dimulai

83 4 0
                                    

Udara panas dan gersang mulai memasuki kota ini, deru
motor dan suara orang berlalu lalang menambah kebisingan kota ini. Tapi tidak untukku, wanita berbalut krudung biru dengan gamis yang selaras. Suasana hatiku sunyi senyap tidak seperti kota ini. Dan sekarang aku duduk di depan televisi dengan tatapan kosong melamun.

"Ana, kamu udah siap-siap?" Tanya wanita yang juga membuyarkan lamunanku.

"Udah ma. oh ya ma, papa itu seperti apa sih ma?" tanyaku bingung.

"Papamu itu seorang yang baik, bijaksana, dan sabar. Kamu disana jangan bikin susah papamu ya." Jawab mama mengusap kepalaku.

Memang setahuku aku belum pernah bertemu papaku,
memandang wajahhnya pun sama sekali. Dari kecil aku tumbuh dan besar bersama mama ku di jakarta, itu karena papa dan mamaku bercerai dari
aku usia tiga tahun. Dan sekarang hak asuhku berpindah ke papa karena mama akan bekerja diluar negeri dalam waktu yang cukup lama. Dan aku
berdoa, semoga yang dikatakan mama dengan sikap papa itu benar serta khayalanku tentang sifat buruk papa segera pergi.

Aku dibantu pak udin segera memindahi barang-barang ku
kedalam mobil. Mama menghampiriku yang berdiri disamping pintu mobil, beliau memelukku.

"Maafin mama sayang, gak bisa nganteri kamu." Kata mama mengecup keningku.

"Iya ma, seperti biasakan, mama lagi banyak urusan." Kataku tanpa rasa bersalah

"Bukan gitu sayang, tapi mama memang bener-bener ada urusan."

" Iya iya ma, ana tau dan lagi malas debat, ana berangkat dulu.
Assalamu'alaium" salamku mencium punggung tangan mama.

"wa'alaikumussalam, hati-hati disana sayang. Kamu bakal sekolah dimadrasah milik papa kamu, jaga nama baik beliau." Pesan mama mengecup kening dan kedua pipiku. Setelah itu aku segera masuk mobil diikuti pak udin, dan kami segera berangkat. Lambaian tangan dan tangis mama mengiringi kepergianku menuju desa dimana aku dilahirkan.

Cianjur .

#

Perlahan kubuka mataku yang telah beristirahat berjam jam. Kupandangi daerah sekitarku yang asing. Tanah yang banyak
ditumbuhi pepohonan, jalanan yang lumayan sepi dan tidak terdapat satupun gedung pencakar langit. Berbeda sekali dengan dengan Jakarta.

"Pak, ini jam berapasih kok udah sepi banget?" tanyaku.

"Jam sembilan malam non" jawab pak udin.

"Jam sembilan?! Tapi kok udah sepi banget?"

"non ana gimana sih, jangan samain sama jakarta, beda jauh non." ucap pak udin tersenyum. Aku mangut- mangut dan terus melihat rumah rumah dipinggir jalan.

"Pak udin udah sampai mana?" Tanyaku yang mulai bosan.

"Sabar non, bentar lagi." Kata pak udin tersenyum.

Tidak lama mobil segera menepi memasuki halaman sebuah rumah yang cukup luas halamannya.

"Ayo non turun, udah sampai." ucap pak udin.

Aku mengikuti pak udin yang membawa barang barangku mendekati pintu rumah.

"Assalamualaikum." salam pak udin mengetuk ngetuk pintu.

"Pak udin, ini rumah papa?" Tanyaku bingung

"Betul non" Jawab pak udin. Tidak lama, terdengangar bunyi langkah kaki mendekat, dan pintupun segera terbuka.

"waalaikumussalam."jawab seorang perempuan yang memakai daster dan krudung coklat.

"Mbak atun." sapa pak udin yang seperti sudah kenal lama.

"Mas udin, ya Allah mas.... , kamu sehat?" tanya wanita tersebut tersenyum.

"Alhamdulillah, mbak bapak udah tidur?"

"Dibelakang mas, loh mas. ini neng ana?" tanya wanita tersebut melihatku.

"Iya. non, kenalin ini bu atun. pembantu dirumah ini."Jelas pak udin.

Huft... hembusan nafasku lega, karena kukira bu atun
adalah mama tiriku, ternyata hanya seorang pembantu, dan aku segera memberikan senyumanku.

"Atun, siapa? Malam malam gini kok bertamu." tanya laki laki yang menghampiri bu atun. Dia terlihat tampan dan masih muda.

"Pak..., assalamuualaikum." sapa pak udin segera mencium tangan
laki-laki tersebut.

"waalaikumussalam." Jawab nya.

"Non ana ini bapak, papa non" terang pak udin.

"Papaku pak?"tanyaku bingung. Sungguh dia terlihat sangat muda seperti mama, tapi kenapa mama bercerai dari papa yang sangat tampan ini?

"Abi nak." kata laki-laki tersebut seolah menyuruhku memanggilnya dengan
sebutan abi. Akupun tersenyum dan segera mengecup punggung tangan beliau.

"Kamu udah besar Jannah." lanjut beliau mengusap kepalaku
tersenyum. Apa apaan ini? Hanya mengusap kepalaku? Mana pelukan hangatnya? Apakah papaku tidak menaruh rindu sama sekali kepadaku?

"din, kamu mau pulang kampung atau inggal disini?" tanya abi
memandang pak udin.

"Kalau boleh, saya mau tinggal disini, bantu bantu bapak." kata pak udin.

"Yaudah ayo masuk." ajak abi, kamipun segera mengikuti abi dan berhenti didepan sebuah pintu.

"Jannah, ini kamar kamu. cepat
istirahat, besok diantar pak udin sekolah." jelas abi.

"Apa?! langsung sekolah?!" tanyaku kaget.

"Iya nak, jangan sampai ketinggalan pelajaran. Besok kamu akan belajar dikelas XI Ipa 1." kata abi mengusap kepalaku dan langsung pergi. pak udin membawa tasku masuk kamar.

"Pak, nyebelin banget sih papa. padahal baru aja sampai cianjur, eh besok suruh langsung sekolah." kataku masuk kamar.

"Non, bapak emang gitu, beliau tegas dan disiplin. Oh iya non, bapak pinginnya dipangggil abi loh..." ingat pak udin tersenyum.

"Ogah pak, gak nyambung, masak aku manggil mama, mama. manggil papa, abi?. Nggak nyambung banget kan?" kataku duduk diatas kasur.

"udah lah non, turuti aja. Tinggal disambung-sambungin aja apa
susahnya sih?" kata pak udin yang segera keluar kamarku.

Kuhembuskan nafas sambil berbaring, Aku kira pertama ketemu papa bakal berkesan banget. eh ternyata, boro-boro nyium, meluk aku aja enggak, Cuma tersenyum dan ngusap kepalaku. Jadi terkesan dingin banget tau. Mana nyuruh manggil abi lagi, sok alim tau. huft.... jadi takut kalau dia galak.

Abi....? Batinku.

"Hmm..., abi? Yaudahlah, ribet amat." Guman ku menutup mata.

roychan N' jannahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang