3.Ibu

21 0 0
                                    

"pergi!"ucap Arini dengan muka datar

Ifa tekekeh geli melihat wajah jengah Arini karna menghadapi setiap ocehannya, melihat itu Ifa mejadi tak tega juga

"Oke, baiklah aku akan pergi. Sampai jumpa di kelas arini, babay jangan kangen."ucap ifa masih dengan sifat ceria bercampur alay khasnya sambil melangkahkan kakinya dan melambai-lambai pada Arini

Arini memilih tak memperdulikannya dan pergi ke dalam perpustakaan

**

"Ssstt... diamlah,"ucap wanita paruh baya itu bagai sebuah bisikan, dengan darah yang mengalir dari bagian badannya yang terlihat ada sebuah sayatan di beberapa bagian tubuhnya. Tangannya mendekap putri kecilnya yang sedang menangis sama meperti dirinya

"Nak, dengarkan ibu. Apa pun yang terjadi teteplah di sini! Jangan membuat suara, ibu akan keluar menemui mereka,"bisik wanita paruhbaya itu dengan suara sedikit bergetar, dan di Jawab dengan sebuah gelengan dari putrinya

"Yang terpenting sekarang adalah keselamatan kamu, jadi tolong dengarkan ibu. Apapun yang terjadi tetaplah disini dan jangan membuat suara sekecil apapun!"tekan wanita itu pada anaknya

Sang anak semakin menangis saat melihat ibunya yang akan pergi menemui mereka

Tangan kecil itu langsung memegang erat tangan sang ibu berharap agar tak pergi, tapi dengan kata-kata yang meyakinkan akhirnya sang ibu berhasil membuat anaknya luluh juga, meski diwajahnya terlihat rasa tak rela

"Ibu jangan tinggalin Arini."bisik anak kecil itu makin terisak saat mendengar teriakan pilu dan gemertak tulang dan suara hantaman saat tak lama ibunya keluar dari tempat persembunyian mereka

"Ibu!!"kaget wanita yang masih berbaring di kasur king size-nya itu sambil membelalakkan matanya. Dirasa pelupuk matanya basah oleh air mata dan hatinya merasa sakit juga dadanya merasa sesak saat bayangan mimpi itu melintas di pikirannya

"Astagfirullah..."lirih wanita itu--Arini makin terisak rasanya benar-benar sesak mengingat kejadian itu. Andai saja waktu itu ia tidak membiarkan ibunya keluar dari persembunyian mereka

Dengan terus beistigfar berusaha mengilangkan rasa sesak didadanya ia mengubah posisi tidurnya menjadi terduduk, Arini menarik nafasnya dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan

Saat merasa mendingan Arini melirik jam weker di nakas pinggir tempat tidurnya, jam menunjukkan pukul 01:02 ia pun beranjak dari kasurnya menuju kamar mandi berniat mengambil wudhu untuk shalat malam, mencurahkan apa yang ia rasakan pada rabnya seperti biasa

**

"Hikss..."suara isak tangis memenuhi ruangan kamar arini. Belum sampai ia mengatakan sepatah katapun namun hatinya sudah sangat merasa sesak karan mengingat semua dosa-dosa yang di lakukannya

Dengan bersimpuh di atas sajadah Arini mencurahkan segala gundah di hatinya pada sang khalik berharap menemukan jalan keluar dari lubang hitam yang menyertainya selama ini

"Ya Allam ampunilah segala dosaku ini. Ampunilah dosa kedua orang tua ku dan juga kakaku ya allah. Aku tahu selama ini telah besikap tidak sopan pada Ayah dengan selalu bersikap dingin padanya. Alasannya karna saat melihat ataupun mengingat Ayah di saat itu juga aku mengingat bagai mana detik-detik saat ibu meregang nyawa...hiks,"Arini makin terisak

"Kau pasti lebih mengerti alasanku ya Allah...hiks...tolong iklaskanlah hatiku ini atas kepergian ibu ya Allah. Bantu aku."

Dan tanpa Arinj sadari ada sepasang mata yang sedari tadi menatapnya sendu dari arah pintu yang sedikit terbuka. Dia adalah Ghafar-ayah Arini, kamar Ghafar bersebelahan dengan kamar Arini, tadinya ia berniat mengambil minum di dapur karna merasa tenggorokannya kering tapi baru beberapa langkah ia keluara dari daun pintu telinganya menangkap samar-samar suara isak tangis dari dalam kamar pitrinya jadi dengan perasaan panik ia membuka pintu bercat putih itu. Baru terbuka sedikit pintu itu, namun gerakkannya terhenti karna melihat anaknya yang sedang menangis sambil bersimpuh di atas sajadah, dengan serius ia mendengarkan setiap kata doa yang terucap dari mulut anaknya

Hati Ghafar merasa tercubit mendengar setiap kata dia yang di kataman anaknya. Ia merasa tidak becus menjadi seorang ayah

Setelah menyelesaikan doanya Arini melepas mukenanya dan melipatnya

memperhatikan anaknya yang sedang melipat mukena, entah pikiran dari mana tiba-tiba saja terbesit di otaknya suatu ide yang memurutnya akan membuat putrinya itu bahagia dan tentunya aman. Ghafar sangat berharap berkat idenya ini putnya bisa tersenyum manis lagi seperti dulu

Papa akan lakukan apapun demi kamu bahagia nak batin Ghafar, lalu dengan hati-hati ia menutup pintu putih itu agar tak ketahuan dan menuju dapur karna tenggorokannya terasa kering

***

Seperti biasa suasana meja makan nampak hening. Hanya suara dentuman sendok dan piring yang menjadi pengiring makan pagi keluarga kecil yang terlihat tidak sempurna

Menyedihkan pikir arini

"Nak sebelum kamu berangkat sekolah bisakah kita bicara sebentar terlebih dahulu,"ucap Ghafar lembut sambil menatap putrinya

"Tidak bisa."Jawab singkat Arini dengan muka datarnya

Ghafar menghela nafas lelah melihat jawaban singkat dari anaknya

"Hanya sebentar saja, tolonglah ,"ucap ghafar memelas

Arini memilih tidak merespon

"Hanya 5 menit!"

"2 menit atau tidak sama sekali,"final Arini

***

"Katakan dengan cepat!"ucap Arini masih dengan muka datar pada Ghafar yang ada di depannya

"Baiklah papa akan langsung pada intinya saja."

Menghembuskan nafas kasar lalu menatap putrinya serius,"papa akan jodohin kamu."

_____________________
Butuh kritik, saran serta vote sebagai pelengkap😊

Makasih iya udah mau mampir ke cerita ini😙😘😚

Tbc.

Sad YourselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang