Take It Easy

214 0 0
                                    


     Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi, betapa buruknya aku sebagai seorang ayah. Perkataan putriku, Santi, membuat diriku ingat dimana dia mulai membenciku. Hari itu pada  malam hari, sekitar pukul 11.00, aku pulang sangat larut dari kantor. Aku ingat malam itu, aku sangat terbebani dengan hutang yang berlipat - lipat, pekerjaan kantor yang menumpuk, dan biaya ekonomi yang belum bisa mencukupi kita berdua untuk hidup. Pulang dari kantor, aku melemparkan diriku ke tempat tidur, yang hanya aku butuhkan hanya ketenangan sementara. Lalu putriku menghampiri kamar tidurku,  putriku membawakan secangkir kopi untuk ku, saat aku meminumnya, lidahku merasa terbakar. Secara tidak sengaja gelas yang kupegang jatuh pecah dan cairan kopi berhamburan di lantai. 

     "Kenapa kau membuat kopi sangat panas! Lihat apa yang kau perbuat!" teriakku dengan suara keras dan lantang. "Maafkan aku, Ayah. Kau terlihat lelah saat pulang dari kantor , jadi aku buatkan kopi," kata putriku dengan nada suara ketakutan. Aku tidak terkendali saat itu, serasa aku dikendalikan oleh amarahku sendiri dan berteriak, 

     "Apakah ini yang kudapatkan! aku baru saja pulang dari kantor mencari uang dan sekarang lidah ku terbakar dan ada kopi dimana - mana."

     "Seharusnya kau harus tidur, seharusnya aku bisa istirahat dan lihat apa yang kuperbuat!"

     "Maafkan aku, aku akan membersihkan kamar Ayah segera."

     "Tidak! Kau hanya memperburuk keadaan, pergi dari sini! Seharusnya kau tidak disini dari dulu.

     Begitulah perkataan yang kuucapkan yang didengar Santi. Dengan amarah yang mengalir di tubuhku. Aku berdiri dan berjalan ke putriku yang terlihat ketakutan padaku, lalu tanpa berpikir panjang aku memukulnya di wajahnya. Terdapat bekas tamparan di wajahnya yang memerah. Dengan ketakutan dia berlari dari kamarku. Aku benar - benar bodoh, aku hanya meneruskan istirahatku dengan tiduran di kamar tanpa mengingat kejadian buruk itu. Aku tertidur pulas saat itu dan aku menyadari benar kejadian itu, karena malam itu aku mabuk berat yang seharusnya dapat  meringan bebanku.

     Aku tidak percaya aku melakukannya kepada putriku, aku benar - benar kehilangan akal sehat. Dan juga pada pagi hari setelah kejadian itu, aku dan putriku bangun seperti biasanya dan dia terlihat ceria dan ramah, tapi dia berhasil menipuku dengan menyembunyikan rasa dendamnya padaku. Aku benar - benar mengecewakan dirinya.

                                                                                          ........

     Dunia sekarang mulai gelap, hujan mulai turun deras, orang - orang mulai berteduh di tempat kering dan sesuai dengan moodku. Matahari tidak terlihat lagi di langit, tapi aku ingat kalau sudah menjelang sore. Aku duduk di kafe dengan segelas teh dihadapanku, aku melihat pemandangan luar dari kaca gelas di sampingku. Aku mengingat kembali kejadian tadi siang, setelah putriku berkata sepertiku dihadapanku, lalu dia menarik tangan pria tinggi itu dan langsung berlari. Aku mencoba mengejar tapi tenaga ku terkuras, aku merasa itu masih menghantuiku. 

    Suasana kafe mulai merasa nyaman dengan keadaan hangat dengan secangkir teh di tanganku dengan baunya yang harum. Aku meminumnya dengan pelan - pelan, lalu bel berbunyi di atas pintu kafe , aku tidak terlalu memerhatikan, tapi ada seseorang menghampiriku, aku menghadap ternyata Trish. Dia menatap wajahku dengan kasian, aku merasa terkejut dan ingin bangun dari kursi ini untuk memukulnya, tapi aku benar - benar tidak punya tenaga untuk melakukannya. Aku menatap sebentar dan menundukkan wajahku darinya. "Andre, maafkan kelakuan Santi tadi. Dia tidak bermaksud begitu,"kata pria itu. Aku masih menundukkan wajahku dan mengeluh, "Tapi dia terlihat bermaksud begitu, bukan?"

     "Dengar, maafkan juga perbuatanku bahwa aku tak memberitahumu kalau Santi bersamaku."

     "Ah, ya. Ada apa dengan kau jadi ayah tirinya? Aku ingin mendengar alasannya dan bagaimana dia menemukanmu? Katakan di depan mukaku!" perintahku dengan menatapnya dengan tajam.

     Dia lalu duduk dihadapanku dan melipat jarinya. "Well, ini agak panjang menceritakannya, tapi aku akan membuatnya singkat," katanya terlihat agak terancam. 

     "Sebenarnya, Andre. Santi melarikan diri dan menemuiku tiba-tiba 3 hari yang lalu. Aku sedang berjalan-jalan, lalu dia menabrakku dan agak anehnya dia langsung memelukku, karena dia kesepian, jadi aku membawanya ke rumahku, dia benar-benar lelah."

    "Sebentar, 3 hari yang lalu dia melarikan diri dari rumah!" 

     "Andre.... kau tidak pulang malam itu sebelum dia melarikan, tentu saja dia ketakutan. Santi mengatakannya padaku. A-apa kau baik-baik saja?" tanya Trish saat dia melihat diriku yang bercucuran air mata. "Trish... Apa aku ayah yang baik? Aku saja tidak sadar aku berbuat seperti ini. Aku belum bisa mengikhlaskan kematian istriku, aku-aku," sebelum menyelesaikan perkataanku dia menggengam tanganku dengan kuat. "berhenti...berhenti, pikiran itu akan membuat dirimu makin buruk, cobalah bernafas." Lalu aku menarik nafasku dan membuangnya seperti perkataanya, lalu aku memintanya untuk melanjutkan.

     "Oke, seperti yang kau tahu, aku sebenarnya mencari istrimu, Tiana. Sebelum istri mu meninggal, dia mengirim surat padaku. Aku terkejut karena sudah lama sekali tidak bertemu dengan nya. Lalu aku berniat mencari Tiana kemanapun, karena dia tidak menulis alamatnya. Aku mencarinya dimanapun sampai aku menemukan bahwa dia... telah pergi."

     "Lalu kenapa kau masih mencari padahal dia sudah tidak ada?"

    "Ah, ya. Dia mengirim surat itu, karena  dia mengatakan ingin aku menjaga mu dan putrimu. Kamu akan bertanya, kenapa? Well, aku disini ingin membayar hutang budinya padanya."

     "Aku tidak apa - apa, kok. Aku dan Santi bisa menjalani hidup tanpa bantuanmu, aku tidak ingin merepotkan orang lain," kataku tidak setuju padanya

     "Andre, biarkan aku membantumu. Sekarang kau masih memiliki hutang, putrimu kesal padamu, dan kau tidak terlihat sehat. Saat keuanganmu sudah membaik, aku berjanji aku tidak bersamamu lagi."

     Aku mendengar tawarannya membuatku berdiri dan menolak, "Maaf, kawan. Aku tidak mau tawaranmu, aku baik - baik saja. Aku hanya ingin putriku" Dia mendesah "Baiklah, aku akan membawamu ke putrimu, ayo tidak terlalu jauh dari sini," katanya seperti kalah dari suatu perundingan dan mengambil outer miliknya dari kursi. Aku pun langsung berdiri dan mengikutinya keluar dari pintu. Saat aku keluar, sudah agak malam dan yang kurasakan adalah kepalaku mulai berputar, tapi aku tidak mempedulikannya.








New FamillyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang