Kebiasaan Buruk

69 12 0
                                    

“Aku udah di luar. Dhea di mana?” Aku mengabari Dhea lewat sambungan telepon.

“Oh iya Gat. Bentar, ya? Biasa cewek hehehe.”

“Enggak usah pakek make up segala. Kan, cuman ke Supermarket"

“Iya, Gatra Aryasatya. Cuman bentar doang kok ini” suara Dhea terdengar jauh, mungkin dia meninggalkan telepon genggamnya.

“Oke. Aku ke bawah”

Aku memandangi wajahnya ketika sampai di hadapanku. Hari ini Dhea tampak lebih cantik dari biasanya.

“Gitu banget lihatnya?” Dhea bertanya heran.

“Cantik” balasku tersenyum.

“Iya dong, hahaha”

“Tapi bohong, wekkkk!” jawabku meledeknya.

“Tuh, kan jahat!”

“Hahaha bercanda. Cantik beneran kok. Tapi lama banget dah make up-nya.”

“Namanya cewek, mau keluar, jadi ya pinomat tampak lebih cantik. Tapi aku enggak make up loh, cuman pakek bedak bayi doang sama liptin doang.”

“Karena takut dibilang orang lagi sakit? Karena nampak pucat?”

“Iya. Hehehe”

“Memang kaunya yang putih, bukan karena pucat, huuu. Kalau kau cantik gini, takutnya nanti aku cemburu lagi nengok kau di lirik sama cowok-cowok, hahaha”

“Cieeee cemburu nih?”

“Belum tahu. Lihat aja nanti, hahaha. Jadi berangkat enggak? Udah panas malah ngajak ngobrol”

“Kan, kau yang mulai Gatra!” Dhea menyubit lenganku.

“Iya bercanda. Sakit tau Dhe cubitanmu. Sehari kau cubit ungu semua badanku macem ubi rambat” Aku mengelus lenganku yang kesakitan.

“Hahaha. Biarin wekkk! Abisnya nyebelin.

Setelah selesai belanja lalu membayarnya di kasir. Aku berjalan duluan ke parkiran motor diikuti Dhea dari belakang.

“Mau ke mana lagi? Langsung balik atau gimana?” tanyaku kepada Dhea yang sedang memakai helm di kepalanya.

“Hem… ke mana, ya?”

“Awas aja kalau bilang terserah”

Dhea tampak kesulitan memakai helm di kepalanya. “Bisa gak makeknya?” lanjutku bertanya.

“Susah, padahal tadi pas mau pigi gampang”

“Makanya kalau ada yang sulit itu dibilang, Dhea”

“Gatra yang nggak peka”

“Iya juga sih. Sini aku bantu” Dhea mendekatkan kepalanya, aku memakaikan helm dengan hati-hati. Kami saling senyum salah tingkah. Ada rasa yang tak biasa.

“Apa senyum-senyum?” tanyaku, berusaha menahan ketawa.

“Ya apa huuu. Dia juga senyum padahal”

“Senyummu manis. Gak kuat aku, hahaha”

“Gombal terussssss!”

“Seriusan Dhe. Jadi ke mana ini?” Aku mengalihkan pembicaraan.

“Balik aja kali, ya? Nanti, kan Gatra masuk lagi”

“Oh iya hampir lupa. Oke, melaju dengan angin”

Sepanjang jalan Dhea selalu tertawa melihat tingkah konyolku dan pembahasan yang tidak penting dari mulutku. Aku merasa bahagia jika berada di dekatnya. Di lain sisi aku juga khawatir hanya aku yang merasakan perasaan ini. Tapi aku tidak terlalu peduli, yang utama bisa terus berada di sampingnya

PelampiasanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang