Delapan : Basheer dan Para Bedebah

34 2 0
                                    


Bagiku malam itu benar-benar seperti malam yang panjang, sampai-sampai aku dan Rayhan hampir kesiangan karena merasa betah.
Aku sekarang mengerti dengan ucapan Rayhan yang menyebutku mantan mulai malam itu. Karena sebelumnya kami yang masih seperti orang lain, seperti acuh dengan ikatan hubungan kami yang halal, tak berbeda layaknya dua muda-mudi yang masih berpacaran. Yang masih menjaga jarak satu sama lain.

Tapi kini kami sudah bukan pacar lagi, tapi mantan pacar. Kami telah merasakan bahwa kami benar-benar telah menikah. Dengan melakukan hal yang dilarang saat pacaran, namun halal setelah menikah. Seandainya sebelumnya aku tau Rayhan akan berbuat demikian malam itu, aku akan persiapan lebih dulu. Dengan berpoles secantik mungkin, atau menyemprotkan wewangian sebanyak mungkin. Namun sudahlah, sudah berlalu dan tetap terasa indah.

***

Rayhan bangun pukul sepuluh setelah tidur kembali setelah subuh, ia kelelahan. Sementara aku bangun pukul delapan karena masih harus mencuci pakaian yang dipinjamkan Basheer di tempat khusus laundry hotel. Baju yang kemarin Rayhan kenakan tetap tercium aroma apel meski sudah dicuci. Pantas saja ia dinamai 'Rayhan' yang memiliki arti wangi dan harum, karena dia memang pria yang wangi. Sampai saat inipun aku masih bisa mencium jelas aroma tubuhnya.

"Hai!" sebuah tepukan dibahu berhasil mengejutkanku.

"Kak Ray," sapaku dengam sedikit senyum simpul.

"Pagimu indah?" tanya dia.

Aku menjawab simpel, "Ya,"

"Pastinya gak seindah semalam kan?" ungkitnya.

Jilbabku sedikit ia angkat, ingin mengecek kembali beberapa tanda merah di leherku. Aku segera menurunkannya tak enak tertangkap CCTV.

"Masih ada. Maaf ya, aku terlalu semangat." bisiknya.

Wajahku memerah lagi, kali ini aku tak bisa menahan tawaku.

"Ih, kok ketawa? Kenapa?" tanyanya ikut tertawa. Aku hanya bisa menggeleng-geleng kepala.

"Ohiya, kok kamu bisa tau aku ada di sini?"

"Ya taulah, orang di hidung kamu ada CCTV-nya."

"Heh? Mana?" aku refleks meraba hidung.

"Haha, aku bercanda. Masa iya aja sih?"

Eh, iya ya. Dasar aku, telmi.

"Kak, kamu pake parfum merk apa sih? Kok awet banget ya?"

"Bukan parfum, itu keringat aku!"

"Heh? Percaya jangan ya? Trus kalo percaya musyrik gak ya?"

"Yaude, kagak percaya juga kagak ngapa."

Rencananya kami akan mengembalikan baju Basheer sehabis dzuhur, namun tidak jadi. Kami masih malam bepergian, jadi kami baru pergi selepas ashar.

***

Jalanan Alexandria masih renggang sore itu, maklumlah hari ini libur tahun baru. Rasa ngantuk kerap hadir setiap detiknya, beberapa kali aku menguap.
Kami menyewa mobil untuk beberapa hari, jadi tidak perlu naik taxi dan tidak perlu ada supir lain. Hanya berdua saja.

"Malal!"

Rayhan melirikku, aku meliriknya juga. Dia tersenyum lagu menyalakan DVD. Lagu yang terdengar adalah lagu Nancy Ajram yang berjudul 'Inta Eyh'.

"Kamu tau lagu ini?" tanya dia.

"Tau, kenapa emang?"

"Engga, cuma suka aja."

"Suka lagunya apa penyanyinya?"

"Em, penyanyinya boleh tuh. Seksi..."

"Idih," lagi-lagi aku memutar bola mata.

Ketika Hujan Tak Sederas RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang