Rana hanya duduk di pinggir ranjang sambil menunduk dalam,tidak berani mendongak apalagi menatap mata tajam adiknya yang sedang berdiri dihadapannya.rana memilin ujung bajunya,mencoba menetralisir perasaan takut yang sedari tadi menyelimutinya. Sejak rafa masuk kedalam kamarnya pagi ini aura tidak menyenangkan tiba tiba menyelimuti ruangan dengan nuansa pink itu, rana sudah menduga apa yang akan dikatakan adiknya itu.rafa memang laki laki yang lembut dan ramah tapi ketika sedang marah, dia seperti bertransformasi menjadi sosok yang sangat mengerikan. rafa berdehem pelan lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Kakak dari mana tadi malam?"Tanya rafa dengan ekspresi datarnya.rana menggigit bibir bawahnya lalu menggeleng pelan
"Cuma dari rumah singgah"
" dari rumah singgah sampai larut malam. Kakak pikir aku percaya???"tanya rafa sambil tertawa sinis
"Aku nggak bohong raf" ujar rana kembali dengan suaranya yang bergetar.ia tidak pernah melihat adiknya semarah ini. Biasanya meskipun marah rafa akan tetap duduk dulu baru berbicara dengannya, itupun tidak dengan nada yang tidak bersahabat.
"Aku nggak mau dengar pembelaan kakak. Harusnya kakak tahu, perempuan nggak baik terlalu lama berada di luar rumah apalagi malam hari.sebelumnya aku nggak pernah ikut campur urusan kakak tapi kayaknya mulai sekarang aku akan membatasi kegiatan kakak"
Rana hanya terus menunduk, pasrah dengan semua keputusan adiknya.lagi pula per Cuma ia membantah sejak dulu dia tidak pernah berani melawan perkataan adiknya. Bukan karena dia pengecut, tapi entahlah aura intimidasi adiknya selalu membuat nyalinya ciut.
"Muląi besok kakak sudah harus ada di rumah sebelum azan maghrib. Dan juga aku harus tahu kemana dan sama siapa kakak pergi."
Rana mengangguk pasrah lalu perlahan mendongak memberanikan diri menatap adiknya.rafa masih menatapnya dengan tajam,rana bergidik ngeri adiknya benar benar menyeramkan.
"Kamu nggak akan menghukum kakak kan?"Tanya rana penuh harap.bagaimanapun selama ini ia selalu mendapatkan hukuman dari adiknya tercinta ketika ia membuat kesalahan.rafa benar benar mengambil alih peran ayah dari keluarga mereka,saat om andra sedang tidak berada dirumah.Rafa berdehem pelan lalu membungkuk mensejajarkan wajahnya dengan wajah kakaknya.
"Ada. Kakak bersihin gudang"jawab rafa lalu berdiri tegak. Pria berusia 20 tahun itu Memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana training yang ia kenakan lalu melangkah keluar dari kamar dengan santai.
*********
Rana duduk termenung di pinggir tempat tidurnya, mata gadis itu menatap kosong ke arah pintu menuju balkon, sebuah buku catatan kecil berwarna pink berada ditangan kanannya.
Tidak ada air mata yang keluar, hanya tatapan hampa penuh luka yang terpancar dari kedua mata bulatnya. Perlahan tatapan matanya beralih menatap sendu tulisan bertinta hitam yang berada di sampul buku RANGGA MAHENDRA.
" kamu bukan putriku"
Rana memejamkan matanya sesaat, menghalau suara laki laki brengsek itu yang kembali terngiang di telinganya. Sudah 8 tahun berlalu tapi luka dari kalimat itu masih terasa sangat basah. Luka itu belum juga sembuh atau mungkin luka itu tidak akan pernah sembuh. Entahlah, rana sendiri tidak tahu , karena sejak peristiwa itu dia memutuskan untul melarikan diri. Lari dari laki laki itu, lari dari fakta menyakitkan, juga lari dari masalah yang dia timbulkan saat itu.
Suasana hening menyelimuti kamar dengan nuansa ceria itu, sangat kontras dengan sang pemilik, Wajah sendu dengan mata yang menyimpan banyak luka.
Rana menghela nafas pelan, tangannya bergetar membuka sampul buku, Matanya fokus menatap tulisan dari lembaran pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan Hati
Romance*Rana Annisa Bagaskara aku hanya perempuan biasa yang masih terbelunggu dengan masa lalu, sulit untuk lepas dari bayang bayang luka yang selama ini menemaniku. selain adik dan papa tiriku, ada satu laki laki yang selalu menjadi alasanku untuk bertah...