Tak pernah terpikirkan sebelumnya, lagi. Belum pernah seumur hidupku menginjakkan kaki di lantai hotel bintang lima. Ceritanya setelah lelah dari keramaian resepsi, Rayhan mengajakku beristirahat di hotel."Berdua?"
Deg!!
Jangan-jangan Rayhan sekalian ingin mengajakku titik-titik? Oh, tidak. Pikirku.Untuk ini aku benar-benar belum bahkan tidak siap. Entah mengapa Rayhan memilih tempat peristirahatan disini, dan tidak di rumahnya saja yang katanya tidak jauh dari lokasi pernikahan.
"Kalo di rumah ada keluarga besar, pastinya bakal bising. Ntar ganggu lagi," paparnya melemparkan senyuman nakal. Aku memutar bola mata tak peduli.
Malam kian larut dalam balutan langit yang agak kelabu. Rayhan menyuruhku mandi duluan, lagian kami belum sholat isya. Sementara Rayhan giliran masuk ke kamar mandi, aku dengan cepat mengganti pakaian selagi Rayhan masih di dalam. Baju yang kupakai pun baru. Rayhan membelikannya tadi, karena aku memang tidak membawa baju ganti lagi dari rumah.
Setelah jarum disematkan dengan rapi di kerudung, aku hanya duduk di ranjang menunggu Rayhan keluar sambil senyum-senyum sendiri. Aku ingin mengekspresikan perasaanku yang baru saja mendapatkan hal menyenangkan.
"Kamu kenapa?" tanya Rayhan, heran melihat tingkahku saat ia baru keluar. Dan aku masih mengulum senyum sebahagia mungkin.
Dengan penuh kegembiraan dan perasaan bangga aku berucap,
"Aku haid!" kataku sedikit berbisik.
"Terus?" ia malah balik bertanya, sedingin-dinginnya. Aku mengerutkan kening.
"Au ah gelap. Udah malem. Tidur duluan ya..."aku melambaikan tanganku pelan padanya, sambil merebahkan badan di atas sofa. Sementara Rayhan langsung menggelar sajadah untuk shalat isya. Namun belum pun selesai takbiratul ihram, ia menyempatkan untuk bertanya.
"Tunggu. Haid kamu suka berapa lama?"
"Tu-- eh lima belas hari!" jawabku agak keceplosan di awal.
"Oh." katanya singkat. Kini giliran ia yang senyum-senyum sendiri. Sementara aku memandang heran. Aneh. Sudahlah, aku tidur saja.
Aw aw ah!!
Rayhan memekik cukup keras.
"Kamu mau ngapain?"tanyaku sedikit terkejut.
"Lepas dulu cubitannya! Sakit,"dia menawar.
"Eh,iya."
Oke. Aku melepaskan cubitanku di lengan Rayhan.
"Aku cuma mau mindahin kamu ke kasur doang,"
"Oh,gak usah. Aku disini aja."
"Yaudah kalo kamu gak mau. Tapi pake selimutnya! Dingin,"
Rayhan menyodorkan selimutnya padaku. Aku menghirup dan membuang nafas panjang-panjang. Kukira Rayhan hendak melakukan sesuatu padaku.
Rasa lelah masih bersemayam di sekujur tubuhku. Hingga tak berselang lama,akupun dengan mudah terlelap kembali.
***
Pagi telah menyingsing. Entah nol koma berapa ribu detik,cahaya matahari langsung melakukan aksinya begitu aku membuka lebar-lebar gordin panjang yang menjuntai hingga ke lantai. Namun saat giliran jendela yang kubuka, masyaallah tak terbayang seandainya aku terjatuh dari sini. Tinggi banget.
"Labiba?"seseorang menepuk bahuku dari belakang. Aku sedikit terperanjat."eh,maaf. Kaget, ya?"
"Hmm, Labiba?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Hujan Tak Sederas Rindu
RomanceBerawal dari ketaatan pada Sang guru, Sandra seorang gadis biasa akhirnya ia tau bahwa Tuhan tak selalu menurunkan hujan. Ada kalanya ia akan berhenti, membuka jalan untuk cahaya masuk di kehidupannya. Hujan itu indah. Seperti langit tengah menangis...