SEBUAH NAMA

178 13 2
                                    

SEBUAH NAMA
Penulis: pingkanianh

Musim panas telah tergantikan dengan rintikan air langit yang semakin deras datangnya. Sudah enam bulan berlalu, udara dingin di ketinggian dataran setia menemani setiap malamku, sama halnya dengan sekarang. Cangkir kaca yang tak sepanas beberapa menit lalu masih ku genggam, berharap mengurangi dingin yang menusuk tiapguratan takdir di telapak tangan. Siualan angin menerbangkan ujung kerudung merah yang aku kenakan, sedikit membawa tetesan air yang menerpa wajah yang tengah menengadah ke gelapnya langit. Aku embuskan perlahan udara dingin yang memenuhi paru-paru, terasa segar.

“Kirana,” panggil seseorang dari arah belakangku. Suara lembut yang khas seperti biasanya. Ya, di tempat ini hanya ada aku dan dia. “Nanti kau masuk angin. Besok kan acara spesialmu,” tambahnya seraya tersenyum menggoda. Aku berbalik menatapnya, membalas dengan senyum simpul.

Percikan air seakan enggan meninggalkanku, memaksa masuk melalui jendela tempatku merenung beberapa saat lalu. Jendela kaca dengan bingkai kayu yang dipernis seluruhnya perlahan ku tutup untuk mengurangi bisingnya malam. Perlahan kaki yang terbalut rok hitam ini melangkah mendekati gadis berkaca mata yang sudah menungguku di sofa hitam tempatnya merebahkan diri.

“Ann,” panggilku. Gadis berwajah oriental itu menatapku dengan satu alis terangkat. “Kenapa perasaanku gak tenang, ya? Detak jantungku jadi cepat gini.” Satu tangan kuletakkan di dada, merasakan kerja salah satu organ tubuhku yang di atas normal.

“Biasa itu, orang kalau mau di khitbah pasti deg degan, perut rasanya mulas, gak enak makan,” godanya. Aku hanya tersenyum malu.

“Mungkin aja aku grogi, ya.” Anna mengangguk mengiyakan perkataanku.

Entah mengapa rasanya ini bukan masalah grogi atau karena besok adalah hari spesial, tapi ada sesuatu yang membuatku tak nyaman, seperti ada suatu hal yang tak aku inginkan akan datang memasuki kehidupanku.

***

Mas Reyhan, seorang pria yang aku temui di salah satu kajian yang aku ikuti di kota baruku ini. Tidak seperti di sinetron ataupun novel yang mempertemukan sepasang anak adam dan hawa dengan adegan-adegan romantis yang membuat pembacanya ‘baper’ tak berkesudahan. Aku mengenalnya dari salah satu sahabat priaku, semua berjalan biasa saja, tak ada yang spesial, hingga pada suatu hari satu kalimat yang keluar dari mulutnya merubah alur kehidupanku.

Di depanku dan Awan, Reyhan mengucapkan kalimat yang tak pernah aku duga sebelumnya.

“Kirana, ayahmu besok ada di rumah?” Mataku  menatapnya sekilas kemudian mengangguk, menyantap kembali nasi goreng yang telah aku pesan.

“Kenapa?” tanyaku kemudian.

“Aku ingin meminta izin untuk meminangmu.”

Nasi  yang barusan berseluncur memasuki tenggorokanku hendak keluar kembali. “Apa?” Aku dan Awan serempak menatap Reyhan yang memandangku dengan tatapan serius. Aku tak dapat menutupi rasa terkejutku, begitupun dengan Awan yang terlihat menunduk di seberang kursiku. “Aku serius! Awan menjadi saksi jika aku berbohong,” tambahnya. Awan menatapku, melemparkan senyum simpul yang meyakinkanku.

Keesokan hari Mas Reyhan membuktikan janjinya, dia datang ke rumah untuk menemui ayah. Mas Reyhan memberikanku waktu untuk menjawab dan itu membuatku sedikit lega, setidaknya ada empat hari untukku berpikir memberikan jawaban terbaik untuk kehidupanku dan juga Mas Reyhan.

***

Kenangan-kenangan pahit masa lalu yang sempat terpendam kini muncul kembali. “Apakah benar keputusanku menerima pinangan Mas Reyhan?” Kalimat-kalimat itu terus terngiang di kepalaku, padahal hari ini adalah acara dimana keluargaku dan keluarga Mas Reyhan akan bertemu, membicarakan tanggal yang tepat untuk acara pernikahan kita berdua.

Jurusan Religi Islami The WWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang