Kebiasaan Buruk

110 14 2
                                    

(Suara nada dering telepon)

“Halo selamat siang, apa benar ini dengan Pak Gatra Aryasatya” suara wanita membuka dengan pertanyaan dari ujung telepon sana.

“Iya selamat siang, ada apa dan dengan siapa ya?” tanyaku penasaran.

“Tidak ada. Saya hanya ingin bertanya, apakah anda mengenali saya?”

“Katanya tidak ada, tapi mau bertanya. Ambigu. Bagaimana saya bisa mengenali anda? Sedangkan ini baru pertama kalinya anda menghubungi saya?” jawabku kesal.

Tidak ada jawaban dari ujung sana. Semakin membuatku penasaran.

“Maaf jika saya tidak etis bertanya. Ini dengan siapa, ya?” tanyaku lagi.

“Teman lamamu” jawabnya singkat yang hanya semakin menambah pertanyaan di kepalaku.

“Maaf, saya tidak pernah merasa punya teman lama. Ayolah beri tahu saja. Nama anda siapa?”

“Are you forget with me?”

Aku diam sejenak. Rasanya suara itu semakin tidak asing di telingaku. Pelan-pelan aku mengingat bahwa suara itu benar-benar aku kenali.
“Davika?” tanyaku meyakini. Tapi tidak ada jawaban dari seberang telepon, yang ada hanya suara “hssssshhhhhhh”.

“Vik, kau ini, kan? Iya aku yakin ini pasti Davika. Uii apa kabar?!”

“Hahaha iya ini aku. Kukira kau gak kenal lagi samaku! Aku ganggu gak ini Gat? Nelpon tiba-tiba masalahnya”

“Ya kenallah. Gila kalau sampai aku lupa, hahaha. Enggak Vik, santai aja. Aku lagi di kelas, dan kebetulan dosen belum masuk, masih lama lagi mungkin”


Davika adalah teman semasa aku duduk di bangku SMA. Teman satu kelas sejak dari SD sampai SMA. Jadi hampir tentang separuh hidupku dia mungkin tahu semuanya. Apalagi aku sering bertukar cerita ke dia, pun sebaliknya. Namun, semenjak tamat kami mulai jarang kontekan, mungkin dikarenakan kami sibuk dengan dunia masing-masing. Dan kini kami kuliah beda pulau, aku di Sumatera, dan dia di salah satu universitas ternama di Pulau Jawa.

Dia mengambil jurusan Agroteknologi, jurusan yang sempat aku impikan dulu. Dialah teman seperjuangan SBMPTN, hanya saja keberuntungan tak berpihak padaku. Anaknya memang cerdas, rajin, jadi tidak heran jika dia berhasil lolos di universitas dengan jurusan impian dia. Selama masa SMA peringkatku terus di bawahnya. Dia berhasil mempertahankan predikat rangking satu di kelas dan juara umum sejak dari kelas satu Aliyah sampai kelas tiga. Hebat.

“Oh iya, gimana kabarmu Vik? Lama gak mendengar kabar dari teman dekat ini hahaha” tanyaku menyambungkan obrolan lagi.

“Alhamdulillah baik. Kabarmu gimana Gat?”

“Alhamdulillah, baik juga. Kuliah lancar, kan?”

“Ya begitulah. Pasti ada duka dan laranya, hehehe”

“Biasa itu. Pasti dukanya jauh sama kampung halaman, dan sukanya bisa travelling terus di sana, ya, kan?”

“Tahu aja, hahaha. Oh iya, btw kuliahmu gimana Gat?”

“Lancar juga sejauh ini. Ya, mudah-mudahan sampai akhir bisa dapat ilmu yang banyak sih. Ini nomormu yang baru lagi, Vik? Susah ya, jadi selebgram, ganti nomor terus, hahaha!”

“Bagus deh kalau gitu. Sudah mulai rajin ngerjakan tugas sekarang, kan? Gak seperti masa SMA dulu yang tahunya cuman nyuruh aku buat ngerjain tugas hahaha. Ih apaan, bukan gitu. Selebgram darimananya coba? Followers aja cuman berapa ratus hahaha. Kemarin ponselku yang satu hilang, nomornya, kan disitu semua, jadi ya udah terpaksa beli simcard baru huuhuu”

PelampiasanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang