Hari terakhir.
Pagi ini aku dan Rayhan mulai berkemas. Barang yang akan kami bawa pulang bertambah banyak, termasuk oleh-oleh untuk orang di rumah. Rencananya hari ini kami akan ke rumah Basheer dulu, Rayhan menawarkanku untuk mengajak Basheer ikut ke Indonesia. Mudah-mudahan saja dia mau."Maaf, aku tidak bisa, Sandra."
"Kenapa? Kamu gak mau ziarah ke makam Ibu?"
"Aku ingin, ingin sekali. Tapi meskipun aku dilahirkan di Indonesia, aku dibesarkan di sini. Kampung halamanku di sini. Aku punya keluarga yang harus kujaga di sini, yang juga keluargamu. Sama sepertimu yang punya keluarga yang harus kau jaga di sana, yang juga keluargaku." ujar Basheer menolak.
"Aku tidak bisa pergi, karena aku tak yakin bisa kembali ke sini. Dan kamu pun tidak bisa tinggal, kamu harus pulang. Tapi aku janji, suatu saat jika aku sudah sukses aku akan datang ke sana bersama Amati untuk menemuimu juga Bibi."lanjutnya.
"Yasudah kalo begitu, aku tunggu." ujarku sedikit kecewa.
"Ohya, aku ingin tahu. Ada siapa saja keluargaku di Indonesia?"
"Em, ada aku, Kak Ray, Bibi Nuri, dan suaminya, Paman Rudi. Mereka juga sama punya anak dua, namanya Fikri dan Ridwan.
"Pokoknya kamu harus bertemu mereka. Mereka itu menyenangkan." lanjutku. Basheer tersenyum."Em, gimana kalo kita ziarah ke makam Ayah mertua? Sekalian pamit," Rayhan ikut bicara.
"Ohiya, sekarang aja sebelum dzuhur." kataku.
"Iya sekarang, masa besok?"
"Eh, iya. Hm,"
Ini kali kedua dan mungkin entah terakhir kali aku ziarah ke makam Abi. Tak pernah aku menyangka akan menemukan Abi di sini.
Bu...
Aku sudah bertemu Abi. Dia di sini sekarang, tepat di hadapanku. Namun ia tak bernafas, sama seperti Ibu. Tertimbun di bawah tanah sana, tak bisa melihatku, tak bisa menyentuhku, tak bisa memelukku. Begitupun aku. Tak bisa melihat wajahnya, tak bisa mendengarnya, tak bisa menyentuhnya, tak bisa memeluknya.Aku mengerti sekarang. Mengapa Ibu dan Abi menamaiku Alexandria, agar aku datang. Alexandria, sebuah panggilan nyata. Agar aku datang memenuhi panggilan itu, datang ke Alexandria. Agar aku tau dan menemukan jati diriku juga keluargaku yang lain di sini.
Abi...
Sekarang aku sudah menemukanmu. Meskipun engkau tak dapat menatapku, begitupun aku. Mungkin kau masih bisa mendengarku, maafkan aku terlambat menemuimu..
Dan aku harus pulang, tak bisa sering kemari. Tempat ini jauh. Kutau Abi sejak lama menunggu kedatanganku, aku sudah datang. Namun akan pergi lagi..
Aku hanya meminta satu pada Abi : jangan pernah membedakanku dengan Basheer. Meskipun aku tidak hidup bersamamu, namun aku tetap putrimu. Aku Alexandria Labiba bint Abdullah Al-basheer, anakmu dari negeri jauh."Yuk!" ajak Rayhan.
"Kemana?"
"Petualangan terakhir."
Aku meraih tangannya dan berdiri meninggalkan pemakaman. Sesekali aku menengok ke belakang, layaknya tengah melihat Abi yang tersenyum melambai padaku. Aku spontan balas melambai.
"Kamu dadah sama siapa?" Rayhan heran, aku hanya senyum.
"Sama burung,"
"Aneh."
"Kamu juga." kataku, gajebo.
***
Petualangan terakhir.
Aku siap dibawa kemanapun oleh Rayhan. Aku tidak tau sudah sejauh mana mobil melaju, yang pasti sudah hampir dua jam ini kami belum sampai di tujuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Hujan Tak Sederas Rindu
RomanceBerawal dari ketaatan pada Sang guru, Sandra seorang gadis biasa akhirnya ia tau bahwa Tuhan tak selalu menurunkan hujan. Ada kalanya ia akan berhenti, membuka jalan untuk cahaya masuk di kehidupannya. Hujan itu indah. Seperti langit tengah menangis...