfikir bahwa Cinta tidak selamanya harus memiliki.

Nadia meneteskan air matanya, ia tidak tahan lagi jika terus-menerus berdekatan dengan Dani. Bagi Nadia, Dani segalanya buat dia. Tetapi itu semua hanya menjadi kenangan untuk Nadia.

Gilang yang melihat, adiknya murung setiap harinya. Menatap Nadia iba, ingin sekali Gilang membunuh Dani ditangannya. Tetapi Gilang sudah menggangap Dani seperti adiknya sendiri.

"Nad, udah dong. Jalan-jalan aja yok." Tawar Gilang, Nadia yang mendengar ucapan sang kakak. Hanya membalas dengan gelengan kepalanya.

"Mau, sampe kapan? biarin Dani bahagia sama yang lain. Lo harus ikut bahagia juga."

"Gue bahagia, kalo emang dia mau nikah sama Syifa gue terima kak." Elaknya dengan tersenyum paksa.

"Dimulut iya, di hati belum tentu Nad. Lo gak bisa bohongin perasaan lo sendiri."

"Udah ka, semakin lo ngingetin gue tentang Dani. Semakin susah gue ngelupain dia." Lirihnya dengan meneteskan air matanya. Gilang yang melihat Nadia menangis, dengan cepat mendekap Nadia erat.

"Ka, abis gue lulus. Gue mau nyusul Laura ke Jerman ya, sekalian gue kuliah disana." Ucap Nadia.

"Gak, gue gak bisa ijinin lo pergi dari gue."

"Tapi kak, pliss. Gue mau kuliah disana, gue mau lupain semua kenangan gue sama Dani."

"Oke gue ijinin lo, tapi lo sering-sering kabarin gue ya nanti. Gue pasti bakal ngerasa sendirian kalo gak ada lo."Lirihnya

"Ada Sella kak, dia yang gantiin gue jagain lo bukan gue dulu buat sementara. Dan sebaliknya lo harus jagain dia juga."

"Dia bukan adek gue, sampe kapanpun gue gak pernah nganggep dia adek gue!"

"Ka, lo ga---" Ucapan Nadia terpotong oleh Gilang.

"Gue gak nganggep dia adek! jadi adek gue cuma lo Nad, gak ada bantahan lagi."

"Terserah lo deh ka." Balas Nadia dan meninggalkan Gilang yang sedang terdiam.

*****

Dua hari lagi, Nadia selesai menghadapi ujian Nasionalnya, akhir dari perjuangannya selama 12 tahun bersekolah.

Sehabis ia lulus, ia akan melanjutkan ke perguruan tinggi di Jerman. Tujuan ia mengambil kuliah di Jerman, banyak alasan yang membuat ia harus melanjutkan kuliahnya disana.

"Nad, lo yakin mau lanjutin kuliah ke Jerman?" tanya Rina dengan wajah sendu.

"Iya, jadi. Banyak hal yang makin buat gue yakin ngambil kuliah disana Rin." Balasku.

"Lo ninggalin gue dong, kek Laura ninggalin kita berdua."Ucap Rina dengan lirih.

"Iya, gak lama kali Rin. Gue disana cuma buat kuliah sampe S2, setelah gue lulus. Gue balik lagi kesini."

"Janji?"

"Janji, sahabat gak pernah ingkar janji." Ucap Nadia meyakinkan.

Bel pulang sekolah telah berbunyi, Nadia segera menghubungi Gilang agar menjemputnya. Namun, saat ia keluar kelas.

Seseorang mencekal tangannya dan dengan sigap Nadia memutar badannya 180°. Saat ia tau siapa yang menghentikan langkahnya, ia segera menghempaskannya dengan kasar.

Dani, ya seseorang yang mencekal tangan Nadia adalah Dani. Lelaki yang dengan teganya menyakitkan hati Nadia, Dani menatap Nadia dengan tatapan sendu. Tetapi Nadia membalas dengan membuang pandangannya ke arah lain.

"Mao apa lo? belom puas, nyakitin hati gue!?" ucap Nadia dengan tidak menatap Dani.

"Maaf, Nad. Maafin gue, gua gak ada maksud buat bikin hati lo sakit." Balas Dani dengan menatap Nadia lekat, Nadia yang mendengar ucapan Dani tersenyum miring.

"Gak ada yang perlu dimaafin, Gak ada yang salah juga. Buat apa lo minta maaf sama gue, kalo ujung-ujungnya lo bakal lakuin hal yang sama lagi."

"Nad, gue gak ada maksud buat bikin lo sakit hati. Pliss maafin gue." Mohon Dani, Namun Nadia tetap menghiraukan ucapan Dani.

"Segampang itu lo minta maaf sama gue, Dan. Kemaren lo kemana aja? apa lo mikirin perasaan gue? waktu pas lo bilang sayang  ke Syifa, kurang puas lo! bikin gue sakit hati terus. Cape Dan, gue cape. Harus suka sama orang yang orangnya itu gak suka sama kita." Ucap Nadia dengan nada bergetar.

"Buat apa lo sekarang minta maaf sama gue? gue udah maafin lo. Jadi lo gak perlu minta maaf lagi sama gue, Dan satu lagi. Mending mulai sekarang hubungan persahabatan kita sampe sini aja ya. Gue gak bisa punya sahabat yang bikin hati gue sakit terus-terusan. Makasih atas semuanya yang lo kasih ke gue, makasih lo selalu ada buat gue, makasih juga karna lo, gue jadi tau. Kalo gak selamanya Cinta harus memiliki." Sambung Nadia dan meninggalkan Dani yang terdiam menatap punggung Nadia, yang semakin lama semakin menjauh.

Nadia tak habis fikir dengan perbuatan Dani, ia masih tak menyangka jika hubungan persahabatannya dengan Dani berakhir dengan kesedihan.

Nadia selalu berfikir jika dia lah yang salah dalam persahabatan mereka, karna sejak Nadia menyukai Dani. Hubungan persahabatan mereka hancur.

Nad, ayo lo kuat! jangan lemah. Cowok banyak, jangan Dani. Dani sahabat lo, inget itu!  Batinnya.

Sejak mendengar ucapan Nadia, Dani menjadi seorang yang pemurung dan dingin. Risa yang melihat perubahan sikap Dani, merasa tidak tega. Tetapi Risa juga tidak bisa berbuat apa-apa selain selalu mensupport anaknya itu.

Bersambung...

JANGAN LUPA VOTE AND KOMENT!

FriendZone part 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang