II | D-DY

5 3 0
                                    

Sinar matahari berhasil menembus jendela kamarku. Kicauan burung pun sudah terdengar begitu merdu.

“Kak, hari ini pembagian hasil ujian kan?” bunda datang sembari bertanya,

Nah. Aku baru ingat, hari ini adalah hari kelulusanku.

Dengan kecepatan boboiboy api, aku segera mandi dan tak lupa pakai air. Setelah itu aku berniat untuk menyiapkan sarapan.

Eits.

Niatku hilang begitu saja. Aku teringat bahwa hari ini puasa. Iya hari ke 2.

Huft dasar pikun.

“Bun, aku berangkat ya,” pamitku, “jangan lupa doakan nilai-ku supaya bagu, hehe.”

Aku pergi diantar ayah naik haji— eh naik mobil. Sepanjang jalan, bibirku tak berhenti komat-kamit mengharapkan hasil ujian yang terbaik.

20 menit berlalu.
Dan aku sudah sampai di sekolah sekarang.

Pagi ini aku disambut dengan tawa dan canda teman-teman. Setelah sekian lama tidak bertemu.

Tidak lama kemudian, seluruh murid diharapkan untuk memasuki kelasnya masing-masing.

Semua telah siap menerima hasil kerja keras kami selama ini.

“Naz, aku kok dag dig dug ser ya?” ucapku pada Nazma, teman sebangkuku.

“Ck, kamu pikir kamu doang yang dag dig dug ser?” sahut Nazma kesal, “aku juga lah, sejak 2 bulan lalu,”

Aku hanya bisa melanjutkan komat-kamitku di mobil tadi. Lalu, wali kelasku datang dengan wajah tak bermakna.

“Ya anak-anak, langsung saja ya. Kita awali dengan bismillah,” ujar walikelasku dengan diikuti ucapan bismillah oleh seisi ruangan.

Saking tegangnya, aku tak mendengarkan banyak basa-basi yang dilontarkan wali kelas ku.

Sampai tak sadar, ternyata pengumuman hasil ujian sudah dimulai sejak tadi.

Aku siswi bernomor 34. Dan sekarang sudah giliran ke 33.

“Syalvi Fitria?” wali kelas menatapku misterius.

Aku berharap agar tatapan itu merajut senyum bahagiaku.

“Ck, ibu gak nyangka,” beliau menghela nafas, “kamu memiliki nilai paling buruk”

Rasanya aku ingin kembali masuk ke rahim ibuku. Aku malu, aku kecewa dengan diriku sendiri.

Mengapa harus begini? Apa yang salah dengan kerja keras bahkan sangat kerasku selama ini?

“Vi, tenang. Jangan sedih,” ucap Nazma, dan aku hanya bisa terdiam.

Aku pulang dengan kenyataan yang sangat pahit. Benar kata pepatah, penyesalan pasti datang di akhir.

Tapi, apa yang harus aku sesali? Aku tidak lalai seperti pemalas diluar sana, justru aku sangat bersungguh-sungguh.

“Kakak!”

Itu. suara bundaku, tapi aku tak tau dimana ia.

“Kakak!”

“Kakak!”

Bundaku terus menerus memanggilku. Tapi aku tak melihatnya.

“Kakak!”

Tiba-tiba aku merasakan getaran yang sangat hebat. Gempa bumi? Atau ...

“Kakak!! Bangun sahur, ini udah mau imsak!!”

Oh sukurlah, ternyata semua ini hanya mimpi. Kini aku harus cepat bangun sahur. Hehe.







THE END

#Daydiary by pcyviii27
Jangan telat lagi bangun sahurnya keburu subuh aja WKWK

Diary Of Golden Writer'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang