Nadhira POV
"Udah empat puluh dua hari kepergian Anan ke Palesina untuk menjadi relawan, tapi Anan belum juga memberi kabar sejak saat itu, hiks.. "
Tangis Nadhira pecah di malam itu. Nadhira hampir putus asa dengan keadaan. Sepengharap Anan pulang tepat pada waktunya kini tlah pupus.
"Aku harus ke Palestina, harus!" Batin Nadhira yang terus berkecamuk mendorongnya untuk membulatkan niatnya.
Nadhira beranjak dari sudut tempat tidur yang ia duduki. Tapi seketika ia teringat adiknya, Adelano Vian Alendra. Bagaimana dengannya?
Dengan keadaan setengah berlari, Nadhira bergegas untuk mengambil ponselnya yang berada di ruang tengah.
Tut.. tut.. tut..
Tak lama terdengar suara wanita yang dari suaranya sudah bisa ditebak ia sudah paruh baya.
"Assallamualaikum, Nad. Ada apa?"
"..."
"Nad? Kamu baik-baik aja kan?"
"..."
"Nadhira!" bentaknya dari balik telepon, suara wanita paruh baya itu terdengar penuh kekhawatiran.
"nggh, iya Bu Dhe. Bu Dhe lagi sibuk engga? Nadhira boleh minta tolong?" Jawab Nadhira sedikit terkejut karena Bu Dhenya yang membentaknya. Dengan napas yang masih menggebu-gebu karena menahan tangisnya, Nadhira tetap berusaha menstabilkan suaranya agar tidak membuat orang khawatir.
"Minta tolong apa Nad?, kalo Bu Dhe mampu pasti Bu Dhe bantu" Jawab wanita paruh baya yang di panggilnya 'Bu Dhe' itu dengan penuh ketulusan.
"Nadhira mau ke Palestina Dhe, Nadhira mau minta tolong ke Bu Dhe, selama Nadhira di Palestina Nadhira mau titip Vian. Tapi Nadhira ngga akan lari dari tanggung jawab sebagai kakak, Nadhira tetep kirim uang untuk kebutuhan Vian setiap bulannya. Nadhira juga ngirim asisten rumah tangga buat bantuin Bu Dhe. Biar beban ngga semua ditanggung Bu Dhe. Kalo Vian ada kebutuhan sekolah, Nadhira juga udah asuransi sejak lama, jadi Bu Dhe ngga usah khawatir."
Jelas Nadhira panjang lebar."Iya, Bu Dhe mau. Tapi kenapa tiba-tiba kamu mau ke Palestina?" tanyanya yang seketika membuat tubuh Nadhira membeku untuk beberapa detik.
"Kepergian Anan ke Palestina sudah empat puluh dua hari, Dhe. Tapi Anan belum juga memberi kabar, hiks.. Hiks.. Keputusan Nadhira sudah bulat, Nadhira akan pergi ke Palestina untuk beberapa saat. Nadhira tidak bisa bertahan disini dengan perasaan yang penuh kekhawatiran akan keadaan Anan disana, hiks.. Hiks... Bu Dhe ngga usah khawatir sama Nadhira, Nadhira baik-baik aja." tangis Nadhira pecah hanya karna pertanyaan yang mungkin bisa dianggap sepele. Tapi yang menjalani hanya Nadhira, hanya Nadhira yang dapat merasakan beratnya beban hidup saat ini.
"Iya Nad, Bu Dhe paham semua yang kamu rasakan saat ini. Hati-hati disana, selalu beri kabar kepada Bu Dhe ya Nad. Vian akan baik-baik saja." Ucapnya sedikit menahan tangis dan dengan nada memelas.
"Baik Bu Dhe, terimakasih." kali ini suara Nadhira sudah stabil, walaupun hatinya terus meronta-ronta menuntut kepada takdir. Perasaan penuh kekhawatiran dengan apa yang akan terjadi antara Nadhira dan Anan di negeri orang, selanjutnya.
"Sama-sama Nadhira, Bu Dhe juga ibu kamu. Jadi jangan segan-segan jika membutuhkan bantuan dari ibu,"
"Sekali lagi terimakasih, ibu." ucap Nadhira dengan senyum yang terukir diwajahnya, memperlihatkan lesung pipitnya yang dalam.
"Sama-sama, teleponnya sudah dulu ya Nad, hati-hati disana"
"Iya Bu Dhe," jawab Nadhira
Tut.. Tut..
Bunyi sambungan telepon antara Nadhira dan Bu Dhenya yang telah terputus.
![](https://img.wattpad.com/cover/186221261-288-k287507.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MUSAFIR BERAKSARA
Storie d'amoreBagaimana jadinya jika semua rencana hancur seketika hanya karena tugas?. Seperti halnya yang dirasakan Nadhirania Asma, gadis cantik berusia sembilan belas tahun. Nadhira memiliki seorang kekasih yang usianya dua tahun lebih tua darinya, Muhammad A...