Aku mengadu pada ujung cakrawala senja. Tentang kengiluan yang dicipta oleh sang durjana. Ia telah memporak-porandakan cinta yang sempat tersemat. Pada secuil nadi jingga di kedalaman raga.
Akan kukangkangi saja amarah yang terumbar. Kucabik bersama jejak-jejak angkara yang tersisa. Kubiarkan ia membunuh harapan yang tersaji. Karena didalamnya ada seonggok noktah merah yang siap menggurat hati.
Tapi apa yang terjadi sesudahnya. Setelah kesumat berhasil mencerai. Sang raga menolak untuk ditahta kembali. Ia memilih untuk melebur diri bersama pekatnya malam.
Dan kini aku tinggal meluruh. Pada ubin dingin yang menggigit sunyi. Tak lagi ada kesemarakan pada jiwa putih. Hanya sesak yang masih menunggu waktu berucap.
Mojokerto, 310519
- Ms -
21.30