O9. Bermain Bersama《같이놀다》

998 137 1
                                    

Bukan 18+ tapi ada romantic scene yang sedikit sensitif. Bahasa sudah disesuaikan sedemikian rupa agar tidak menjurus ke pornografi.

       Jam telah menunjukkan pukul 10 malam namun Jendra dan Jihana masih belum selesai dengan kegiatan mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


       Jam telah menunjukkan pukul 10 malam namun Jendra dan Jihana masih belum selesai dengan kegiatan mereka. Setelah Jendra mencium Jihana di ruang depan tadi, Jendra segera membawa Jihana ke kamarnya. Lalu bercinta dengan Jihana hingga kurang lebih satu jam sampai sekarang.

"Jihana aku mau keluar lagi."

"A-aku juga."

Setelah itu Jendra membaringkan tubuhnya di samping Jihana. Membuat Jihana kembali mendesah pelan karena Jendra belum melepas tautan mereka.

"Jendra... Ini dilepas dulu." ucap Jihana sambil melirik ke arah selatannya.

"Biar aja. Dia nyaman di sana."

Jihana tidak dapat menahan semburat merah di pipinya. Ia tidak dapat memikirkan apa yang ia dan Jendra sudah lakukan. Pun dengan Jendra, ia hanya merasa sangat bahagia sekarang.

"Na, lo tau gue nggak bakal ninggalin lo sekarang. Lo ikut gue pulang nanti, ya? Lo tinggal sama gue. Rumah ini. . . bisa tetap kita kunjungi sewaktu-waktu. Tempat di mana kisah kita dimulai."

Apalagi yang bisa Jihana lakukan selain mengangguk setuju? Ia benar-benar kehabisan kata-kata karena terlalu bahagia!

"Gue tau cuma dengan waktu 11 hari nggak mungkin buat kita benar-benar utuh. Karena itu, gue mau kita belajar untuk menjadi satu, Na." Jendra berucap lembut sembari jari-jari tangannya diarahkan untuk menyingkirkan rambut-rambut Jihana yang menghalangi matanya. "Gue cinta sama lo dan gue mau kita belajar buat hidup bersama. Lo gimana? Lo cinta sama gue? Lo mau berjuang sama gue?" lanjutnya.

"Aku nggak bisa bilang enggak 'kan, Jendra? Kamu benar-benar kebahagiaanku. Aku juga mencintaimu Jendra, sangat."

Jendra tidak menjawab lagi, ia hanya mengecup kening Jihana berkali-kali. Dan Jihana yang merasa nyaman pun memejamkan matanya bersiap menyambut mimpi. Setidaknya sebelum-

"Na, bangun lagi. Lo ngerasa kan? Sekali lagi, ya?"

"Enggak, Jendra! Ah, aku ngantuk."

"Sekali, Sayang."

Baik, mari tinggalkan pasangan yang sedang dimabuk asmara tersebut.

⇉⇉⇉⇉

"Anak-anak, hari ini kita nggak belajar kar-"

"Kenapa nggak belajar? Hae mau belajar! Belajar! Belajar! Haidar tidak mau pulang!" Haidar, anak laki-laki berusia 10 tahun memotong ucapan Jihana dengan suara melengkingnya. Tentu saja memancing teman-temannya yang lain untuk melakukan hal yang sama.

Ya, Jendra dan Jihana rencananya akan berpamitan hari ini karena tiga hari lagi mereka harus meninggalkan rumah Jihama. Dan karena itulah, Jihana berpikir hari terakhir ini akan ia habiskan untuk bermain bersama mereka semua. Menghabiskan waktu untuk yang terakhir kalinya sebagai murid dan guru.

Melihat Jihana mulai kebingungan karena murid lain mulai berkomentar tidak ingin pulang, Jendra memutuskan untuk membuka suara. "Kalian nggak harus pulang, anak kecil. Tapi hari ini memang tidak belajar karena guru Jihana ingin mengajak kalian semua bermain."

Jendra yang biasanya mengajari mereka bahasa inggris dan matematika yang seringkali 'marah' menjadi dicap sedikit menyeramkan oleh anak-anak. Bahkan Tiyo anak yang biasanya banyak bicara pun langsung terdiam.

Jihana tersenyum karena Jendra mampu mengendalikan keadaan. Mereka pun saling melempar senyum selama kurang lebih empat detik sebelum Jihana memulai permainan.

"Kalian mau bermain apa, hm? Kita bermain sampai jam 5! Kita bermain 2 jam. Bagaimana? Kalian senang?" tanya Jihana, ia lalu duduk agar sejajar dengan 20 murid yang ada di sana.

"Woaaah! Lama sekali!" sahut anak perempuan berambut sebahu—Chena. Murid lain pun ikut bersorak senang, membuat hati Jihana menghangat sekaligus semakin sedih.

Apakah ia benar-benar harus meninggalkan mereka? Jihana yakin pasti ia akan merindukan mereka semua.

Perubahan ekspresi yang ditunjukkan Jihana membuat Jendra mengerti bahwa Jihana sedang memikirkan hal yang sudah membuat kekasih manisnya menangis semalaman itu.

"Hei-hei, tenanglah. Jadi, kita akan bermain apa? Haruskah tebak-tebakan? Atau bermain jujur-jujuran? Atau kita bermain sesuatu yang ada hukumannya?"

Jihana tersenyum senang melihat Jendra mulai berdiskusi tentang apa yang akan mereka mainkan dengan murid-murid. Bahkan Jendra terlihat senang-senang saja saat Tiyo melingkari lehernya dengan tangan kecilnya dari samping. Juga anak perempuan dengan rambut panjangnya yang menyentuh-nyentuh kecil wajahnya.

Kalau sudah begitu, maka Jihana wajib ikut bergabung dalam kebahagiaan itu. Mengingat ia bahkan menangis ketika membicarakan hal ini dengan orang tua mereka dan tidak mau berhenti walau para orang tua mengatakan "Tak apa, temanmu yang menggantikan sepertinya baik juga sepertimu. Kamu sukseslah di kota sana."

Bagaimanapun Jihana dianggap bagian penting di area tempat tinggal tersebut. Meski Jihana memanggil teman kerjanya-Renjana-dalam mencari kerang untuk menggantikannya sekaligus meninggali rumahnya, ia tetap merasa sedih. Haruskah ia tidak usah ikut Jendra dan membatalkan rencana yang telah mereka buat bersama pamannya dan orang tua Jendra?

18 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang