Fake Date

1.6K 134 5
                                    

Sore, tanpa ada yang menemani rasanya tidak cukup untuk membuat suasana hati menjadi baik. Tapi, tidak bagi Naruto. Walaupun pemuda yang terkenal berisik, hiperaktif, dan hidupnya tak jauh-jauh dari keonaran itu paling menyukai kesendiriannya di waktu-waktu tertentu. Semua orang pastinya memiliki me time, bukan?

Itu pun jika kau masih menikmati hidup.

Naruto menuruni anak tangga yang menghubungkan langsung dengan ruang tamu di lantai satu. Iris sapphirenya menelusuri setiap sudut rumah  yang terlihat kosong tak berpenghuni sore itu. Ia mendengus bosan.

Pesta yang sebelumnya sempat dibicarakan oleh Kushina terpaksa harus ditiadakan karena wanita itu pergi untuk menghadiri pertemuan dengan para tetua Uzumaki di luar kota. Lalu, ayahnya seperti biasa melakukan perjalanan bisnis di Asia Tenggara entah di negara mananya, Naruto tidak terlalu memikirkan. Sedangkan Shion, si wanita jantan itu sedang membeli persediaan bahan makanan untuk mengisi kembali kulkas-kulkas besar itu di dapur.

“Ya sudah, aku pergi saja.” Gumam Naruto sambil mengangkat kedua bahunya tak acuh melenggang pergi menuju pintu utama. Ia hanya mengenakan hoodie berwarnakan olive, jeans hitam yang melekat pas di kakinya, serta slip on andalannya.

Ia berjalan menyusuri pekarangan rumahnya yang tidak bisa di bilang kecil. Jaraknya sekitar sepuluh meter menuju gerbang terluar. Naruto merengut kesal saat pikirannya terlintas akan hal itu. Seorang pelayan wanita yang tengah membersihkan pancuran air tak jauh darinya menyapa Naruto, membuat sang empu menolehkan kepalanya.

“Tuan, apa kau ingin pergi? Biar kupanggilkan supir untuk mengantar.” Sahut pelayan wanita tersebut padanya. Naruto memperhatikan wanita tersebut dengan seksama, lalu tertawa ringan.

“Tidak perlu, aku akan pergi sendiri. Sampai jumpa.” Pelayan wanita itu berniat untuk membuka mulut kembali, namun ia urungkan ketika melihat Naruto langsung meninggalkan tempat.

Kaki jenjangnya berlari kecil, membuat surai pirangnya yang berantakan bergerak melawan angin sesuai irama. Tidak seperti tubuhnya yang berlari santai, wajahnya melotot terlihat tegang. Sepertinya ia akan bersiap-siap menanggung linu pada kakinya. Ugh.

Naruto beruntung kediamannya itu tidak terlalu jauh dari pusat kota. Ia bisa kapan saja berjalan-jalan mengelilingi berbagai tempat di sana.
Berbagai macam bentuk papan etalase toko menyambut keramaian kota sore itu. Rasanya tidak pernah bosan melihat kesibukan kota nan padat itu, atau tidak?

Restoran ramen terkenal yang selalu penuh pelanggan, pusat perbelanjaan mulai dari harga-harganya yang terjangkau hingga level fantastis, gaya berpakaian dengan beribu-ribu konsep, game center yang selalu mempunyai produk keluaran terbaru mereka, dan para pekerja baik mereka yang melayani toko, ataupun kantoran dengan cekatan. Kira-kira, seperti itu pemandangan yang biasa tersaji dalam kehidupannya di pusat kota.

Bersama kerumunan orang lain, Naruto berjalan. Matanya sibuk mengamati setiap detail tempat yang ia lewati, berpikir mengenai tempat yang akan ditujunya sekarang.
Kakinya terus berjalan, melewati toko bercat merah muda yang diketahui sebagai tempat pernak-pernik khas perempuan, lalu melewati bangunan toko dengan gaya modern susunan bata tanpa plester yang merupakan tempat barang antik. Oh, ia bisa melihat guci peninggalan zaman dinasti Ming dengan harga yang selangit itu. Well, khas Cina sekali, pikirnya.

Langkah Naruto terhenti tepat di depan bangunan bergaya retro yang di dominasi oleh warna cokelat. Matanya melihat papan tulisan yang menggantung di samping pintu masuk.

Stone Cafe.

Okay, mereka tentunya tidak melayanimu dengan bongkahan batu. Pemuda pirang itu melangkahkan kakinya memasuki tempat tersebut. Dirinya di sambut oleh harum cendana yang merasuk ke Indera penciumannya.  Berbicara mengenai visual tempat, seluruh interior-nya terbuat dari batuan, lantai yang terbuat dari marmer dengan pola geometris dan dinding berbentuk kurva yang terbuat dari batu granit. Suasana elegan tetapi terasa luas dengan plafonnya yang tinggi menyambut hangat orang-orang yang berdatangan.

Belenggu [Revisi]Where stories live. Discover now