BAB I

101 3 2
                                    

Bagian 2.A

- See the Unseen -

   Nix menyandarkan diri di dinding selepas menjauhi ruangan itu. Bau menyengat itu mengerikan, efeknya mencengkram seluruh celah rongga hidungnya. Perhatiannya sedikit teralih begitu melihat Clanton menutup pintu ruangan, dan bergegas menghampirinya.

   "Kau kenapa?"
   Mendadak kekesalan Nix memaksa ingin dimuntahkan. "Oke. Aku oke," Tapi gadis itu memilih meluncurkan kembali kekesalan itu dan mengubahnya menjadi bentuk lain. "Apakah Mr. Juridith orang yang... uhm... kotor?"

   "Kotor?" tanggap Clanton seakan Nix kurang jelas mengatakannya.
"Ya. Kotor. Apa kantornya tak pernah dibersihkan?"

   "Lebih baik kita bicara sambil berjalan." Nix mendengus, menggerakkan kaki pelan. "Jadi kau seorang clean freak? Mr. Juridith memang biasa saja soal kebersihan. Tapi bukan berarti tak peduli."

   "Kau yakin?"

   "Itu yang membuatmu aneh? Karena selera bersih dan rapinya berbeda denganmu? Begitu?"

   "Kau salah paham," sanggah Nix cepat. Diliriknya sekitaran yang terlalu sepi dan sunyi. Sekolah ini memang terlalu luas. Koridornya seakan sengaja dibangun guna melengkapi labirin, bukan sekolah pada sewajarnya. "Kau... tidak sakit hidung kan?"

   "Maksudmu?"

   "Indra penciumanmu berfungsi dengan baik kan?"

   "Hanya aku di antara tiga bersaudara yang tak pernah merasakan flu selama ini, Latrans. Aku bangga akan hal itu."

   "Kalau begitu jelaskan mengapa kau berpura - pura tidak mencium bau jahat itu, Ketua Kelas." Nix menahan dirinya untuk tidak menyiapkan tangan layaknya Wolverine dalam menghadapi musuh.

   "Apa yang perlu kujelaskan, sih? Tidak ada bau seperti yang kau katakan. Justru bau fishbone cactus yang mekarnya malam hari. Bau itu seharusnya sudah hilang mengingat matahari telah terbit."

   Nix terdiam sejenak. Sesuatu yang harum dan bau busuk jelas dua perkara yang berbeda. "Jadi kita takkan melakukan apapun hari ini?" Memikirkannya terus hanya akan menambah tekanan pada jalinan saraf otaknya.

   "Tidak," Nix menerima kertas tebal yang disodorkan Clanton.
"Beruntungnya, kau akan mendapatkan kejutan. Yah, semacam tradisi penyambutan murid baru. Terlebih kau seorang Byrne."

   "Apa diskriminasi ras masih terjadi di sini atau hanya kau saja?" Perempuan itu memicingkan mata. Ia harus kecewa karena Clanton cuma tersenyum tak tulus. Mengabaikan pertanyaannya, lelaki itu justru berkata, "Lebih baik kau bersiap untuk menjadi bagian dari kita."

°•°•°•

   Aturan pertama, Nix harus selalu siap pakaian olahraga lengkap. Querquentine mewajibkan peserta didiknya memiliki kondisi jasmani yang bugar. Konsekuensinya, olahraga menjadi kegiatan pertama yang mengawali hari sekolah. Hal ini bukan hal yang sembarangan atau bisa diremehkan, menurut Clanton. Skor yang diperoleh dari aktivitas fisik ini juga memengaruhi reputasi dan nilai akhir tahun ajaran.

   Setuju saja Nix perihal kesehatan fisik, yang belakangan ini menjadi proritas terakhir muda mudi era kini. Paling - paling, mereka baru menjadikannya prioritas di usia menjelang senja. Saat tulang - tulang mereka tak sekokoh dulu, saat kinerja otot berkurang dan sistem imun yang memburuk.

   Namun, ia tak menyangka bahwa olahraga yang dimaksud di sini adalah berlari menyusuri bukit sejauh sepuluh kilometer. Ia, yang belum berhasil mementaskan diri dari keterkejutannya, didorong untuk segera mengayunkan kaki oleh beberapa orang di belakangnya. Tubuh Nix akan limbung, namun kakinya lebih sigap dari yang ia kira. Mengikuti arus, ia pun melesat di tengah - tengah kerumunan.

ElclestineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang