pernikahan

34 1 0
                                    

Pagi itu seusai sholat shubuh berjamaah di masjid. Aku dan mama segera berjaalan pulang. Pikiranku sekarang telah kacau, mama tak bisa membantuku membatalkan pernikahanku nanti. Sepanjang perjalanan aku
terus memeluk lengan mamaku sendu. Pembicaraan antara mama dan teman temanku, dilla dan nazar ku hiraukan.

"ana, kamu kenapasih. Dari tadi kok diam mulu?" tanya nazar yang tak mendapat jawaban dariku.

"mungkin kangen sama nyai fitri." Balas dilla.

"Sayang kalo manggil ibu, tante fitri aja." mama mengusap kepala dilla.

"loh kenapa nyai? Kan saya memanggil abinya ana, kyai. Jadi saya manggil..."

"Maaf nak, kami udah cerai. Jangan dipasang-pasangin"

"eh, maaf tante saya lupa." Nazar menggaruk garuk kepalanya malu.

" yaudah tante, nazar dan dilla pulang dulu, assalamualaikum." Dillla dan nazar segera mencium tangan mama.

"waalaikumussalam." Jawab mama.

Sesampainya dirumah mama segera bersiap siap untuk
pernikahanku pagi ini. Aku hanya diam terus didepan kaca, aku masih tak menyangka bahwa hari ini, tepat pagi ini aku akan menikah dengan roy, cowok yang paling aku benci dan itu semua karena kebodohanku.

"maaf, neng ana, ibu fitri. Semua udah siap didepan." Bu atun membuka pintu kamarku. Mama mengangguk.

"sayang, ayo." Mama mengusap kepalaku.

"mah..."

"udah, percaya sama Allah." Yakin mama menarik tanganku.

Aku digandeng mama berjalan malas, semua telah berkumpul diruang tengah. Aku segera
duduk didekat roy. Tanpa basa-basi abi langsung menjabat tangan roy dan tak membutuhkan waktu lama ijab qobul telah dibunyikan. Dan tepat hari itu aku telah sah menjadi istri roy. Tangisku langsung tumpah, roy hanya melirikku datar.

" alhamdulillah, kalian udah menjadi pasangan yang sah." Syukur abi.

Roy mencoba ikut tersenyum didepan abi.

"sayang, hapus air mata kamu. Ingat, allah pasti memberi jalan yang terbaik." Bisik mama menguatkanku. Perlahan aku menghapus air mataku,
mencoba untuk tetap tegar.

" yaudah, kalian cepat siap-siap berangkat sekolah, dan roy. Kamar kamu didepan kamar jannah."

"Apa bi? Roy tinggal disini?" aku terbelalak tak percaya.

"iya, kamu nggak usah kaget, dan tenang aja. Rahasia ini insyaallah
bakal aman. Serahin semua pada Allah." Yakin abi.

Aku hanya diam, tak membantah seperti biasanya, karena hari ini aku sangat malas. Moodku pun hilang entah kemana. Aku langsung bagkit dan berjalan menuju kamar tanpa mendengarkan omelan abi. Segera ku ganti bajuku dengan seragam.

Sementara aku harus mencoba melupakan semua kekesalanku.

#

siang sepulang sekolah aku duduk di sofa depan tv. kumainkan jari jari kakiku bosan campur kesal. menyadari setelah ini aku bakal tinggal dengan orang orang yang paling nyebelin, coba aja abi gak sedisiplin ini. pasti aku udah sayang banget sama beliau.

tak tau sejak kapan, mama telah duduk disampingku sambil mengusap usap rambutku, seakan faham dengan apa yang sedang aku fikirkan.

"sayang, jangan sedih gitu dong..., nanti cantik kamu hilangkan gak lucu." canda mama mencoba mencairkan suasana.

"mah, gimana kalo aku ikut mama keluar negri." lsaranku memandang mama penuh harap.

"maksudnya?" mama bingung.

"ya aku tinggal sama mama. pastinya mama disanakan kesepian, ya aku gak tega. jadi mending aku tinggal sama mama." ucapku memegang lengan mama berharap mama segera mengangguk setuju. mama tersenyum, beliau memelukku.

"sayang, emang abi kamu gak kesepian?" tanya mama.

"kan udah ada roy. jadi abi tingal sama roy. ana sama mama. kan adil." rajukku.

"sayang kamu itu udah jadi istri roy. jadi kemana tinggal roy, kamu harus ngikut. belajar jadi istri yang sholihah." ingat mama mengusap usap kepalaku.

aku mendengus kesal. bersamaan dengan itu roy baru pulang dari sekolah.

"roy." panggil mama.

"duduk sini, mama pengen ngomong sama kamu." pinta mama memberi tempat untuk roy. aku pun bangkit tapi mama langsung menahanku.

"mama juga mau ngomong sama kamu. kalian berdua."

kuhembuskan nafasku dan kembali duduk. roy segera duduk disamping mama. ia tersenyum memandang mama, membuatku semakin muak dengannya.

"begini roy, sekarang ana adalah tanggung jawab kamu. ia istrimu, kalo dia punya salah ingatkan, tegur dia, tuntun untuk menjadi istri yang sholihah." pesan mama menarik tangan ku dan roy kemudian menyatukannya. aku memandang mama kemudian beralih ke roy.

"pasti mah, sebisa mungkin roy akan berusaha menjadi suami sekaligus imam yang baik untuk jannah." tutur roy.

jantungku berdebar mendengar penuturan roy yang sangat serius tak ada candaan dalam wajahnya. ia memandangku tersenyum, membuatku tersadar akan wajah tampannya dan senyum manisnya. mama memeluk kami dan tersenyum gembira bersama.

"mama sayang banget sama kalian." ucap mama mencium puncak kepala kami.

#

Sudah dua hari mama menginap dirumah ini. Dan sekarang
waktunya mama untuk kembali keluar negri. Sebenarnya berat melepas kepergian mama, tapi bagaimana lagi. Dan pagi itu aku, abi, roy, pak udin, dan bu atun berdiri didepan rumah untuk melepas kepergian mama. Kupeluk terus tubuh mama, seperti anak kecil yang tak mau jauh dari mamanya.

"sayang, kamu jangan gitu dong. Mama jadi nggak tega ninggalinnya." Mama mengusap kepalaku.

"biarin, biar mama nggak jadi pergi." Ucapku sebal.

"jannah." panggil abi menarikku.

"apaan sih abi, jangan sentuh aku deh. Aku benci sama abi."

" jannah!!!" panggil abi dan roy bersamaan kaget. Mereka langsung naik pitam.

"roy, mas rohman. Kalian nggak bisa ya lebih sabar sedikit. Jannah sekarang berhak menaruh rasa kesal pada mas, karena perlakuan mas."

"fitri, kamu jangan terlalu manjain dia. Apapun yaang keluar dari mulutnya langsung kamu sepakati.tanpa ada rasa marah sedikitpun."

"mas, kamu harus belajar lebih bersabar lagi. Bagaimanapun dia
anakku. Dan aku nggak bakalan ikhlas kalo kamu kasarin dia, apalagi sampai nampar ana."

"dia juga anakku fit, kamu nggak perlu khawatir. Dia lebih aman
bersamaku. Lagian dia sudah besar, dia harus bisa membedakan yang benar dan salah." Abi menunduk.

"Iya, mas memang benar, tapi apakah mendidik orang harus selalu dengan kekerasan?" Abi hanya diam dengan sanggahan mama. Mama tersenyum perlahan mama melepas tanganku.

"Yaudah, mama berangkat dulu." Aku dan roy segera mencium tangan mama.

"mas, aku pergi. Jaga putriku."

"maaf fit, dia juga putriku."

"hmm, assalamualaikum." mama tersenyum.

" waalaikumussalam." Mamapun segera masuk kedalam taksi yang sudah dipesannya. Mama terus melambaikan tangan dan tersenyum kepadaku seakan- akan beliau bilang

'semua akan baik- baik saja.' Air matakupun turun, aku segera berlari menuju kamar menangis sejadi jadinya didalam sana.

roychan N' jannahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang