Mengenalmu

130 13 0
                                    

Aku duduk tepat di depan AC, di meja bundar, berdiskusi dengan buku-buku teori tentang Ekonomi. Yups, sesuai dengan jurusanku. Aku juga bingung entah mengapa bisa masuk jurusan ini. Di SMA sejak kelas sebelas aku masuk ke jurusan IPA. Pada waktu itu cita-citaku ingin menjadi seorang arsitektur, sampai akhirnya rumus-rumus Fisika yang sulit ku telaah membuat pikiranku berubah dan mengubah haluan. Dari situ cita-citaku berubah dari yang ingin menjadi arsitektur menjadi seorang programmer atau ahli di bidang komputer. Cita-cita itu bertahan sampai akhir SMA. Jalur undangan yang diterima sekolahku menguatkan aku untuk masuk SNMPTN. Di SNMPTN aku mencoba peruntungan dengan keyakinan yang penuh mengambil jurusan sistem komputer dan teknologi jaringan. Sayangnya aku ditolak. Patah hati karena tidak lulus jalur undangan, jauh lebih menyakitkan daripada diputuskan kekasih. Mungkin teman-teman yang senasib, setuju dengan kata-kata itu.

Keinginanku untuk masuk perguruan tinggi masih berlanjut. Jalur ujian SBMPTN menjadi kendaraan selanjutnya. Dengan ujian tes tertulis menjadi syaratnya. Sistem komputer, Agribisnis, dan Agroteknologi adalah jurusan yang ku cantumkan saat itu. Masa setelah tidak lulusnya aku di jalur undangan dalam jangka waktu sebulan sebelum ujian SBMPTN di adakan. Aku belajar semaksimal mungkin, buku-buku yang berkaitan kubeli di Gramedia. Dengan menancapkan prinsip usaha tidak mengkhianati hasil, semangat belajar terus kupacu selama hampir sebulan penuh. Ujian dimulai, soal-soalnya membuat pusing kepala. Angka dan rumus mendominasi lembar soal di atas meja. Saingan satu kelasku rata-rata perawakannya lebih besar dari aku, pun lebih tua. Saat itulah aku menganggap bahwa diriku masih begitu tampak muda selepas masa SMA. Waktu telah habis. Petugas mengumpulkan lembar jawaban kami sekaligus memeriksa identitas agar tidak ada yang salah. Lega. Meskipun yang ku jawab jauh dari nalar kepala. Kuatur napas agar tenang dan tidak tegang. Hasilnya ku pasrahkan pada Tuhan, setidaknya aku sudah sekerasnya berusaha dan menjawab soal ujian.

Pengumuman hasil ujian telah tiba. Website resmi lola. Sangking banyaknya yang mengakses waktu itu. Ratusan ribu orang, berebut satu kursi di universitas untuk jurusan yang di idamkan. Aku memutuskan mengaksesnya sore saja, agar lebih cepat di jangkau daripada pagi ini. Jantungku deg-degan gak karuan, doa orang tua tak henti-hentinya ku ingatkan agar terus terpanjat demi kelulusan.

Sore tiba. Warnet, kuharap juga turut mendoakan nasibku sebagai saksi website itu di buka. Dan hasilnya tulisan merah, menambah daftar kegagalanku.

Aku patah semangat waktu itu. Keinginan kuliah kuurungkan. Aku ingin bekerja saja melamar sebagai karyawan atau buruh di suatu perusahaan. Impianku mendadak hilang. Aku tidak ingin merepotkan orangtua lagi dengan menghabiskan uang sana-sini demi mendaftarkanku di perguruan tinggi. Berhari-hari aku meminta maaf kepada orang tua karena kegagalan yang kuterima tak kunjung usai. Kedua orangtuaku terus menyemangati. Aku tahu mereka juga pasti kecewa dengan ini semua. Namun keduanya menganggap hal ini adalah biasa.

"Ini bukan kegagalan, ini cuma kerikil yang menghalangi jalanmu, Nak. Kau tidak gagal sama sekali. Kegagalanmu, saat kau berhenti berjuang!" ucap bapak menyemangatiku.

Ada benarnya kata bapak. Pikiranku langsung terbuka. Semua pikiran negatif kucambuk untuk pergi. Salah satu teman yang juga gagal mengajakku untuk mengikuti jalur tes ujian mandiri yang di adakan setiap kampus. Itu dua minggu berjarak dari kegagalan tesku sebelumnya.

Waktu yang singkat, kuperjuangan dengan semangat tinggi. Tetapi jurusan yang tersedia tidak ada satupun yang ingin ku pilih sebenarnya. Hanya satu jurusan yang berkaitan dengan IPA; Pendidikan Matematika. Aku tidak menyukai persoalan dengan angka melulu. Setelah berdiskusi dengan bapak, Ekonomi dan Pendidikan Olahraga dua jurusan yang ku pertaruhkan. Bapak memilihkan jurusan Ekonomi karena ingin aku jadi pengusaha besar atau jadi seorang menteri. Jurusan Pendidikan Olahraga bapak pilihkan dengan dalih agar cita-citaku menjadi pemain sepak bola bisa terwujud, ataupun karenaku orang bisa menjadi pemain sepak bola hebat. Tenggat waktu dua minggu, aku belajar untuk soal yang kira-kira nantinya akan di ujiankan. Tak berhenti aku terus berdoa kepada Sang Maha Kuasa atas segala usaha yang ku kerjakan demi impian ini.

PelampiasanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang