Chapter 3

44 17 2
                                    

"Papa mendonorkan jantung papa kepada orang itu karena Papa tahu, dia lebih membutuhkankan dan Papa sudah sangat kenal dengannya. Papa juga merasa dia sangat pantas mendampingi Mamamu. "

--------------------------------------------------------------

"Pasien ICU 2 sudah dipindahkan ke ruangan?" tanya Anton kepada asistennya.

"Sudah, Dok, sudah dipindah ke ruang Lily 3." jawab asistennya.

"Bagaimana perkembangannya?" tanya Anton yang segera menuju ruang pasien yang baru saja disebutkan dan dibuntuti oleh beberapa asisten.

"Menakjubkan, Dok. Semua normal." mendengar ini Anton menghela nafas panjang dengan lega dan sedikit senyum. "Keluarga Pasien baru saja di hubungi dan akan segera menjenguk pasien,"

Sementara pasien yang ada di Ruang Lily 3. Laki-laki berbaring dengan beberapa alat bantu yang masih terpasang pada tubuhnya. Dia masih tidak percaya, dia bisa bernafas lagi. Semua prosedur yang telah dia lakukan sampai detik ini. Benar-benar membuatnya menangis. Sebelumnya dia merasa usaha ini sia-sia. Namun Anton dan para sahabat berhasil membujuknya.

Pasien itu berbaring melihat rangkaian bunga Lily yang ada di nakas dekat ranjangnya. Bunga yang masih segar. Tubuhnya masih terasa lemas. Dia hanya bisa memandangi bunga itu sambil tersenyum. Bunga itu mengingatkannya tentang seseorang yang selama ini membuatnya bertahan sampai dia mau menerima tawaran transplantasi jantung. Pikirannya melayang jauh saat dia masih muda.

Flashback

Saat itu sedang MOS SMA. Sebagai Ketua OSIS, dia merasa lelah dengan kegiatan MOS dan beristirahat di kantin.

"Son, kita ke kelas dulu, lo masih kegiatan, kan?" Anton yang masih mengenakan seragam putih abu-abu itu menepuk pundak temannya yang berkacamata.

"Nih, gue tinggalin buku, biar ga suntuk!" timpuk Zaky si cungkring kepada Sony, si Ketua OSIS. 

"Thanks." ucap Sony.

"Kita balik!" kata Dana dengan dingin sambil beranjak dan menepuk pundak sahabatnya.

Kegiatan MOS masih berlangsung. Kegiatan meminta tanda - tangan senior sejumlah 150 sign. Sony sengaja menghindari kegiatan itu dengan duduk di pojokan kantin. Berharap tidak ada siswa baru yang memintainta tanda tangan. Sepele, tetapi dia tidak ingin terlibat dengan lebih banyak orang. Sejak tahu tentang keadaannya minggu lalu.

Dari sudut matanya, dia melihat ada seorang anak perempuan datang mendekat. Karena parfumnya yang tertimpa angin, aroma Musk yang lembut menyelinap ke indra penciuman Sony. Aroma yang menantang sekaligus memikat. Sony tidak bisa untuk melihat ke arah anak perempuan yang berjalan menuju ke arahnya.

Pandangan Sony berbinar melihat anak perpuan dengan seragam khusus SMP Bintang Bangsa yang terkenal itu. Cantik, manis dan terlihat kuat pada saat yang sama. Degup jantung Sony terasa lebih kencang. Sedikit sakit, tapi tidak apa-apa. Lebih kencang lagi saat gadis itu semakin mendekat.

*Gue ga pernah gini sama Cella, gue kenapa? Jantung gue ga bisa tenang* batin Sony.

Itulah pertama kali Sony melihat Deanita. Perasaan yang masih belum bisa dia kenali. Jantungnya selalu berdegup saat melihat Deanita. Perasaan yang berbeda kepada Marcella, yang saat itu masih menjadi cinta monyetnya.

Namun, hati Sony langsung terasa sakit saat melihat ekspresi Deanita yang berbinar dan tersipu saat melihat Deandra yang saat itu sama-sama meminta tanda tangan. Ada rasa sedikit kemarahan yang Sony sendiri tidak tahu kenapa. Dia mengerjai Deanita dan Deandra untuk bilang suka. Dan reaksi yang mengejutkan dari Deandra membuat Sony semakin tersuki. Sampai-sampai karena terus kepikiran, Sony melampiaskannya kepada Marcella. Berciuman dengan Marcella namun pikirannya terus muncul senyum malu-malu Deanita yang ingin meminta tanda tangan.

(for) My Dean : Sequel of My Dean (Revising On Process)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang