5

13.8K 1.1K 222
                                        

Leo mengangguk sopan pada salah satu petugas yang membukakan pintu untuknya di sebuah ruang interogasi. Ekor matanya langsung mengarah pada seorang lelaki paruh baya yang duduk di balik meja, memakai pakaian berwarna orange, kedua tangannya yang terikat borgol tergeletak rapi di atas meja.

Hidayat tersenyum ramah pada Leo. Sebuah senyuman ramah yang sayangnya sama sekali tidak menimbulkan kesan keramahan yang dia tujukan. Senyumannya bahkan menyerupai sebuah senyuman yang kejam.

Membuat Leo yang sempat berdiri diam di tempatnya untuk mengamati selama sepuluh detik melarikan lirikannya sebentar ke arah lain lalu duduk di hadapan Hidayat.

Leo meletakkan sebuah dokumen yang dia bawa ke atas meja. Kedua tangannya yang saling bertaut menimpa dokumen tersebut selagi dia kembali menatap serius pada Hidayat.

"Bagaimana kabar pak Hidayat hari ini?" tanya Leo sopan.

Hidayat lagi-lagi tersenyum. "Baik, Pak Leo. Hidup di dalam penjara ternyata tidak semengerikan yang orang-orang bayangkan."

Leo mengerutkan dahinya samar. Yang pertama, karena Hidayat baru saja menyebut namanya. Dan yang kedua, kalimat yang baru saja dia katakan seperti mengandung sebuah makna tertentu.

Leo langsung mengingat beberapa kejadian yang menurutnya sedikit aneh mengenai kematian beberapa narapidana di sekitar di mana Hidayat di tahan.

"Jangan terkejut, Pak Leo. Saya mengenal bapak, karena banyak sekali orang-orang yang menceritakan tentang kehebatan bapak di sini." Hidayat berdecak kagum sembari menggelengkan kepala. Sorot matanya yang mulai berubah lebih tegas menatap Leo lekat. "Ada banyak sekali kasus sulit yang berhasil bapak pecahkan dengan mudah. Saya benar-benar kagum. Muda dan berani. Mengingatkan saya pada masa lalu."

Masa lalu...

"Karena pak Hidayat membicarakan masa lalu, saya jadi ingat maksud kedatangan saya kemari untuk apa." Leo yang benci berbasa-basi langsung membuka dokumennya. Dia menyusun lima foto di atas meja. Dua foto mayat Alina dari sudut yang berbeda dan tiga foto TKP di mana Alina di bunuh.

Leo sengaja tidak mengatakan apa pun dan hanya mengamati reaksi Hidayat.

Tapi yang dia dapat hanya sebuah tatapan biasa selama beberapa detik, lalu Leo melihat Hidayat mendesah panjang.

"Membuat Pak Hidayat mengingat masa lalu?" tanya Leo.

Hidayat menunduk, lalu terdengar kekehan gelinya yang terdengar sangat menyebalkan di telinga Leo. hidayat membawa jemarinya ke atas mulut mencoba meredam tawanya saat dia melirik Leo.

"Maaf, Pak Leo. Saya hanya merasa..." dia mengamati foto-foto itu lagi dan menggelengkan kepalanya geli.

"Pembunuhan yang di lakukan sama persis seperti yang pernah Pak Hidayat lakukan." cetus Leo.

Hidayat mengangkat bahunya acuh. "Kalau Pak Leo mencurigai saya, bapak bisa tanyakan pada ratusan penjaga di sini mengenai keberadaan saya saat pembunuhan itu terjadi dua hari yang lalu."

"Saya nggak bermaksud menuduh. Hanya ingin bertanya mengenai beberapa hal. Lagi pula," kini Leo menyeringai menyebalkan. "saya tau pak Hidayat gak punya kemampuan untuk membunuh seperti ini lagi. Jemari sialan bapak sudah terlalu tua untuk menggenggam sebuah pisau dan menusuknya ke tubuh manusia."

"Meragukan saya, Pak Leo?" tanya Hidayat sinis.

Leo melipat kedua kakinya, menyandar pada sandaran kursi lalu melipat kedua tangan di atas dada. Sebuah gaya angkuhnya yang menyebalkan.

The Bad Guy (Versi Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang