Matahari menerobos mengisi ruangan bernuansa putih bersih ini. Aku tidak ingat kapan terakhir kalinya aku mengganti pembungkus kasurku itu. Seingatku, warnanya masih sama, tidak ada yang berubah.
"Bersihkan dirimu, Kaira-ya. Ini sudah empat hari setelah kau keluar dari rumah sakit, tubuhmu pasti butuh kenyamanan, kan?" kata Hee datang dari arah dapur, sudah kutebak dia pasti membuat sarapan.
"Jangan merasa kau merepotkanku. Kau temanku, arachi?" tambahnya, duduk disisi ranjangku, menghampiriku.
"Gomawo, aku tau kau sangat peduli padaku." satu senyum berhasil terlukis di wajah lusuhku.
"Bagaimana? Kau sempat menghubungi Jung?" tanyanya membahas topik yang paling kuhindari.
Aku memalingkan wajah dan langsung bangkit, hendak menuju kamar mandi.
"Pikirkanlah saat kau mandi, Kaira-ya. Mungkin keputusan itu yang akan membawamu kedalam suatu perubahan, hehe" gigi Hee sudah terjejer rapi.
"Kau bijak sekali, Hee-ya. Aku tidak tau bahwa aku punya teman bijak sepertimu."
Hee memutar bola matanya. "Karena kau selalu sibuk memikirkan Jung oppa. Cepat pikirkan dan hubungi dia." suruh Hee lagi. Aku kesal mendengarnya.
"Kau ini, menyuruhku menghubunginya seakan aku adalah kerabatnya. Dia itu orang berpengaruh di negara ini, aku bukan apa-apanya. Dia pasti sudah lupa dengan kejadian itu." akhirnya aku mengatakan apa yang ingin kukatakan, semuanya langsung keluar begitu saja.
"Temanku satu ini memang tidak pernah memanfaatkan kesempatan." ujar Hee memasukkan roti kedalam mulutnya.
"Diam kau! Huh, aku sudah lelah memikirkan ini, kau tau?!" seruku mendelik kesal, tapi Hee malah menjulurkan lidahnya. Ingin kulempar gadis itu dengan handuk yang kupegang, namun tenagaku sedang tidak mau bekerja sama.
Aku langsung masuk kedalam kamar mandi dan memutuskan membersihkan diri segera. Benar apa yang Hee bilang, tubuhku sangat membutuhkan kenyamanan, meski luka ini belum sepenuhnya kering.
Tiga puluh menit setelahnya, aku menyelesaikan ritual pembersihan kotoran ditubuhku ini. Aku keluar dari kamar mandi dengan satu tangan yang menggesek lembut rambut karena aku sempat mengkeramasnya tadi. Benar-benar menyegarkan setelah melakukannya. Sebelumnya, Hee sudah meninggalkan tempatku karena dia harus bekerja.
Ting!
Suara ponsel menyita perhatianku saat aku memandangi pantulan wajahku di cermin. Aku melihat sekilas nama yang terpantul dari notifikasi yang tertera disana.
From : Unknown
Ini sudah seminggu. Akan jadi sebuah penolakan jika kau mencoba berfikir lebih lama.
Tuhan! Itu sebuah peringatan namun entah kenapa hatiku berdesir ketika setiap kalimatnya mengandung ancaman bahwa aku harus cepat menjawab permintaannya. Apa selama ini ia begitu memikirkanku?
Jangan menganggap dirimu begitu besar saat dihadapannya kau hanya seekor semut yang meminta sebutir gula, Kaira-ya.
Begitulah diriku, sebuah bisikan kesadaran selalu memperingatiku pada posisi dimana sebenarnya aku berada.
Aku menunduk, memegang lukaku yang sebenarnya harus diganti perbannya. Rasa sakitnya sudah hilang, tapi gerakan-gerakan tertentu masih terbatas untuk dilakukan. Sedangkan kini, mataku melirik ponselku lagi. Ingin menjawab apa atas peringatannya itu.Sebenarnya disini, aku yang terlalu gengsi atau dia yang terlalu merasa bersalah sehingga ia begitu antusias?
Ah masa bodoh dengan semua itu, karena tetap saja aku harus mengatakan apa yang aku inginkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
P R O M I S E || Kim Seok Jin
Fanfic"Bagaimana aku tahu ini cinta atau rasa kasihan? Saat tanpamu saja aku begitu kesepian." ucapnya sambil memalingkan wajah. Im Kai Ra nama Korea gadis dengan kepribadian keras itu. Ia begitu mencintai biasnya layaknya seorang k-popers pada umumnya. M...