Sebuah tantangan?

4 0 0
                                    

Lagi-lagi. Sudah berapa kali Hanif menjadi saksi kedekatan Senja dan Jinan. Keduanya baru saja melewati Hanif yang hendak pergi ke parkiran dengan canda tawa. Tadi juga saat Hanif baru datang ke kelas, ia disuguhi pemandangan Senja dan Jinan yang mengobrol berdua di bangkunya. Dan sebagai informasi, Hanif sebangku dengan Senja.

Pagi yang baik untuk diawali dengan sakit hati.

Namun diantara semua rasa sakit yang Hanif rasakan, ia diam diam bersyukur, Jinan bisa menjaga kebahagiaan di wajah Senja. Tapi tetap saja hatinya tak bisa menampik rasa sakit yang terus mendatanginya ketika melihat kedua insan itu bersama.

"Jangan diliatin mulu kali," Hanif terkejut, menoleh dan mendapati sesosok gadis berkacamata ada di sebelahnya. Gadis yang ia kenal sebagai Naya, kawan sekelasnya yang tidak terlalu dekat.

Ni anak jeli banget.

"Gue nggak ngeliatin kok," elak Hanif.

"Nggak liat tapi diem di situ terus," Naya membetulkan letak kacamatanya. Setelahnya ia mengambil sesuatu di Papper bag yang ia bawa.

"Kebetulan gue ketemu elo. Nih," Naya menyerahkan sebuah toples kaca  ke arah Hanif. Hanif terkejut ketika melihat benda lain disana.

Bunga yang akan dia berikan kepada Senja dua hari yang lalu.

Dia tahu karena ada sebuah kertas yang diikat dengan tali disana dengan tulisan :

'Untuk waktu dan orang yang paling gue suka di setiap hari, Senja.'

"Lo dapet dari mana?" tanya Hanif tak percaya. Dia ingat bahwa dia meninggalkannnya di danau kemarin sore.

Bukan menjawab, Naya lanjut berkata "Daripada lo buang gitu aja, mending gue kasih lu tantangan dengan bunga ini."

Hanif menaikan sebelah alisnya, semakin bingung dengan perkataan Naya.

"Gue tantang lo, sampai bunga ini layu, lo harus bisa move on dari dia. Selama bunga ini belum layu, lo bebas memperhatikan dia, masih sayang sama dia. Tapi setelah itu layu, lo harus menghilangkan perasaan elo," jelas Naya. Hanif diam mencerna penjelasan gadis itu.

"Siapa yang suka sama siapa sih? Aneh lu," Hanif masih mengelak.

"Nggak usah sok nipu gue. Di mata lo jelas banget lo suka sama Senja. Perlu gue jelasin lagi kalo lo, Hanif Langit Dewantara suka sama Senja Anggita Sari?" Hanif merutuk dalam hati. Selama 1 semester ini dia ingat bahwa tidak ada yang tahu perasaannya kecuali dirinya sendiri. Tapi kenapa gadis ini tau?

"Iya iya gue ngaku, puas lo?" ujar Hanif pasrah. "Lo dapet dari mana nih bunga?"

"Danau. Lo buang kan kemarin?"

"Kok lo bisa di danau? Lo ngikutin gue?"

"Geer banget jadi cowok. Gue setelah acara inti emang disana," jelas Naya. Hanif ber oh ria. "Jadi? Lo mau nerima tantangan gue?"

"Apaan sih lo, lo kira menghilangkan perasaan itu mudah?" Hanif terlihat kesal.

Naya tersenyum kecil, "Justru itu tantangannya. Kalau lo berhasil menghilangkan perasaan itu, lo tau apa yang terbaik buat lo."

Naya meletakan gelas berisi bunga itu ke tangan Hanif. "Gue yakin lo bisa. Karena dengan lo ngebuang bunga ini kemarin, itu tanda bahwa sebagian dari diri lo pengen nggak peduli terhadap Senja yang pergi bersama si langit biru. Lo, si langit malam ini mau ngebuktiin bahwa dia bisa berada disana bahkan ketika ditinggal Senja."

"Puitis banget bahasa lo," cibir Hanif

"Ayolah. Lo, Hanif Langit Dewantara pasti bisa ngelakuinnya," Naya menatap Hanif tepat di matanya. Hanif terdiam sejenak, ia memandang mata Naya dan gelas di tangannya bergantian.

Mungkin benar, ini saatnya berubah. Saatnya move on.

"Tantangan nggak akan asik tanpa imbalan, Siriusa Naya," ujar Hanif sambil tersenyum miring.

"Ada maunya lo," cibir Naya. "Anything. But, harus sesuai kemampuan gue."

Hanif tersenyum puas. "Tapi, kalo lo nggak berhasil ada hukumannya."

"Kok gitu?!"

"Lo yang minta Hanif. Lagian ini tantangan. Be realistic okay? Lu cowo, masa sama hukuman aja takut?"

Hanif mendesis, setelah berdebat dengan isi hatinya, ia menjulurkan tangan pada Naya.

"Oke, deal!"

***

Langit Malam - Han JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang